Macet lagi, macet lagi, gara-gara si komo lewat..... itu lagunya Melisa waktu Aden sama Zeli masih balita, enak didengarkan. Agar enak juga untuk dijalani, membutuhkan 'ketrampilan' tersendiri.
Terjebak macet, njengkelin ya, seperti aku kemarin tgl 8 november 2011, bukan gara-gara si komo, tapi gara-gara ada demo di lapindo, bis patas jurusan Malang-Surabaya yang kutumpangi terjebak macet hingga 3 jam lebih!!!
Dulu, sebelum ada kasus lapindo, perjalanan Malang-Surabaya bisa ditempuh dalam waktu 2 jam saja. Setelah ada Lapindo, agak macet dikit-dikit gitu, masih bisa 3 jam. Lha kalau ada demo kayak gini, waktu tempuhnya jadi tergantung kebaikan hati para pendemo, mau nggak mereka memberikan ruang bagi masyarakat untuk lewat. Seandainya mereka mau, pasti pahalanya gedhe banget tuh, kan menyingkirkan duri di jalan saja sudah dihitung sebagai kebaikan yang banyak, lha kalau mereka mau menyingkirkan dirinya sendiri dari jalan, sudah berapa juta kali duri di jalan yaaa.... hehehe...
Di menit-menit awal bis berjalan merayap, aku memanfaatkan waktuku dengan menuntaskan beberapa persoalan lewat telepon dan mengirim sms. Setelah semua urusan selesai, mulailah aku dilanda kepenatan. Kucoba membuka al qur'an yang tersimpan di tasku, suara bising beberapa orang yang menyetel musik dari handphonenya membuatku tidak bisa konsentrasi. Gelisahpun mulai menyergapku.
Aku lihat pemuda yang duduk di sampingku tertidur pulas, beberapa penumpang lainnya ada yang membaca koran, sepasang remaja asik mengobrol, penumpang lainnya ada yang cuek dan tenang-tenang saja. Seorang ibu yang duduk di seberang curhat tentang kemacetan lewat ponselnya, keluhannya terlihat lebay banget.....
Semakin lama bis semakin tidak bisa bergerak lagi, mundur gak bisa apalagi maju, terjepit di tengah, kanan kiri, muka belakang mobil semua.... Pemuda di sebelahku semakin lelap tidurnya, aku sendiri semakin gelisah, kucoba menelepon suamiku, gak nyambung-nyambung.... Karena kecapean duduk, akupun berdiri, lalu duduk lagi, berdiri lagi ..... persis adegan seorang suami yang gelisah menunggu istrinya melahirkan.
Akhirnya akupun bisa menghubungi suamiku, aku curhat tentang kemacetan kali ini, lebay banget..... padahal barusaja aku membatin gaya lebay ibu di seberang.... hehehe, ketularan kan? Makanya jangan buru-buru merendahkan sikap seseorang, karena diri kita sendiri mungkin bisa lebih parah.....
Pemuda di sebelahku sudah terbangun, dengan santai dia mendengarkan musik lewat earphone dari ponselnya, tenang dan kelihatan tidak terpengaruh dengan kemacetan. Tak tahan dengan kebisuan, akupun menyapanya, bertanya mau kemana dia dan mengapa dia begitu santai dan tidak bete.
"Sebenarnya bete juga bu, tapi ngapain lagi? dinikmati saja", begitu katanya.
"Yaaa, betul itu , mau bete atau tidak, mau sabar atau tidak, keadaan tetap begini, padahal Allah bersama orang-orang yang sabar. Kenapa kita tidak berani memilih tidak bete dan sabar ya?", kataku.
Rupanya aku jadi ketularan tenang, kena 'resonansi' tenang pemuda ini.
"Kebanyakan kita sering tertipu keadaan. Saat macet kayak gini, kita menyangka bahwa ini adalah sumber kekacauan rencana kita, padahal mungkin Allah sedang menolong kita terhindar dari hal buruk yang kita tidak tahu ", kataku.
"Ya, betul", katanya, lalu kamipun ngobrol.
6 jam lebih perjalanan Malang-Surabaya, ternyata tidak membuatku terlambat mengikuti acara yang sedianya dilaksanakan jam 3 sore. Banyak perserta lain yang mengalami hal yang sama denganku.
Boleh jadi kemacetan begitu menjengkelkan bila kita terbiasa menilai 'waktu adalah uang'. Padahal waktu bisa jadi peluang, peluang untuk mempelajari sesuatu, peluang untuk mengasah ketrampilan ikhlas, peluang untuk berbagi cerita, peluang untuk melatih kesabaran, peluang untuk berdzikir mengingat Allah, peluang untuk ....... banyak hal berguna bisa dilakukan dalam kemacetan.
"Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar".
(Q.S. Al -Fushilat 35)
Terjebak macet, njengkelin ya, seperti aku kemarin tgl 8 november 2011, bukan gara-gara si komo, tapi gara-gara ada demo di lapindo, bis patas jurusan Malang-Surabaya yang kutumpangi terjebak macet hingga 3 jam lebih!!!
Dulu, sebelum ada kasus lapindo, perjalanan Malang-Surabaya bisa ditempuh dalam waktu 2 jam saja. Setelah ada Lapindo, agak macet dikit-dikit gitu, masih bisa 3 jam. Lha kalau ada demo kayak gini, waktu tempuhnya jadi tergantung kebaikan hati para pendemo, mau nggak mereka memberikan ruang bagi masyarakat untuk lewat. Seandainya mereka mau, pasti pahalanya gedhe banget tuh, kan menyingkirkan duri di jalan saja sudah dihitung sebagai kebaikan yang banyak, lha kalau mereka mau menyingkirkan dirinya sendiri dari jalan, sudah berapa juta kali duri di jalan yaaa.... hehehe...
Di menit-menit awal bis berjalan merayap, aku memanfaatkan waktuku dengan menuntaskan beberapa persoalan lewat telepon dan mengirim sms. Setelah semua urusan selesai, mulailah aku dilanda kepenatan. Kucoba membuka al qur'an yang tersimpan di tasku, suara bising beberapa orang yang menyetel musik dari handphonenya membuatku tidak bisa konsentrasi. Gelisahpun mulai menyergapku.
Aku lihat pemuda yang duduk di sampingku tertidur pulas, beberapa penumpang lainnya ada yang membaca koran, sepasang remaja asik mengobrol, penumpang lainnya ada yang cuek dan tenang-tenang saja. Seorang ibu yang duduk di seberang curhat tentang kemacetan lewat ponselnya, keluhannya terlihat lebay banget.....
Semakin lama bis semakin tidak bisa bergerak lagi, mundur gak bisa apalagi maju, terjepit di tengah, kanan kiri, muka belakang mobil semua.... Pemuda di sebelahku semakin lelap tidurnya, aku sendiri semakin gelisah, kucoba menelepon suamiku, gak nyambung-nyambung.... Karena kecapean duduk, akupun berdiri, lalu duduk lagi, berdiri lagi ..... persis adegan seorang suami yang gelisah menunggu istrinya melahirkan.
Akhirnya akupun bisa menghubungi suamiku, aku curhat tentang kemacetan kali ini, lebay banget..... padahal barusaja aku membatin gaya lebay ibu di seberang.... hehehe, ketularan kan? Makanya jangan buru-buru merendahkan sikap seseorang, karena diri kita sendiri mungkin bisa lebih parah.....
Pemuda di sebelahku sudah terbangun, dengan santai dia mendengarkan musik lewat earphone dari ponselnya, tenang dan kelihatan tidak terpengaruh dengan kemacetan. Tak tahan dengan kebisuan, akupun menyapanya, bertanya mau kemana dia dan mengapa dia begitu santai dan tidak bete.
"Sebenarnya bete juga bu, tapi ngapain lagi? dinikmati saja", begitu katanya.
"Yaaa, betul itu , mau bete atau tidak, mau sabar atau tidak, keadaan tetap begini, padahal Allah bersama orang-orang yang sabar. Kenapa kita tidak berani memilih tidak bete dan sabar ya?", kataku.
Rupanya aku jadi ketularan tenang, kena 'resonansi' tenang pemuda ini.
"Kebanyakan kita sering tertipu keadaan. Saat macet kayak gini, kita menyangka bahwa ini adalah sumber kekacauan rencana kita, padahal mungkin Allah sedang menolong kita terhindar dari hal buruk yang kita tidak tahu ", kataku.
"Ya, betul", katanya, lalu kamipun ngobrol.
6 jam lebih perjalanan Malang-Surabaya, ternyata tidak membuatku terlambat mengikuti acara yang sedianya dilaksanakan jam 3 sore. Banyak perserta lain yang mengalami hal yang sama denganku.
Boleh jadi kemacetan begitu menjengkelkan bila kita terbiasa menilai 'waktu adalah uang'. Padahal waktu bisa jadi peluang, peluang untuk mempelajari sesuatu, peluang untuk mengasah ketrampilan ikhlas, peluang untuk berbagi cerita, peluang untuk melatih kesabaran, peluang untuk berdzikir mengingat Allah, peluang untuk ....... banyak hal berguna bisa dilakukan dalam kemacetan.
"Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar".
(Q.S. Al -Fushilat 35)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar