Buka puasa kemarin sore, mas Hary -suamiku- memberiku kejutan. Dia pulang dari Surabaya membawa beberapa bungkus makanan, bertepatan saat menjelang maghrib dia muncul di depan pintu, Insan dan Alni menyambutnya dengan tertawa-tawa. Makanan yang dibawanya semuanya kesukaanku, ada urap-urap, oseng-oseng daun pepaya, botok, nasi jagung, masih ditambah sekilo ubi bakar cilembu dan risoles. Padahal bu Kot sudah bikin soto ayam kesukaan Alni dan kerupuk udang yang enak banget oleh-oleh muridku dari Sumenep, juga semangkuk besar es blewah.
Jadilah aku buka puasa kekenyangan, bahkan saat sahur masih terasa kenyang.... Dan makanan yang bejibun itu tentu saja tak sanggup kami habiskan, wong kami cuma berempat... 'Ending'nya bisa diduga deh, makanan-makanan itu akhirnya basi dan dibuang ke tempat sampah.... Duh, ampuni kami ya Allah...
Padahal aku tahu maksud mas Hary ingin menyenangkan istrinya yang cantik (..hehehe) dan anak-anak.
Mungkin ini gara-gara kurang komunikasi antaraku dengannya. Aku memang sengaja tidak mengistimewakan bulan puasa ini dalam hal makanan, semuanya biasa-biasa saja. Aku ingin lebih memahami makna puasa dan lebih menjalaninya dengan cara yang benar, menjauhkan diri dari hal yang mubadzir (mubadzir itu temannya syetan katanya) dalam hal makanan.
Tapi yang kulupa, aku tidak 'mensosialisasikan' programku ini pada suamiku tercinta. Jadi mungkin dia mikir begini, "Kok puasa kali ini gak kayak tahun kemarin ya? Biasanya istriku paling senang minta diantar ke jalan Sulfat atau depan Mendit untuk hunting makanan enak. Apa dia gak sempat ya? atau dia kecapean 'kali? Aaah, aku belikan saja makanan kesukaannya, pasti dia senang".
Ingin menyenangkan anak istri pasti tidak salah ya.Yang salah ya orang di penjara... hehehe.
Memang di Malang di bulan ramadhan ini banyak sekali orang menjual ta'jil dan lauk pauk di pinggir jalan, yang biasa jadi langgananku ya di Jl. Sulfat dan depan Mendit. Gak usah capek-capek memasak, hampir semua menu senusantara ada disini, mulai gudeg, pepes, ayam bakar, gurame bakar, sayur bening, es campur, otak-otak...... bejibun deh pokoknya....
Belakangan ini aku memang mau tobat, aku suka mengoreksi diri akan kebiasaan keluarga kecilku ini dalam hal berlebihan soal makanan dan jajan, dan sumber utamanya adalah aku (...duh malunya!!!) Aku ingin mengakhiri kebiasaan buruk ini. Bila dihitung pakai kalkulator (...hehehe) pemborosan-pemborosan yang telah kulakukan dalam soal makan ini, bila diakumulasikan dalam satu bulan, tentu banyak nilainya, dan mungkin sudah bisa disumbangkan untuk satu orang miskin sebulan`. Itu baru satu bulan, lha kalau satu tahun? sepuluh tahun? dua ratus ta......... hehehe. Trus, berapa banyak jumlah keluarga yang mempunyai kebiasaan sepertiku? Kalau semua serentak menghentikan kebiasaan borosnya, bisa membuat orang sedunia sejahtera semua.....
Selain mau tobat, aku juga suka bertanya-tanya, sebenarnya perlukah makan dengan konsep empat sehat lima sempurna? Apakah itu konsep yang Islami ?........ Seingatku dalam hal makan ajaran Islam mensyaratkan dua hal saja yaitu halal dan thayib (baik). Orang-orang suka sekali mengartikan bahwa makanan yang thayib itu adalah makanan yang memenuhi standard gizi yaitu 4 sehat 5 sempurna, tapi apakah musti demikian?
Peraturan tentang halal ini sudah jelas sekali. Kalau halal dan thoyib, mungkin maksudnya gini nih...... ini penafsiranku sendiri sih. Udang adalah makanan halal, tapi tidak thoyib bagi penderita alergi makanan laut. Makanan warna warni adalah halal, tapi tidak thoyib bila pewarnanya adalah pewarna berbahaya. Makanan yang malah menimbulkan karsinogenik (merangsang timbulnya kanker) jelas bukan makanan thoyib.
Selain halal dan thayib, Islam juga memperhatikan masalah adzab (tata cara) makan dan berkah dalam makanan. Berkah dalam makanan menurut penafsiranku sendiri diantaranya adalah kemampuan tubuh dalam menyerap gizi makanan. Selain itu berkah juga mengandung makna lain yang aku tidak begitu faham. Sementara berkah sendiri berarti bertambahnya kebaikan.
Makanan 4 sehat 5 sempurna bila dimakan orang yang daya serap lambung dan ususnya kurang bagus, tentu tidak bisa memberi kebaikan yang maksimal bagi tubuh, seolah-olah makanan itu hanya numpang lewat saja. Sebaliknya ada orang yang selama bertahun-tahun makan daun-daunan saja saketemunya asal tidak beracun tapi dia memiliki tubuh dan badan yang sehat dan kuat.
Coba renungkan kutipan hadist-hadist di bawah ini, setelah anda membacanya, jawab pertanyaan saya : perlukah empat sehat lima sempurna itu?
“Tidaklah seorang manusia memenuhi satu wadah yang lebih berbahaya dibandingkan perutnya sendiri. Sebenarnya seorang manusia itu cukup dengan beberapa suap makanan yang bisa menegakkan tulang punggungnya. Namun jika tidak ada pilihan lain, maka hendaknya sepertiga perut itu untuk makanan, sepertiga yang lain untuk minuman dan sepertiga terakhir untuk nafas.” (HR. Ibnu Majah no. 3349 dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Ibnu Majah no. 2720)
“Orang beriman itu makan dengan menggunakan satu lambung sedangkan orang yang kafir makan dengan menggunakan tujuh lambung.” (HR. Bukhari no. 5393, dan Muslim no. 2060)
Dari Wahsyi bin Harb dari bapaknya dari kakeknya, “Sesungguhnya para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengadu, wahai Rasulullah sesungguhnya kami makan namun tidak merasa kenyang. Nabi bersabda, “Mungkin kalian makan sendiri-sendiri?” “Betul”, kata para sahabat. Nabi lantas bersabda, “Makanlah bersama-sama dan sebutlah nama Allah sebelumnya tentu makanan tersebut akan diberkahi.” (HR Abu Dawud no. 3764 dan dinilai shahih oleh al-Albani.)
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah makan siang dan makan malam dengan menggunakan roti dan daging kecuali dalam hidangan sesama banyak orang.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibn Hibban dengan sanad shahih
Di antara etika makan yang diajarkan oleh Nabi adalah anjuran makan bersama-sama pada satu piring. Sesungguhnya hal ini merupakan sebab turunnya keberkahan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah orang yang makan maka keberkahan juga akan semakin bertambah. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menyatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan satu orang itu cukup untuk dua orang. Makanan dua orang itu cukup untuk empat orang. Makanan empat orang itu cukup untuk delapan orang.” (HR Muslim no 2059)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar