Aku punya langganan nasi pecel, penjualnya seorang ibu yang sudah berumur tapi masih cantik, sudah banyak cucu, masih tetangga juga sih. Yang aku sukai dari ibu ini adalah dia tidak suka menggunjing. Saat bertemu dia, pembicaraan kami hanyalah yang baik-baik saja. Saat sepi pembeli ibu ini suka membaca koran.
Akupun punya inisiatif meminjami si ibu bacaan yang lebih bermanfaat dibandingkan koran. Aku pinjami beliau buku favoritku Quantum Ikhlas jilid I. Setelah beliau menyelesaikan jilid I, kupinjami lagi yang jillid II.
Kemarin beliau mengembalikan buku itu, lalu bilang :" Enak memang kalau bisa ikhlas, tapi kadang-kadang mengeluh juga, maklum kita kan masih manusia".
Beberapa waktu lalu, seorang sahabatku bilang : "Resep kamu untuk selalu memaafkan dan mendoakan orang yang telah mendholimi kita itu aneh, banyak yang ngetawain, kata teman-temanku ... itu sih bukan manusia, tapi malaikat".
Hmm, memangnya menjadi malaikat itu tidak enak? Apalagi menjadi manusia yang seperti malaikat...aku membayangkannya enaaak banget tuh!!
Coba pikir, malaikat itu ga usah cari uang, ga usah cari makan, ga pakai sekolah tapi langsung bisa memahami semua kebijaksanaan Allah, ga pakai berperang melawan syetan dan hawa nafsu langsung tunduk patuh pada Allah, seluruh kebutuhannya terpenuhi oleh Allah, ga pakai pusing, ga pakai dimarahi boss atau pelanggan, ga pakai capek.
Kalau manusia dikombinasikan dengan malaikat itu berarti, dia terpenuhi kebutuhannya oleh Allah, bisa makan enak, bisa tidur nyaman tapi ga pakai pusing atau capek, isinya cuman bersyukur, senang, bahagia...... Siapa mau????
Pernah kubaca tentang malaikat, ada yang selalu ruku dan sujud kepada Allah sepanjang dia diciptakan. Aku bandingkan dengan diriku sendiri, saat sedang khusyu'-khusyu'nya beribadah dan sedang cinta-cintanya pada Allah, ruku dan sujud itu rasanya nikmat banget, sholat menjadi sesuatu yang teramat indah dan manis. Rasanya ingin sholat seribu rekaat.... Jadi kupikir, malaikat yang selalu ruku dan sujud itu adalah malaikat yang di hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan mereka melakukannya dengan amat sangat bahagia. Tidakkan kita iri kepada mereka?
Coba sejenak kita renungkan, pernahkah kita merasa marah, jengkel, takut, iri, dengki, cemburu, khawatir? Hmmm, bahagiakah kita dengan semua rasa itu? Tidak enak pasti, karena semua itu nafsu yang disponsori syetan. Bila semua itu tidak enak dan tidak membuat bahagia, kenapa tidak dibuang saja? Ataukah kita tetap memilih berjalan diatas rel nafsu dan syetan sepanjang hidup ini? yang berarti menderita terus dan menutup diri untuk sebahagia malaikat?
Ayolah sahabat, ambil keputusan yang cerdas. Marilah kita nikmati seni sebagai manusia, dan memanfaatkan peluang kita untuk semulia malaikat. Jangan pelihara segala perasaan negatif, yang membuat kita tidak bahagia. Bukalah pintu kehidupan yang indah dan mulia, dengan mensetting hati kita untuk ikhlas, memaafkan, mencintai, tunduk patuh kepada Allah. Berilah kesempatan kepada diri kita untuk menikmati kebahagiaan dan merasakan enaknya sebahagia malaikat.....
sebuah postingan yang luar biasa dan menarik, jarang saya temui postingan begini
BalasHapusMakasih kak sudah mampir, semoga bermanfaat.
Hapus