Pulang dari 'my long journey' keliling jawa timur memberi pelatihan melukis kain.
Seharian aku sudah 'menebus' jadwal tidurku dengan pulas sepanjang hari, tak ada yang berani mengganggu gugat.. hehehe. Bangun tidur di sore ini sudah lebih segar, pegal-pegal dan pusing hilang sudah, trimakasih ya Allah.
Pelatihan terakhirku di bulan april ini di kabupaten Sumenep, ujung timur Madura, jauhnya..... padahal sehari sebelumnya aku memberi pelatihan di Lumajang. Biarpun jauh tapi aku senang, lagipula aku tertidur hampir di sepanjang perjalanan, membuatku tak begitu merasakan lamanya perjalanan. Bila dihitung hitung, dari Lumajang ke Malang 4 jam, dari Malang ke Surabaya 2,5 jam, dari Surabaya ke Sumenep 4,5 jam, Alhamdulillah Allah memberikanku kesehatan hingga tuntas semua tugas yang harus kukerjakan.
Antusias peserta di Sumenep membuatku melupakan lelah dan jauhnya rute yang kutempuh, aku dihadapkan pada beragam latar belakang peserta kali ini. Ada pengusaha kecil, ibu rumah tangga, pelukis, dan sebagian (maaf) pengangguran. Ada seorang peserta yang membuatku terkaget-kaget dan tertawa-tawa, sekaligus mampu membuatku bak menjadi seorang wartawati yang pintar menginvestigasi nara sumber..... Hahaha, benar-benar lucu, disini aku yang nara sumber loh, kok jadi gini... tapi kejadiannya pada waktu istirahat kok.
Namanya bu Farida. Pertama aku melihat dia melukis, warna yang dia pilih membuatku tersenyum... tapi dia bisa menerangkan alasannya memilih warna-warna itu dengan begitu percaya diri, membuat senyumku semakin melebar... Bagaimana tidak? dia memilih warna biru tua untuk bunganya, daunnya hijau tua dan ada sedikit warna merah di bunga kecil. Bahkan bapak-bapak dari dinas koperasi yang mendampingi kamipun tertawa, karena lebih mirip gambar anak TK...hehehe.
" Beliau pengusaha assesoris bu Indah ", pak Junaedi dari dinas setempat memperkenalkan beliau padaku. Lalu bu Farida bercerita tentang produknya yang kutanggapi dengan penuh perhatian.
Bagi orang yang menilai orang lain dari 'tampak luarnya', benar-benar bisa terkecoh bila berhadapan dengan bu Farida yang lugu ini. Bagaimana tidak, beliau pengusaha asesoris tapi tidak modis sama sekali, ndesani banget.
Saat istrahat siang kami banyak ngobrol, akupun tahu dia seorang pengusaha assesoris yang sukses. Produknya telah diekspor ke luar negri lewat buyer yang berada di Bali. Pekerjanya tersebar se kawedanan, ada 600 an orang (woww!!!) yang mengambil pekerjaan merangkai manik-manik yang dikerjakan di rumah mereka masing-masing, lalu disetor kembali bila sudah selesai.
"Ibu ga pusing mengurus pegawai sebanyak itu?", tanyaku bak seorang reporter.
"Ini sudah ubanan saya bu Indah. Tapi mereka kan tidak seperti karyawan, yang ngambil kerjaan kan penanggungjawabnya, satu orang bertanggung jawab untuk kerjaan 50 orang, biar ga ruwet saya", bu Farida menjawab dengan logat madura yang kental sekali.
"Saya ini dulunya buta huruf bu Indah, baru lima tahun bisa membaca. Dulu suami saya narik becak, makan hari ini ya dicari hari ini. Sekarang Alhamdulillah...".
"Sudah bisa makan tiap hari ya bu ", kataku memotong kalimatnya. Dia tertawa dan meluncurlah cerita tentang kisah hidupnya.
"Saya juga tidak bisa dandan bu Indah, anak saya yang mengajari, biar ga malu-maluin", katanya.
Ternyata selain pernah buta huruf yang berarti tidak pernah sekolah dan tidak bisa dandan, bu Farida juga tidak pintar menghitung usianya..... (kalau menghitung uang sih dia bisa lebih cepat dari kalkulator katanya..hehehe)
"Saya ini sudah tua lo bu Indah, sudah limapuluh tahun. Anak saya saja umurnya dua puluh enam tahun. Dulu saya menikah umur sembilan tahun, punya anak umur tiga belas tahun", katanya menua-nuakan diri.
"Berarti usia bu Farida baru tiga puluh sembilan tahun dong bu, hayo, hitung deh..duapuluh enam ditambah tiga belas berapa?", kataku, kali ini lebih mirip guru SD.
Allah benar-benar Maha Kuasa atas hamba-hambaNya, Maha Misteri yang tak terjangkau pikiran. Bertemu bu Farida seperti bertemu dengan orang yang melanggar batas rasionalitas. Orang yang tidak bisa dandan tapi bisa merancang assesoris yang bisa diterima konsumen luar negri, bahkan orang yang tidak tahu teori warna tapi bisa mengombinasikan warna yang diterima pasar. Buta huruf yang tidak tahu ilmu manajemen tapi bisa mengelola 600 orang. Buta bahasa asing tapi bisa berkomunikasi dengan bahasa tarzan dengan buyer-buyernya. Sungguh membuatku tak bisa berpikir bagaimana hukum sebab akibat menjadi tak berlaku lagi.
"Apa tuh rahasianya bisa sukses begitu bu?", tanyaku akhirnya.
"Doa", katanya singkat, hanya satu kata, berlawanan dengan ceritanya yang panjang lebar. Kupikir semua orang juga berdoa, penasaran juga aku , doa yang bagaimana yang bisa memberi keajaiban seperti ini.
"Rahasia yang paling rahasia apa bu?", tanyaku menginvestigasi.
"Hmm.... saya tidurnya cuma satu dua jam saja tiap malam...", kata beliau.
Mungkin yang beliau maksud, beliau bertahajud dan berdoa sepanjang malam, hanya menyisakan waktu istirahat selama dua jam saja.
Masih banyak pertanyaan yang menggantung di pikiranku tentang wanita luar biasa ini, sayang waktu mengobrol dengannya tak cukup banyak.
Yang jelas, doa bisa menjadi senjata ampuh untuk menyelesaikan segala persoalan hidup, bahkan doa bisa mendobrak batas rasionalitas. Kekuatan doa sungguh luar biasa, ibarat bisa merubah yang hitam menjadi putih. Seorang papa menjadi kaya raya, seorang dengan banyak keterbatasan menjadi seorang dengan banyak kelebihan.
Moga tahajudku dan tahajudmu sahabat, adalah untuk mengabdi dan mendekatiNya, meraih ridha dan cintaNya. Selebihnya, kehidupan ini biarlah Dia berikan menurut kebijaksanaanNya. Berlimpahnya materi atau kesuksesan bukanlah patokan untuk mengukur cintaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar