Cadel itu bila mengucapkan huruf 'r' tidak jelas atau tidak bisa sama sekali. Dan cadel itu adalah aku .... hmmm .... biar cadel tapi manis kan ? .... hehehe
Dulu sewaktu aku masih kecil, tentu jadi langganan diledekin teman-teman, dan sering 'dites' mengucapkan kata tertentu yang mengandung huruf 'r'. Diledek seperti itu rasanyaaa nano-nano banget .... tapi syukurlah aku tidak pernah menanyakan kepada Allah kenapa aku cadel, aku sudah bisa menerima keadaanku apa adanya sejak dulu dan ini keren banget, anak kecil sudah bisa ikhlas.
Bila anak kecil diledek, itu masih wajar dan lucu, tapi kalau sudah setua aku ini masih jadi bahan tertawaan karena keunikanku ini, itu sungguh terlaluuuu ...... kok sempat-sempatnya gitu loh ! dan aku memang tersinggung , kumat sensine huahaha ....
Tapi sebenarnya lidah yang cadel itu bukan masalah besar bagiku, wong aku masih bisa berkata-kata, bisa berkomunikasi dengan amat baik, bisa jadi nara sumber, bisa membaca al quran, dan masih bisa cerewet ..... hahahaha.
Apakah orang yang tidak cadel lebih baik dalam menggunakan lidahnya dibandingkan orang yang cadel ? Nah ini dia yang perlu dibahas dan inilah hal terpentingnya.
Karena yang terpenting bukanlah cadel atau tidaknya, tapi bagaimana kita menggunakan lidah kita ? Apakah untuk menyakiti orang lain dengan kata dan kalimat yang menusuk perasaan (termasuk meledek kecadelan seseorang ) ? Apakah untuk ngrasani / ghibah , mencela , mengkritik , mengadu domba dll ? Apakah untuk menyebarkan kebencian dan permusuhan diantara manusia ?
Kasihani si lidah, baik lidah cadel atau tidak , gunakanlah untuk hal-hal yang baik, mengucapkan kata-kata yang santun dan penuh kasih sayang, menebarkan inspirasi , menyatukan yang tercerai , menyejukkan siapapun yang mendengarnya. Begitulah semestinya cara kita menghargai pemberian Allah berupa si lidah yang ajaib ini.
Terimakasih ya Allah atas pemberianMu berupa lidah yang cadel ini, yang dengannya aku bisa mengungkapkan cinta dan pengharapan padaMu, yang dengannya aku bisa merasakan keajaiban nikmatMu berupa rasa-rasa makanan yang sungguh tak terperi keanekaragamannya, yang dengannya aku bisa bernyanyi dan bergembira, yang dengannya aku bisa .... oh, terlalu banyak tak mampu ditulis nikmatMu yang berupa lidah ini.
Dulu sewaktu aku masih kecil, tentu jadi langganan diledekin teman-teman, dan sering 'dites' mengucapkan kata tertentu yang mengandung huruf 'r'. Diledek seperti itu rasanyaaa nano-nano banget .... tapi syukurlah aku tidak pernah menanyakan kepada Allah kenapa aku cadel, aku sudah bisa menerima keadaanku apa adanya sejak dulu dan ini keren banget, anak kecil sudah bisa ikhlas.
Bila anak kecil diledek, itu masih wajar dan lucu, tapi kalau sudah setua aku ini masih jadi bahan tertawaan karena keunikanku ini, itu sungguh terlaluuuu ...... kok sempat-sempatnya gitu loh ! dan aku memang tersinggung , kumat sensine huahaha ....
Tapi sebenarnya lidah yang cadel itu bukan masalah besar bagiku, wong aku masih bisa berkata-kata, bisa berkomunikasi dengan amat baik, bisa jadi nara sumber, bisa membaca al quran, dan masih bisa cerewet ..... hahahaha.
Apakah orang yang tidak cadel lebih baik dalam menggunakan lidahnya dibandingkan orang yang cadel ? Nah ini dia yang perlu dibahas dan inilah hal terpentingnya.
Karena yang terpenting bukanlah cadel atau tidaknya, tapi bagaimana kita menggunakan lidah kita ? Apakah untuk menyakiti orang lain dengan kata dan kalimat yang menusuk perasaan (termasuk meledek kecadelan seseorang ) ? Apakah untuk ngrasani / ghibah , mencela , mengkritik , mengadu domba dll ? Apakah untuk menyebarkan kebencian dan permusuhan diantara manusia ?
Kasihani si lidah, baik lidah cadel atau tidak , gunakanlah untuk hal-hal yang baik, mengucapkan kata-kata yang santun dan penuh kasih sayang, menebarkan inspirasi , menyatukan yang tercerai , menyejukkan siapapun yang mendengarnya. Begitulah semestinya cara kita menghargai pemberian Allah berupa si lidah yang ajaib ini.
Terimakasih ya Allah atas pemberianMu berupa lidah yang cadel ini, yang dengannya aku bisa mengungkapkan cinta dan pengharapan padaMu, yang dengannya aku bisa merasakan keajaiban nikmatMu berupa rasa-rasa makanan yang sungguh tak terperi keanekaragamannya, yang dengannya aku bisa bernyanyi dan bergembira, yang dengannya aku bisa .... oh, terlalu banyak tak mampu ditulis nikmatMu yang berupa lidah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar