Tuhan Sebagaimana Tuhan
#innuriinspirasi
Pagi yang luar biasa di kesunyian rumahku di Graha Bandara. Untuk pertama kalinya aku lakukan meditasi ala Vipassana, meditasi duduk dan jalan berselang seling setelah shalat subuh sampai jam 6 pagi. Sebelumnya aku hanya melakukan salah satunya saja, itupun hanya 15 - 30 menit saja.
Pagi ini aku merasakan kesadaran yang susah diungkapkan dengan kata-kata. Walau susah, aku akan coba jelaskan.
Semula niatku untuk meditasi di akhir malam, tapi rupanya aku terbangun ketika menjelang subuh. Jadi di tengah meditasi, aku mendengar suara adzan, saat itulah aku musti mencatat hal ini di dalam hatiku dengan catatan "mendengar". Spontan hatiku terbawa dalam kesyukuran yang dalam akan 'pendengaran'. Ingatanku langsung tertuju pada kalimat di Al Qur'an, bahwa Allah menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati, tapi sedikit sekali yang bersyukur. Pagi ini aku terbawa dalam rasa syukur akan pendengaran, dalamnya rasa syukur itu susah dilukiskan, hanya dengan mengalaminya saja bisa memahami betapa dalamnya.
Aku berhenti untuk shalat subuh dan merebus air minum. Saat menunggu air minum mendidih itulah aku melakukan meditasi jalan. Kali ini aku merasakan bumi dengan gaya tariknya, bukan hanya bisa menarik fisik kita untuk tetap berada di atasnya, tapi gaya tarik bumi ini bisa menarik hal negatif dalam diri kita bila kita bersedia dibersihkan. Cara 'bersedia'nya hanya dengan terfokus pada langkah, hanya ini caranya dan jangan memikirkan. Pikiran terfokus pada langkah. Hatiku sendiri melihat dalam diriku ada bulatan hitam, tapi aku abaikan saja, terus fokus pada langkah.
Aku mematikan api ketika air sudah mendidih. Lalu lanjut meditasi duduk dan fokus pada nafas, kali ini hatiku malah melihat bagian hitam dari diriku, lebih gede dari bulatan hitam itu, hampir membentuk sosok. Aku abaikan dan tetap fokus pada nafas. Ketika kaki sudah merasa kesemutan, aku bangkit untuk melakukan meditasi jalan.
Pikiran terfokus lagi pada langkah kaki. Ketika terjadi pertemuan antara pikiran dan langkah kaki inilah, kesadaran baru terbangkitkan. Ternyata selama ini pikiranku belum sepenuhnya bersujud kepadaNya. Maka aku lanjutkan meditasi jalan dengan pikiran sudah 'berada' di kaki di atas bumi, tertunduk dan bersujud. Rasa haru luar biasa sambil terus melakukan meditasi jalan.
Lanjut meditasi duduk lagi, kembali konsentrasi ke nafas, mengembang dan mengempisnya perut. Mengamati yang terjadi pada diri, mencatat dan membiarkan ... agar bisa kembali konsentrasi di nafas. Saat inilah aku sadari ternyata kita selama ini "menemui" Tuhan yang kita ciptakan sendiri di pikiran kita. Dengan konsentrasi pada nafas, maka tercerabut semua konsep di pikiran tentang Tuhan. Disinilah Tuhan menghadirkan DiriNya sebagaimana adanya. Bertemu Tuhan dengan kehilangan semua konsep tentang Tuhan ... membiarkan Dia memperkenalkan DiriNya pada kita versi Dia sendiri. Bagaimana melukiskan ini ... tidak bisa!!! ... kata-kata tidak cukup. Hanya air mata yang mengalir.
Dalam ajaran agama sifat-sifat Tuhan itu disebut dengan disertai kata Maha: Maha Kasih, Maha Kuasa ... nah, kata Maha ini adalah tak terdefinisikan, tak terjangkau pikiran. Hanya bisa dirasakan di hati, kecintaan dan kerinduan pada Tuhan mengembang di hati ketika kita mengijinkan Dia hadir versi Dia sendiri, bukan versi pikiran kita. Bahkan selama ini kita telah "merendahkan" Tuhan dengan memenjarakanNya di pikiran kita. Selubung di pikiran kita itu harus dilepas untuk melihat Tuhan sebagaimana adanya.
Makanya ketika Sidharta Gautama ditanya tentang Tuhan, beliau hanya diam. Ternyata diamnya beliau ini mengandung berjuta makna, seolah berkata, bahwa kata-kata tidak bisa mewakili Tuhan atau sifat Tuhan, temuilah Dia sendiri dan biarkan Dia menerangkan DiriNya sendiri kepadamu.
Aku mengakhiri meditasiku dengan berurai air mata. Dan walau sudah tak peduli dengan hitam-hitam yang tadi sempat aku lihat, aku bisa melihat bagian diriku yang hitam itu sudah lenyap, diriku tercerahkan!
Terimakasih Tuhan, Engkaulah yang selama ini aku panggil dengan "Allah", Allahku yang aku rindui dan aku cintai amat sangat.
#innuriinspirasi
Pagi yang luar biasa di kesunyian rumahku di Graha Bandara. Untuk pertama kalinya aku lakukan meditasi ala Vipassana, meditasi duduk dan jalan berselang seling setelah shalat subuh sampai jam 6 pagi. Sebelumnya aku hanya melakukan salah satunya saja, itupun hanya 15 - 30 menit saja.
Pagi ini aku merasakan kesadaran yang susah diungkapkan dengan kata-kata. Walau susah, aku akan coba jelaskan.
Semula niatku untuk meditasi di akhir malam, tapi rupanya aku terbangun ketika menjelang subuh. Jadi di tengah meditasi, aku mendengar suara adzan, saat itulah aku musti mencatat hal ini di dalam hatiku dengan catatan "mendengar". Spontan hatiku terbawa dalam kesyukuran yang dalam akan 'pendengaran'. Ingatanku langsung tertuju pada kalimat di Al Qur'an, bahwa Allah menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati, tapi sedikit sekali yang bersyukur. Pagi ini aku terbawa dalam rasa syukur akan pendengaran, dalamnya rasa syukur itu susah dilukiskan, hanya dengan mengalaminya saja bisa memahami betapa dalamnya.
Aku berhenti untuk shalat subuh dan merebus air minum. Saat menunggu air minum mendidih itulah aku melakukan meditasi jalan. Kali ini aku merasakan bumi dengan gaya tariknya, bukan hanya bisa menarik fisik kita untuk tetap berada di atasnya, tapi gaya tarik bumi ini bisa menarik hal negatif dalam diri kita bila kita bersedia dibersihkan. Cara 'bersedia'nya hanya dengan terfokus pada langkah, hanya ini caranya dan jangan memikirkan. Pikiran terfokus pada langkah. Hatiku sendiri melihat dalam diriku ada bulatan hitam, tapi aku abaikan saja, terus fokus pada langkah.
Aku mematikan api ketika air sudah mendidih. Lalu lanjut meditasi duduk dan fokus pada nafas, kali ini hatiku malah melihat bagian hitam dari diriku, lebih gede dari bulatan hitam itu, hampir membentuk sosok. Aku abaikan dan tetap fokus pada nafas. Ketika kaki sudah merasa kesemutan, aku bangkit untuk melakukan meditasi jalan.
Pikiran terfokus lagi pada langkah kaki. Ketika terjadi pertemuan antara pikiran dan langkah kaki inilah, kesadaran baru terbangkitkan. Ternyata selama ini pikiranku belum sepenuhnya bersujud kepadaNya. Maka aku lanjutkan meditasi jalan dengan pikiran sudah 'berada' di kaki di atas bumi, tertunduk dan bersujud. Rasa haru luar biasa sambil terus melakukan meditasi jalan.
Lanjut meditasi duduk lagi, kembali konsentrasi ke nafas, mengembang dan mengempisnya perut. Mengamati yang terjadi pada diri, mencatat dan membiarkan ... agar bisa kembali konsentrasi di nafas. Saat inilah aku sadari ternyata kita selama ini "menemui" Tuhan yang kita ciptakan sendiri di pikiran kita. Dengan konsentrasi pada nafas, maka tercerabut semua konsep di pikiran tentang Tuhan. Disinilah Tuhan menghadirkan DiriNya sebagaimana adanya. Bertemu Tuhan dengan kehilangan semua konsep tentang Tuhan ... membiarkan Dia memperkenalkan DiriNya pada kita versi Dia sendiri. Bagaimana melukiskan ini ... tidak bisa!!! ... kata-kata tidak cukup. Hanya air mata yang mengalir.
Dalam ajaran agama sifat-sifat Tuhan itu disebut dengan disertai kata Maha: Maha Kasih, Maha Kuasa ... nah, kata Maha ini adalah tak terdefinisikan, tak terjangkau pikiran. Hanya bisa dirasakan di hati, kecintaan dan kerinduan pada Tuhan mengembang di hati ketika kita mengijinkan Dia hadir versi Dia sendiri, bukan versi pikiran kita. Bahkan selama ini kita telah "merendahkan" Tuhan dengan memenjarakanNya di pikiran kita. Selubung di pikiran kita itu harus dilepas untuk melihat Tuhan sebagaimana adanya.
Makanya ketika Sidharta Gautama ditanya tentang Tuhan, beliau hanya diam. Ternyata diamnya beliau ini mengandung berjuta makna, seolah berkata, bahwa kata-kata tidak bisa mewakili Tuhan atau sifat Tuhan, temuilah Dia sendiri dan biarkan Dia menerangkan DiriNya sendiri kepadamu.
Aku mengakhiri meditasiku dengan berurai air mata. Dan walau sudah tak peduli dengan hitam-hitam yang tadi sempat aku lihat, aku bisa melihat bagian diriku yang hitam itu sudah lenyap, diriku tercerahkan!
Terimakasih Tuhan, Engkaulah yang selama ini aku panggil dengan "Allah", Allahku yang aku rindui dan aku cintai amat sangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar