Malam aku bangun, hening, saat yang tepat untuk bermunajat . Akupun mengambil air wudhu dan melakukan shalat tahajud 2 rekaat. Tapi apa yang terjadi dengan shalatku ? Hmmm ..... aku memikirkan tukang yang belum aku hubungi untuk bedah rumah, memikirkan pekerjaan karyawan yang belum beres padahal sudah mendekati janji selesai ..... Pikiran-pikiran itu mengendalikan diriku , shalatku gagal khusyu' walau sudah berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran itu . Akupun terduduk dan berdzikir saja, mengupayakan keheningan.
Hening ... dalam heningnya malam, hanya suara detak jam dan suara jangkrik dan tokek dari kejauhan , ternyata tidak membuat jiwaku hening, karena pikiran yang ramai.
Bila keheningan suasana tidak mampu meredam hiruk pikuknya pikiran, apalagikah dengan keramaian ? Padahal jiwa memerlukan keheningan untuk bisa menangkap pesan Allah, petunjukNya, ungkapan kasihNya.
Bisa merasa hening dalam keheningan , itu memerlukan kesadaran dan latihan. Melatih diri meredam gejolak pikiran, awalnya musti menyadari bahwa bukan kita yang mengendalikan segala yang terjadi, dan selanjutnya ikhlas dengan segala yang terjadi, seperti membiarkan air mengalir , atau membiarkan tukang odong odong lewat ... hmmm ....
Latihan hening, lalu dilanjut dengan menghubungkan hati dengan Allah dan dilakukan kapan saja , saat duduk, berbaring, berdiri, sampai dalam beraktifitaspun. Menonaktifkan pikiran dan mengaktifkan hati. Kukira inilah maknanya orang yang banyak mengingat Allah adalah orang yang beruntung.
Hening juga memerlukan bening, bersihnya pikiran dan hati dari hal-hal yang mengotorinya, mensucikannya dengan beristighfar memohon ampun kepada Allah, banyak banyak memaafkan orang lain tanpa mereka minta, dan berbuat baik dengan memberi sebanyak mungkin.
Berwudhu dan menjaga diri untuk selalu dalam keadaan berwudhu (suci), amat membantu dalam proses hening dan bening. Walau ini sulit buatku yang ... ehm ... ngentutan .. (jangan ketawa dong), tapi aku ingin mencobanya dan mencobanya. Bismillah.
Hening dan bening , seperti sebuah kolam jernih di tengah hutan yang indah , menciptakan keindahan dari hati yang merefleksi di kehidupan nyata .
Hening ... dalam heningnya malam, hanya suara detak jam dan suara jangkrik dan tokek dari kejauhan , ternyata tidak membuat jiwaku hening, karena pikiran yang ramai.
Bila keheningan suasana tidak mampu meredam hiruk pikuknya pikiran, apalagikah dengan keramaian ? Padahal jiwa memerlukan keheningan untuk bisa menangkap pesan Allah, petunjukNya, ungkapan kasihNya.
Bisa merasa hening dalam keheningan , itu memerlukan kesadaran dan latihan. Melatih diri meredam gejolak pikiran, awalnya musti menyadari bahwa bukan kita yang mengendalikan segala yang terjadi, dan selanjutnya ikhlas dengan segala yang terjadi, seperti membiarkan air mengalir , atau membiarkan tukang odong odong lewat ... hmmm ....
Latihan hening, lalu dilanjut dengan menghubungkan hati dengan Allah dan dilakukan kapan saja , saat duduk, berbaring, berdiri, sampai dalam beraktifitaspun. Menonaktifkan pikiran dan mengaktifkan hati. Kukira inilah maknanya orang yang banyak mengingat Allah adalah orang yang beruntung.
Hening juga memerlukan bening, bersihnya pikiran dan hati dari hal-hal yang mengotorinya, mensucikannya dengan beristighfar memohon ampun kepada Allah, banyak banyak memaafkan orang lain tanpa mereka minta, dan berbuat baik dengan memberi sebanyak mungkin.
Berwudhu dan menjaga diri untuk selalu dalam keadaan berwudhu (suci), amat membantu dalam proses hening dan bening. Walau ini sulit buatku yang ... ehm ... ngentutan .. (jangan ketawa dong), tapi aku ingin mencobanya dan mencobanya. Bismillah.
Hening dan bening , seperti sebuah kolam jernih di tengah hutan yang indah , menciptakan keindahan dari hati yang merefleksi di kehidupan nyata .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar