tiba-tiba saja aku dihadapkan pada peradaban primitif di era modern
tiba-tiba saja Allah membukakanku sebuah sisi dunia jaman batu di era internet
tiba-tiba saja mataku terbelalak ketika .....
Ya, ketika siang itu mbak Yayuk bercerita tentang betapa orang-orang di daerahnya lebih memilih membawa anaknya ke kebun sementara dia meronta-ronta minta sekolah.
Ya, ketika pak Izar bercerita tentang betapa susahnya merubah pola pikir masyarakat yang terbelit kemiskinan, hidup hanya untuk mengejar terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Sementara itu, yang sadar sekolah, musti menempuh perjalanan 5 km ke sekolah (bila pulang pergi jadi 10 km), jalan kaki.
"Jalan kaki ?", tanyaku , dalam bayanganku anak-anak lucu berseragam merah putih itu naik sepeda ke sekolahnya sambil bergurau di tengah alam yang masih murni, dengan udara segar yang minim polusi.
"Iya, jalan kaki", jawab pak Izar. Dan aku speechless ..... bayangkan betapa miskinnya, bahkan untuk membeli sebuah sepeda onthel untuk anaknya.
Ingat suatu hari aku pernah menertawakan mas Saidi, ketika dia bilang bahwa orang kampung sudah mau diajak membangun sekolah dasar, agar anak-anak mereka tidak usah jalan kaki sejauh itu ke sekolah. Dan hasil urunan warga terkumpullah satu pasir truk.
Mas Saidi adalah penanggung jawab kebunku, suami mbak Yayuk, tim pak Izar dengan proyeknya membangun masyarakat seputar Bajul Mati.
Aku menertawakan satu pasir truk dan membangun sekolah, dalam bayanganku ada sebuah reaksi kimia antara masyarakat dengan satu pasir truk , lalu hasil reaksinya sebuah sekolah. Hmmm hmmm ... sekolah seperti apa ya ?
Dan sejak itulah , aku berhenti tertawa dan mulai bertindak. Dengan uang zakat dan sedekah Cantiq butikku aku membantu sebisanya, benar-benar sebisanya, karena Cantiqku sudah punya daftar orang-orang yang musti disantuni secara rutin.
Tawaku tambah berhenti ketika aku melihat langsung kondisi sekolah TK yang sudah berdiri. Di sebelah TK itulah nanti akan dibangun sekolah dasarnya, direncanakan 3 kelas kecil-kecil, karena calon muridnya juga tidak banyak.
Saat aku kesana, sekolah sudah usai, aku hanya melihat bangku kosong , lemari , meja , beberapa buku anak-anak , mainan anak ..... amat sangat sederhana.
ini adalah ruangan TK kecil / TK A
ini ruangan kelas TK B , hanya ada sekardus mainan, sementara di kota, seorang anak punya satu almari mainan
ayunan di halaman sekolah sumbangan dari ibu ibu dari kota Malang
kamar mandi sumbangan Trans TV
pak Izar (berkaos hitam) kerja bakti bersama masyarakat , kayunya sumbangan dari perhutani setempat
di sudut yang lain, mereka membuat fondasi sekolah
Aku yang sederhana, dipertemukan dengan orang-orang yang sederhana, dengan pemikiran sederhananya yang luar biasa, tulus hati luar biasa, pengabdian luar biasa.
Aku yang sederhana, setelah dipertemukan dengan ustadz Virien dengan pondok pesantrennya yang sederhana di Gubug, sekarang dipertemukan dengan kesederhanaan yang lebih sederhana dari yang pernah aku kenal.
Sungguh sahabat, air mataku menitik menuliskan ini semua.
Ingat bagaimana aku menyeleksi mainan Alni yang bejibun, yang kubuang saja sembunyi-sembunyi agar Alni tidak nangis, agar kamarnya tidak penuh mainan. Ternyata di belahan dunia yang lain, anak-anak cukup bermain tanah dan berkubang di lumpur sawah ! dan dunia yang lain itu letaknya hanya beberapa puluh kilometer dari duniaku.
Jangan-jangan baju-baju Alni yang numpuk inipun terlalu banyak buat dia, yang musti dikurangi untuk belahan dunia yang lain itu ....
Jangan-jangan ..... ah ....
Buat kalian yang ingin membantu belahan dunia yang lain ini, silahkan inbox di fb Innuri Sulamono , boleh berupa apa saja, buku-buku anak , mainan anak, tas sekolah baru / bekas , sepatu anak TK , uang , pasir, semen , batu , apaaaa saja boleh ......
Buat kalian yang ingin membantu, bisa langsung menghubungi pak Izar di 085850640277 , atau bisa langsung transfer ke rekening BRI beliau an. Shohibul Izar 008601072836504 dengan konfirmasi lewat sms ke hp beliau , atau bisa lewat BCA Indah Nur Qoriah 3310292353 dan tolong konfirmasi lewat fb Innuri Sulamono .
Terimakasih sudah menyimak curhatku pagi ini.
tiba-tiba saja Allah membukakanku sebuah sisi dunia jaman batu di era internet
tiba-tiba saja mataku terbelalak ketika .....
Ya, ketika siang itu mbak Yayuk bercerita tentang betapa orang-orang di daerahnya lebih memilih membawa anaknya ke kebun sementara dia meronta-ronta minta sekolah.
Ya, ketika pak Izar bercerita tentang betapa susahnya merubah pola pikir masyarakat yang terbelit kemiskinan, hidup hanya untuk mengejar terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Sementara itu, yang sadar sekolah, musti menempuh perjalanan 5 km ke sekolah (bila pulang pergi jadi 10 km), jalan kaki.
"Jalan kaki ?", tanyaku , dalam bayanganku anak-anak lucu berseragam merah putih itu naik sepeda ke sekolahnya sambil bergurau di tengah alam yang masih murni, dengan udara segar yang minim polusi.
"Iya, jalan kaki", jawab pak Izar. Dan aku speechless ..... bayangkan betapa miskinnya, bahkan untuk membeli sebuah sepeda onthel untuk anaknya.
Ingat suatu hari aku pernah menertawakan mas Saidi, ketika dia bilang bahwa orang kampung sudah mau diajak membangun sekolah dasar, agar anak-anak mereka tidak usah jalan kaki sejauh itu ke sekolah. Dan hasil urunan warga terkumpullah satu pasir truk.
Mas Saidi adalah penanggung jawab kebunku, suami mbak Yayuk, tim pak Izar dengan proyeknya membangun masyarakat seputar Bajul Mati.
Aku menertawakan satu pasir truk dan membangun sekolah, dalam bayanganku ada sebuah reaksi kimia antara masyarakat dengan satu pasir truk , lalu hasil reaksinya sebuah sekolah. Hmmm hmmm ... sekolah seperti apa ya ?
Dan sejak itulah , aku berhenti tertawa dan mulai bertindak. Dengan uang zakat dan sedekah Cantiq butikku aku membantu sebisanya, benar-benar sebisanya, karena Cantiqku sudah punya daftar orang-orang yang musti disantuni secara rutin.
Tawaku tambah berhenti ketika aku melihat langsung kondisi sekolah TK yang sudah berdiri. Di sebelah TK itulah nanti akan dibangun sekolah dasarnya, direncanakan 3 kelas kecil-kecil, karena calon muridnya juga tidak banyak.
Saat aku kesana, sekolah sudah usai, aku hanya melihat bangku kosong , lemari , meja , beberapa buku anak-anak , mainan anak ..... amat sangat sederhana.
ini adalah ruangan TK kecil / TK A
ini ruangan kelas TK B , hanya ada sekardus mainan, sementara di kota, seorang anak punya satu almari mainan
ayunan di halaman sekolah sumbangan dari ibu ibu dari kota Malang
kamar mandi sumbangan Trans TV
pak Izar (berkaos hitam) kerja bakti bersama masyarakat , kayunya sumbangan dari perhutani setempat
di sudut yang lain, mereka membuat fondasi sekolah
Aku yang sederhana, dipertemukan dengan orang-orang yang sederhana, dengan pemikiran sederhananya yang luar biasa, tulus hati luar biasa, pengabdian luar biasa.
Aku yang sederhana, setelah dipertemukan dengan ustadz Virien dengan pondok pesantrennya yang sederhana di Gubug, sekarang dipertemukan dengan kesederhanaan yang lebih sederhana dari yang pernah aku kenal.
Sungguh sahabat, air mataku menitik menuliskan ini semua.
Ingat bagaimana aku menyeleksi mainan Alni yang bejibun, yang kubuang saja sembunyi-sembunyi agar Alni tidak nangis, agar kamarnya tidak penuh mainan. Ternyata di belahan dunia yang lain, anak-anak cukup bermain tanah dan berkubang di lumpur sawah ! dan dunia yang lain itu letaknya hanya beberapa puluh kilometer dari duniaku.
Jangan-jangan baju-baju Alni yang numpuk inipun terlalu banyak buat dia, yang musti dikurangi untuk belahan dunia yang lain itu ....
Jangan-jangan ..... ah ....
Buat kalian yang ingin membantu belahan dunia yang lain ini, silahkan inbox di fb Innuri Sulamono , boleh berupa apa saja, buku-buku anak , mainan anak, tas sekolah baru / bekas , sepatu anak TK , uang , pasir, semen , batu , apaaaa saja boleh ......
Buat kalian yang ingin membantu, bisa langsung menghubungi pak Izar di 085850640277 , atau bisa langsung transfer ke rekening BRI beliau an. Shohibul Izar 008601072836504 dengan konfirmasi lewat sms ke hp beliau , atau bisa lewat BCA Indah Nur Qoriah 3310292353 dan tolong konfirmasi lewat fb Innuri Sulamono .
Terimakasih sudah menyimak curhatku pagi ini.
Rembes air mataku mba..malu gak bisa (atau belum bergerak) seperti mba inddah..semangat mba..ak tata2 dulu apa yg bisa ak bantu..
BalasHapusmakasih sebelumnya mbak Dini. Semoga Allah memudahkan semuanya.
Hapus