Ini hari terakhir karyawan masuk di bulan ramadhan tahun ini. Sore ustadz Virien memberi pembekalan ruhani ke karyawan, di akhir sesi beliau bertanya kepada mereka.
"Siapa yang sudah merasa bahagia hidupnya ? Ayo ngacung yang tinggi !". Beberapa karyawan mengacungkan tangannya, ustadz menghitung lebih dari separuh.
"Yang merasa belum bahagia ?", tanya ustadz lagi, sedikit malu-malu diantara mereka mengangkat tangan.
"Nah, sekarang coba katakan alasannya, mengapa bahagia dan mengapa tidak". Ustadz menunjuk mereka satu persatu untuk mengungkapkan alasannya.
Ada yang merasa bahagia karena rumah tangganya tidak bermasalah, ada yang karena sudah punya pacar, ada yang karena sekeluarga sehat semua, ada yang karena merasa tercukupi semua materi yang dia butuhkan, ada yang merasa bahagia karena sebentar lagi hari raya, dan banyak lagi.
Sebelum lanjut membaca tulisanku, giliran aku yang bertanya kepada para pembacaku sayang, apakah sudah merasa bahagia ? dan kenapa merasa bahagia ? Temukan jawabannya dulu di hati ya, boleh di tulis di lembar jawaban yang tersedia ( .... memangnya ujian kenaikan kelas ? hahaha).
Sudah ? bila sudah , mari simak komentar ustadz Virien atas jawaban mereka.
"Semua yang kalian sebutkan tadi, sifatnya masih sesuatu yang tidak sengaja , maksudnya kalian bahagia karena pas sehat, pas punya pacar , pas tidak ada masalah keluarga. Kebahagiaan kalian tergantung dari hal-hal di luar diri yang bila semua itu hilang, bisa membuat kalian tidak bahagia ".
"Kebahagiaan itu ada yang terjadi dengan tanpa sengaja, dan ada yang diciptakan dengan sengaja. Kebahagiaan yang disengaja inilah yang sifatnya lebih permanen ", begitu penjelasan ustadz.
"Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara menciptakan kebahagiaan dengan sengaja ? Ada yang bisa menjawab ?".
Hening, tidak ada yang menjawab.
"Bersyukur", aku nyelutuk.
"Yak, bersyukur , memahami, ikhlas, dan sifat-sifat positif lainnya".
Pertanyaanku sekarang untukku sendiri dan untuk kalian :"Sudahkah kita menyengaja kebahagiaan ?
"Siapa yang sudah merasa bahagia hidupnya ? Ayo ngacung yang tinggi !". Beberapa karyawan mengacungkan tangannya, ustadz menghitung lebih dari separuh.
"Yang merasa belum bahagia ?", tanya ustadz lagi, sedikit malu-malu diantara mereka mengangkat tangan.
"Nah, sekarang coba katakan alasannya, mengapa bahagia dan mengapa tidak". Ustadz menunjuk mereka satu persatu untuk mengungkapkan alasannya.
Ada yang merasa bahagia karena rumah tangganya tidak bermasalah, ada yang karena sudah punya pacar, ada yang karena sekeluarga sehat semua, ada yang karena merasa tercukupi semua materi yang dia butuhkan, ada yang merasa bahagia karena sebentar lagi hari raya, dan banyak lagi.
Sebelum lanjut membaca tulisanku, giliran aku yang bertanya kepada para pembacaku sayang, apakah sudah merasa bahagia ? dan kenapa merasa bahagia ? Temukan jawabannya dulu di hati ya, boleh di tulis di lembar jawaban yang tersedia ( .... memangnya ujian kenaikan kelas ? hahaha).
Sudah ? bila sudah , mari simak komentar ustadz Virien atas jawaban mereka.
"Semua yang kalian sebutkan tadi, sifatnya masih sesuatu yang tidak sengaja , maksudnya kalian bahagia karena pas sehat, pas punya pacar , pas tidak ada masalah keluarga. Kebahagiaan kalian tergantung dari hal-hal di luar diri yang bila semua itu hilang, bisa membuat kalian tidak bahagia ".
"Kebahagiaan itu ada yang terjadi dengan tanpa sengaja, dan ada yang diciptakan dengan sengaja. Kebahagiaan yang disengaja inilah yang sifatnya lebih permanen ", begitu penjelasan ustadz.
"Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara menciptakan kebahagiaan dengan sengaja ? Ada yang bisa menjawab ?".
Hening, tidak ada yang menjawab.
"Bersyukur", aku nyelutuk.
"Yak, bersyukur , memahami, ikhlas, dan sifat-sifat positif lainnya".
Pertanyaanku sekarang untukku sendiri dan untuk kalian :"Sudahkah kita menyengaja kebahagiaan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar