Dear Allah lovers.
Hari Rabu lalu, pagi-pagi mendadak ditelpon mas Saidi , agar segera meluncur ke kebun , acara tanda tangan sertifikasi tanah masal disana.
Siang sampai di balai desa Tambakrejo dan mendapati antrian yang uyel-uyelan. Dalam hati aku mikir , kenapa kok gak disistem pakai nomor antrian kayak kalau ke dokter gitu. Eh , ternyata kata mas Saidi , masyarakatnya yang gak bisa diatur. Yang mestinya giliran besok , datang hari ini , dan mestinya dipaņggil sesuai urutan alfabet, tapi gak jalan karena ngeyel. Akhirnya seperti itulah.
Sementara mas Hary ngantri , aku duduk berdoa mendoakan semuanya. Aku bayangkan energi doaku membasahi semua jiwa yang berada di ruangan itu , ya panitianya , agar menemukan cara mengatur masyarakat, juga masyarakatya agar gampang diatur. Aku sama sekali tidak berdoa untukku sendiri.
Akhirnya mas Hary nyerah dan keluar dari antrian yang ruwet dan gak jelas urutannya. Lapar , jam sudah diatas 1 siang dan mau makan gak ketemu warung.
Kami berdua memutuskan ke kebun dulu, mau minta makan ke mbak Yayuk istrinya mas Saidi. Sementara bapak dan kakaknya mas Saidi memilih terus ngantri.
Puas nyambangi kebun , perut kenyang , rencana balik ke balai desa. Saat itulah bapaknya mas Saidi pulang, sukses setelah ngantri hampir seharian.
"Sudah tertib pak sekarang , nanti pak Hary kumpulkan saja surat permohonannya di meja meja itu , lalu tunggu dipanggil", kata bapaknya mas Saidi pada suamiku.
Disitulah keajaiban terjadi. Saat mas Hary mengumpulkan surat permohonan, dibaca sekilas oleh petugas , lalu langsung dicocokkan dengan dokumen yang sudah ada , langsung disuruh tanda tangan dan selesai ! Sementara di kanan kiri kami orang-orang masih harus ngantri dipanggil dulu.
Aku merasakan keajaiban doaku yang tidak egois tadi , selain terkabul , Allah juga melancarkan urusanku , memprioritaskan aku walau aku tidak minta diprioritaskan. Mungkinkah karena lebih memprioritaskan orang banyak , maka Allah memprioritaskan aku ? Ehm ... hanya Allah yang tahu. Tapi kok rasanya begitu.
Hari Rabu lalu, pagi-pagi mendadak ditelpon mas Saidi , agar segera meluncur ke kebun , acara tanda tangan sertifikasi tanah masal disana.
Siang sampai di balai desa Tambakrejo dan mendapati antrian yang uyel-uyelan. Dalam hati aku mikir , kenapa kok gak disistem pakai nomor antrian kayak kalau ke dokter gitu. Eh , ternyata kata mas Saidi , masyarakatnya yang gak bisa diatur. Yang mestinya giliran besok , datang hari ini , dan mestinya dipaņggil sesuai urutan alfabet, tapi gak jalan karena ngeyel. Akhirnya seperti itulah.
Sementara mas Hary ngantri , aku duduk berdoa mendoakan semuanya. Aku bayangkan energi doaku membasahi semua jiwa yang berada di ruangan itu , ya panitianya , agar menemukan cara mengatur masyarakat, juga masyarakatya agar gampang diatur. Aku sama sekali tidak berdoa untukku sendiri.
Akhirnya mas Hary nyerah dan keluar dari antrian yang ruwet dan gak jelas urutannya. Lapar , jam sudah diatas 1 siang dan mau makan gak ketemu warung.
Kami berdua memutuskan ke kebun dulu, mau minta makan ke mbak Yayuk istrinya mas Saidi. Sementara bapak dan kakaknya mas Saidi memilih terus ngantri.
Puas nyambangi kebun , perut kenyang , rencana balik ke balai desa. Saat itulah bapaknya mas Saidi pulang, sukses setelah ngantri hampir seharian.
"Sudah tertib pak sekarang , nanti pak Hary kumpulkan saja surat permohonannya di meja meja itu , lalu tunggu dipanggil", kata bapaknya mas Saidi pada suamiku.
Disitulah keajaiban terjadi. Saat mas Hary mengumpulkan surat permohonan, dibaca sekilas oleh petugas , lalu langsung dicocokkan dengan dokumen yang sudah ada , langsung disuruh tanda tangan dan selesai ! Sementara di kanan kiri kami orang-orang masih harus ngantri dipanggil dulu.
Aku merasakan keajaiban doaku yang tidak egois tadi , selain terkabul , Allah juga melancarkan urusanku , memprioritaskan aku walau aku tidak minta diprioritaskan. Mungkinkah karena lebih memprioritaskan orang banyak , maka Allah memprioritaskan aku ? Ehm ... hanya Allah yang tahu. Tapi kok rasanya begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar