Suatu hari aku melintasi sebuah rumah yang masih gress. Rumah itu besar, megah, bagus, dan tentunya kuat bangunannya.
Rumah itu milik sepasang suami istri dengan seorang anak.
Menurutku rumah sebesar itu pantasnya dihuni oleh pasangan dengan lima atau tujuh anak dengan dua orang pembantu.
Dunia ini tipu daya dan senda gurau, begitulah yang sering kubaca di kitab suci.
Tipuannya jelas sekali, nyata sekali, bahkan setiap orang setiap hari menyaksikannya.
Manusia baru tersadarkan saat dunia itu Allah ambil darinya, atau dirinya yang Allah ambil dari dunia.
Setiap hari kita saksikan manusia bekerja di berbagai lapangan pekerjaan. Manusia yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, menjadikannya tak begitu pilih-pilih pekerjaan, yang penting menghasilkan uang banyak. Apakah Allah ridha dengan pekerjaannya menjadi hal yang tidak penting. Halal atau haramkah pekerjaan yang dilakukannya juga menjadi hal yang tak dia pedulikan lagi.
Bahkan seorang muslim yang baikpun masih bisa tertipu. Contohnya seorang muslim yang bekerja di perusahaan yang prinsipnya tidak islami, mungkin tidak islaminya dalam sitem atau berupa peraturan yang menyulitkan orang beribadah dan menutup aurat.
Banyak lapangan pekerjaan yang kelihatannya sah-sah saja padahal meragukan, yang jelas-jelas haram menjadi remang-remang, seperti bekerja di bank konvensional, di koperasi simpan pinjam dan semacamnya.
Orang yang bekerja di pekerjaan yang haram sama capeknya dengan orang yang bekerja di pekerjaan yang halal. Hasilnya secara kasat mata mungkin bisa sama atau berbeda, tapi perbedaan yang nyata adalah dalam hal keabadian, karena hal yang haram tidak akan abadi, hanya bisa dinikmati di dunia ini, malah kelak di akhirat akan menyiksanya....
Orang yang bekerja di perdagangan jual beli yang halalpun masih diuji Allah, mungkin dalam hal kejujurannya, juga kesabaran dan keikhlasannya.
Semasih kecil aku sering disuruh ibu ke pasar dan aku selalu belanja di toko bu S yang ramai pembeli karena harganya murah. Tak tahunya, bu S bisa menjual dengan harga murah karena timbangannya dikurangi, kutahu karena pernah sepulang belanja nenekku menimbang ulang hasil belanjaanku menggunakan timbangan kue yang ada di rumah. Pantas saja....
Bu S sebenarnya sedang tertipu, dikiranya toko yang laris dan keuntungan yang banyak akan memberikannya kebahagiaan. Lupa bahwa Allahlah pemberi rejeki, bila Allah berkehendak melenyapkan segala keuntungan yang dia peroleh, itu mudah saja.
Seorang karyawan yang bekerja di 'perusahaan halal'pun bisa terjebak dalam korupsi kecil tapi sering, ya korupsi waktu, atau sekedar membawa pulang bolpoint inventaris kantor. Hati-hati, biarpun kecil, mencuri ya tetap saja mencuri dan ada balasannya.
Pernah saat aku pameran di Jakarta, seorang famili yang amat baik membantuku berjualan. Ketika seorang pengunjung menawar sebuah barang , dia bilang begini :"Gak boleh bu kalau seratus lima puluh ribu, barusan ditawar dua ratus ribu gak boleh. Pasnya duaratus limapuluh ribu". Padahal sebelumnya tidak ada orang yang menawar.... Setelah calon pembeli itu pergi, akupun menegurnya :"Gak boleh bohong lo, bikin gak berkah". Dia tertawa dan merasa tidak bersalah !
Menekuni pekerjaan yang halal dan melakukannya dengan cara yang baik dan lurus diatas aturan Allah, kedengarannya merepotkan. Tapi tahukah bahwa melakukan hal yang harampun cukup merepotkan.
Perbedaannya, pekerjaan halal dan baik hanya membuat kita repot di dunia ini saja, sedang di akhirat nanti pekerjaan kita menjadi amal saleh yang menemani kita. Sedangkan pekerjaan haram akan terus membuat kita repot sampai ke akhirat nanti. Pilih yang mana???
Jangan ragu untuk berhijrah dari pekerjaan yang Allah tidak ridha menuju pekerjaan yang Allah ridha. Jangan takut miskin atau takut tidak memperoleh pekerjaan halal. Bukankah Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi Rejeki.
Jangan sia-siakan kesempatan yang berupa umur dan waktu yang masih Allah beri, untuk memperbaiki semua hal. Allahlah Penolong yang terpercaya.
Rumah itu milik sepasang suami istri dengan seorang anak.
Menurutku rumah sebesar itu pantasnya dihuni oleh pasangan dengan lima atau tujuh anak dengan dua orang pembantu.
Sayangnya rumah itu dibangun dari uang hasil riba. Tinggal di rumah yang dibangun dengan pendapatan yang diharamkan Allah, bagaikan tinggal di bangunan yang rapuh. Bangunannya bisa runtuh dan menyengsarakan kita, bahkan membinasakan kita.
Ada berita terkini tentang seorang jendral yang 6 rumah mewahnya disita KPK. Ini adalah contoh nyata bahwa membangun sesuatu dari yang haram itu hanya membawa kesengsaraan.
Ada berita terkini tentang seorang jendral yang 6 rumah mewahnya disita KPK. Ini adalah contoh nyata bahwa membangun sesuatu dari yang haram itu hanya membawa kesengsaraan.
Dunia ini tipu daya dan senda gurau, begitulah yang sering kubaca di kitab suci.
Tipuannya jelas sekali, nyata sekali, bahkan setiap orang setiap hari menyaksikannya.
Manusia baru tersadarkan saat dunia itu Allah ambil darinya, atau dirinya yang Allah ambil dari dunia.
Setiap hari kita saksikan manusia bekerja di berbagai lapangan pekerjaan. Manusia yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, menjadikannya tak begitu pilih-pilih pekerjaan, yang penting menghasilkan uang banyak. Apakah Allah ridha dengan pekerjaannya menjadi hal yang tidak penting. Halal atau haramkah pekerjaan yang dilakukannya juga menjadi hal yang tak dia pedulikan lagi.
Bahkan seorang muslim yang baikpun masih bisa tertipu. Contohnya seorang muslim yang bekerja di perusahaan yang prinsipnya tidak islami, mungkin tidak islaminya dalam sitem atau berupa peraturan yang menyulitkan orang beribadah dan menutup aurat.
Banyak lapangan pekerjaan yang kelihatannya sah-sah saja padahal meragukan, yang jelas-jelas haram menjadi remang-remang, seperti bekerja di bank konvensional, di koperasi simpan pinjam dan semacamnya.
Orang yang bekerja di pekerjaan yang haram sama capeknya dengan orang yang bekerja di pekerjaan yang halal. Hasilnya secara kasat mata mungkin bisa sama atau berbeda, tapi perbedaan yang nyata adalah dalam hal keabadian, karena hal yang haram tidak akan abadi, hanya bisa dinikmati di dunia ini, malah kelak di akhirat akan menyiksanya....
Orang yang bekerja di perdagangan jual beli yang halalpun masih diuji Allah, mungkin dalam hal kejujurannya, juga kesabaran dan keikhlasannya.
Semasih kecil aku sering disuruh ibu ke pasar dan aku selalu belanja di toko bu S yang ramai pembeli karena harganya murah. Tak tahunya, bu S bisa menjual dengan harga murah karena timbangannya dikurangi, kutahu karena pernah sepulang belanja nenekku menimbang ulang hasil belanjaanku menggunakan timbangan kue yang ada di rumah. Pantas saja....
Bu S sebenarnya sedang tertipu, dikiranya toko yang laris dan keuntungan yang banyak akan memberikannya kebahagiaan. Lupa bahwa Allahlah pemberi rejeki, bila Allah berkehendak melenyapkan segala keuntungan yang dia peroleh, itu mudah saja.
Seorang karyawan yang bekerja di 'perusahaan halal'pun bisa terjebak dalam korupsi kecil tapi sering, ya korupsi waktu, atau sekedar membawa pulang bolpoint inventaris kantor. Hati-hati, biarpun kecil, mencuri ya tetap saja mencuri dan ada balasannya.
Pernah saat aku pameran di Jakarta, seorang famili yang amat baik membantuku berjualan. Ketika seorang pengunjung menawar sebuah barang , dia bilang begini :"Gak boleh bu kalau seratus lima puluh ribu, barusan ditawar dua ratus ribu gak boleh. Pasnya duaratus limapuluh ribu". Padahal sebelumnya tidak ada orang yang menawar.... Setelah calon pembeli itu pergi, akupun menegurnya :"Gak boleh bohong lo, bikin gak berkah". Dia tertawa dan merasa tidak bersalah !
Menekuni pekerjaan yang halal dan melakukannya dengan cara yang baik dan lurus diatas aturan Allah, kedengarannya merepotkan. Tapi tahukah bahwa melakukan hal yang harampun cukup merepotkan.
Perbedaannya, pekerjaan halal dan baik hanya membuat kita repot di dunia ini saja, sedang di akhirat nanti pekerjaan kita menjadi amal saleh yang menemani kita. Sedangkan pekerjaan haram akan terus membuat kita repot sampai ke akhirat nanti. Pilih yang mana???
Jangan ragu untuk berhijrah dari pekerjaan yang Allah tidak ridha menuju pekerjaan yang Allah ridha. Jangan takut miskin atau takut tidak memperoleh pekerjaan halal. Bukankah Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi Rejeki.
Jangan sia-siakan kesempatan yang berupa umur dan waktu yang masih Allah beri, untuk memperbaiki semua hal. Allahlah Penolong yang terpercaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar