Dear Allah lovers,
Dengar kisah perjalananku hari ini .
Aku punya tugas meng-cover mbah Usman (mbah Man) dari sebuah grup fb Kuliner Kasih, tugasku mengantar bantuan buat dia berupa paket sembako senilai 300 ribu dan tambahan modal senilai 300 ribu.
Mbah Man adalah pedagang barang bekas yang mangkal di trotoar di samping kiri fly over di seputar RS Panti Nirmala. Aku menemukan dia saat sedang ngiderin nasi Warung Ikhlas Malang. Dia hidup sebatangkara sejak tahun 1972, istrinya sudah meninggal , anak-anaknya 'hilang'.
Maka seperti biasanya , aku minta antar suamiku, ditemani mas Singgih , relawan warung ikhlas Malang.
Sampai di tempat mbah Man jualan, aku tidak menemukannya, hanya dagangannya yang ditunggui seorang pemuda. Pemuda itu namanya mas Wawan, jualannya ngisi korek api gas di sebelah mbah Man.
"Mbah Man lagi kulakan, nanti habis dhuhur baru kembali", katanya. Aku merasa lega , mbah Man kulakan, yang berarti dia punya modal , yang berarti juga dagangannya laku. Jujur, saat pertama bertemu mbah Man , saat melihat dagangannya, aku sempat berpikir :"Laku nggak ? ada yang beli nggak?".
Dagangan mbah Man saat aku pertama melihatnya adalah baju bekas yang sama sekali tidak layak pakai, dan sepatu bekas yang juga tidak layak pakai, dan spare part elektronik yang aku gak tahu fungsinya apa. Dan siapa pembelinya ? itu menjadi pertanyaan besarku .
Akupun diantar mas Wawan ke tempat mbah Man kulakan , kubayangkan dia kulakan di toko walau toko barang bekas , tapi begitu sampai .... Oh ternyata , mbah Man kulakan di sebuah tempat pembuangan sampah !
Satu karung barang ditambah satu tas yang dicangklong di pundak, itu adalah kulakan mbah Man hari ini , dituntun mas Wawan karena penglihatannya sudah amat rabun, dia masuk ke dalam mobil kami. Kuintip salah satu kulakannya berupa jaket kulit yang sudah 95% kulitnya mengelupas , pasti dipungut dari pembuangan sampah.
Di dalam mobil dia bercerita, tentang anak-anak tetangga yang dulu pernah disekolahkannya. Bayangkan , dia sendiri hidup dalam kesederhanaan, masih bisa berbuat kebaikan seperti itu.
"Nandur bakal cukul, nek nandure apik yo cukul apik", katanya. Maksudnya , kalau kita menanam kebaikan, yang tumbuh juga kebaikan. Aku mendengarkan mbah Man bercerita sambil memperhatikan bajunya yang amat lusuh, kumal dan kotor , tas cangklongnya yang sudah sobek di sana sini ... tak bisa kutahan , mataku mbrebes mili.
Tanduran itu cukul (tanaman itu tumbuh) sekarang, ketika sudah tua dan sendirian, banyak yang menolongnya , sampai kopi dan makanan saat di 'lapak' pun dia tidak pernah beli , ada saja yang ngasih. Ketika 3 tahun lalu rumahnya yang di bantaran kali kena gusur , ada tetangga yang baik hati yang memberi dia tumpangan. Padahal si tetangga juga dalam kondisi yang amat sangat sederhana , masih mau berbagi. Sungguh kisah mengharukan dari orang-orang kecil.
Setelah menyerahkan bantuan dari Kuliner Kasih, akupun berjalan ke tempat mbah Man tinggal. Jalan yang menurun dan sempit , di sebelah sungai yang penuh sampah, disitulah berderet rumah-rumah yang kecil dan sederhana , padat dan berdesakan.
"Itu kan cuma dapur mas, bukan rumah tinggal", kataku ketika suamiku menunjuk sebuah 'rumah banner' yang amat kecil.
"Itu rumah tinggal dik ". Lalu kulihat seorang ibu menggendong anaknya keluar.
Ibu itu tinggal disitu bersama suami dan 5 orang anaknya, yang 3 bersekolah, suaminya bekerja serabutan, kalau tidak ada kerjaan dia jualan stiker di lampu merah lapangan Rampal. Rumah bannernya lebih tepat disebut kamar banner, karena hanya seluas kamar yang dibagi jadi dapur super kecil dan tempat tidur ngepres yang hanya beralaskan banner (tidak ada kasur). Ditinggali oleh 7 orang ! Oh ....
Tak lama kemudian, ada seorang ibu membawa baki berisi bungkusan, kukira nasi bungkus, ternyata isinya mie yang dijual 2500 / bungkus .Harganya membuatku heran , murah sekali , tapi memang porsinya kecil banget . Aku borong untuk dibagi ke anak-anak yang bermain disana, mereka senang sekali. Suami ibu yang berjualan itu juga pedagang rosokan di 'kompleks' mbah Man jualan.
Aku sempat menengok sepasang kakek nenek yang tinggal cuma berdua, dan si kakek sedang sakit parah. Sempat mampir mengunjungi ibu yang memberi tumpangan ke mbah Man. Rumah yang kecil sekali, ruang tamu yang kecil tapi isinya kasur tempat ibu itu tidur , dia mengalah tidur di ruang tamu karena kamarnya sendiri ditempati mbah Man, sedang anaknya tidur di kamar belakang , ukuran kamarnya kecil-kecil juga, di depan kamar belakang ada dapur kecil yang lebarnya ngepres kompor .
Dalam kesederhanaan , mereka tetap bisa berbagi. Bagaimana dengan kita yang dikaruniai hidup berkelimpahan ?
Dengar kisah perjalananku hari ini .
Aku punya tugas meng-cover mbah Usman (mbah Man) dari sebuah grup fb Kuliner Kasih, tugasku mengantar bantuan buat dia berupa paket sembako senilai 300 ribu dan tambahan modal senilai 300 ribu.
Mbah Man adalah pedagang barang bekas yang mangkal di trotoar di samping kiri fly over di seputar RS Panti Nirmala. Aku menemukan dia saat sedang ngiderin nasi Warung Ikhlas Malang. Dia hidup sebatangkara sejak tahun 1972, istrinya sudah meninggal , anak-anaknya 'hilang'.
Maka seperti biasanya , aku minta antar suamiku, ditemani mas Singgih , relawan warung ikhlas Malang.
Sampai di tempat mbah Man jualan, aku tidak menemukannya, hanya dagangannya yang ditunggui seorang pemuda. Pemuda itu namanya mas Wawan, jualannya ngisi korek api gas di sebelah mbah Man.
"Mbah Man lagi kulakan, nanti habis dhuhur baru kembali", katanya. Aku merasa lega , mbah Man kulakan, yang berarti dia punya modal , yang berarti juga dagangannya laku. Jujur, saat pertama bertemu mbah Man , saat melihat dagangannya, aku sempat berpikir :"Laku nggak ? ada yang beli nggak?".
Dagangan mbah Man saat aku pertama melihatnya adalah baju bekas yang sama sekali tidak layak pakai, dan sepatu bekas yang juga tidak layak pakai, dan spare part elektronik yang aku gak tahu fungsinya apa. Dan siapa pembelinya ? itu menjadi pertanyaan besarku .
Akupun diantar mas Wawan ke tempat mbah Man kulakan , kubayangkan dia kulakan di toko walau toko barang bekas , tapi begitu sampai .... Oh ternyata , mbah Man kulakan di sebuah tempat pembuangan sampah !
Satu karung barang ditambah satu tas yang dicangklong di pundak, itu adalah kulakan mbah Man hari ini , dituntun mas Wawan karena penglihatannya sudah amat rabun, dia masuk ke dalam mobil kami. Kuintip salah satu kulakannya berupa jaket kulit yang sudah 95% kulitnya mengelupas , pasti dipungut dari pembuangan sampah.
Di dalam mobil dia bercerita, tentang anak-anak tetangga yang dulu pernah disekolahkannya. Bayangkan , dia sendiri hidup dalam kesederhanaan, masih bisa berbuat kebaikan seperti itu.
"Nandur bakal cukul, nek nandure apik yo cukul apik", katanya. Maksudnya , kalau kita menanam kebaikan, yang tumbuh juga kebaikan. Aku mendengarkan mbah Man bercerita sambil memperhatikan bajunya yang amat lusuh, kumal dan kotor , tas cangklongnya yang sudah sobek di sana sini ... tak bisa kutahan , mataku mbrebes mili.
Tanduran itu cukul (tanaman itu tumbuh) sekarang, ketika sudah tua dan sendirian, banyak yang menolongnya , sampai kopi dan makanan saat di 'lapak' pun dia tidak pernah beli , ada saja yang ngasih. Ketika 3 tahun lalu rumahnya yang di bantaran kali kena gusur , ada tetangga yang baik hati yang memberi dia tumpangan. Padahal si tetangga juga dalam kondisi yang amat sangat sederhana , masih mau berbagi. Sungguh kisah mengharukan dari orang-orang kecil.
Setelah menyerahkan bantuan dari Kuliner Kasih, akupun berjalan ke tempat mbah Man tinggal. Jalan yang menurun dan sempit , di sebelah sungai yang penuh sampah, disitulah berderet rumah-rumah yang kecil dan sederhana , padat dan berdesakan.
"Itu kan cuma dapur mas, bukan rumah tinggal", kataku ketika suamiku menunjuk sebuah 'rumah banner' yang amat kecil.
"Itu rumah tinggal dik ". Lalu kulihat seorang ibu menggendong anaknya keluar.
Ibu itu tinggal disitu bersama suami dan 5 orang anaknya, yang 3 bersekolah, suaminya bekerja serabutan, kalau tidak ada kerjaan dia jualan stiker di lampu merah lapangan Rampal. Rumah bannernya lebih tepat disebut kamar banner, karena hanya seluas kamar yang dibagi jadi dapur super kecil dan tempat tidur ngepres yang hanya beralaskan banner (tidak ada kasur). Ditinggali oleh 7 orang ! Oh ....
Tak lama kemudian, ada seorang ibu membawa baki berisi bungkusan, kukira nasi bungkus, ternyata isinya mie yang dijual 2500 / bungkus .Harganya membuatku heran , murah sekali , tapi memang porsinya kecil banget . Aku borong untuk dibagi ke anak-anak yang bermain disana, mereka senang sekali. Suami ibu yang berjualan itu juga pedagang rosokan di 'kompleks' mbah Man jualan.
Aku sempat menengok sepasang kakek nenek yang tinggal cuma berdua, dan si kakek sedang sakit parah. Sempat mampir mengunjungi ibu yang memberi tumpangan ke mbah Man. Rumah yang kecil sekali, ruang tamu yang kecil tapi isinya kasur tempat ibu itu tidur , dia mengalah tidur di ruang tamu karena kamarnya sendiri ditempati mbah Man, sedang anaknya tidur di kamar belakang , ukuran kamarnya kecil-kecil juga, di depan kamar belakang ada dapur kecil yang lebarnya ngepres kompor .
Dalam kesederhanaan , mereka tetap bisa berbagi. Bagaimana dengan kita yang dikaruniai hidup berkelimpahan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar