Sahabatku di dalam kasih sayang Allah,
Tidak kusangka bila kejadian yang aku ceritakan di Ketika Hati tak tersentuh Al quran , membuatku mengalami trauma yang sampai mengganggu aktifitasku seharian.
Tadi pagi aku langsung ke butik setelah mengantar Alni ke sekolah pakai ojek pak Dari (suami bu Kot) karena mas Hary sakit. Suasana di butik sepi, cuma aku seorang , yang membuatku terkenang lagi peristiwa kemarin, tangisku tak tertahan, sampai kaki dan tangan dingin. Kenangan menakutkan itu kembali menyergapku.
Untung tak lama mak Rom datang, disusul bu Kot, yang kemudian menasehatiku macam-macam.
"Bunda, eling Alni ya , eling Insan", katanya.
"Baca shalawat, ayat kursy", kata mak Rom.
Didoa-doain mak Rom membuatku lebih tenang dan kembali mengurus butik, walau di tengah-tengah kesibukan masih nangis-nangis lagi kalau ingat peristiwa itu.
Hari inipun bisa aku lalui dengan penuh perjuangan. Giliran pulang ke rumah, bertemu suami yang orangnya ngeman (amat sayang dan menjaga) banget sama istri, lah malah membuatku nangis-nangis lagi .... hiks. Lalu aku putuskan untuk mencari cara lain agar terbebas dari belitan kenangan itu.
Akupun menenangkan diri , memohon petunjuk Allah, dan menganalisa bagian mana dari jiwaku yang sakit. Dan aku melihat pikiranku didominasi peristiwa buruk , seperti mencengkeramku , dari memori di pikiran mengalir menyerang perasaan , itulah alurnya.
Yang bisa membuatku lebih baik adalah bila kenangan itu terlepas, barangkali tak akan bisa terpisah sama sekali dari ingatan, tapi minimal tidak menyerang dan bermusuhan denganku.
Baiklah, akupun mengajak kenangan buruk itu 'berbicara'. Dia adalah makhluk Allah yang didatangkan Allah padaku, jadi aku putuskan untuk hidup 'berdampingan' dengan damai bersamanya. Aku bilang padanya , aku menerima kehadiranmu dengan ikhlas sebagai tamu dari Allah.
Ajaibnya, ketika hati ini menekan tombol ikhlas , kenangan itu menjadi tidak semenakutkan sebelumnya. Lalu dia mengecil, mengecil, tertutup dan tidak terlihat. Yang membesar di hatiku sekarang adalah rasa syukur, yang terlihat oleh mataku sekarang adalah wajah suamiku yang sabar dan anak-anakku yang baik dan lucu.
Jadi jawaban untuk seorang yang sedang berperang melawan peristiwa yang traumatis adalah IKHLAS. Entah bagaimana cara yang menyampaikannya pada ikhlas, yang perlu digali dari penderita adalah munculnya perasaan ikhlas, dan semuanya akan selesai dengan indah.
Tentu aku tidak akan mengulang lagi memakai jasa lelaki yang sudah membuatku begitu semrawut dan kacau. Tapi aku sudah tidak ketakutan ketika namanya disebut , mengingatnya sudah tidak membuatku menangis dan aku tidak membencinya , tapi aku menerima dia apa adanya, tapi bukan untuk bekerjasama denganku.
Setidaknya pengalamanku ini bisa menjadi pelajaran buat orang lain bagaimana cara mengatasi perasaan trauma dan mengembalikan perasaan dan pikiran kembali normal.
Salam manis,
Innuri.
Tidak kusangka bila kejadian yang aku ceritakan di Ketika Hati tak tersentuh Al quran , membuatku mengalami trauma yang sampai mengganggu aktifitasku seharian.
Tadi pagi aku langsung ke butik setelah mengantar Alni ke sekolah pakai ojek pak Dari (suami bu Kot) karena mas Hary sakit. Suasana di butik sepi, cuma aku seorang , yang membuatku terkenang lagi peristiwa kemarin, tangisku tak tertahan, sampai kaki dan tangan dingin. Kenangan menakutkan itu kembali menyergapku.
Untung tak lama mak Rom datang, disusul bu Kot, yang kemudian menasehatiku macam-macam.
"Bunda, eling Alni ya , eling Insan", katanya.
"Baca shalawat, ayat kursy", kata mak Rom.
Didoa-doain mak Rom membuatku lebih tenang dan kembali mengurus butik, walau di tengah-tengah kesibukan masih nangis-nangis lagi kalau ingat peristiwa itu.
Hari inipun bisa aku lalui dengan penuh perjuangan. Giliran pulang ke rumah, bertemu suami yang orangnya ngeman (amat sayang dan menjaga) banget sama istri, lah malah membuatku nangis-nangis lagi .... hiks. Lalu aku putuskan untuk mencari cara lain agar terbebas dari belitan kenangan itu.
Akupun menenangkan diri , memohon petunjuk Allah, dan menganalisa bagian mana dari jiwaku yang sakit. Dan aku melihat pikiranku didominasi peristiwa buruk , seperti mencengkeramku , dari memori di pikiran mengalir menyerang perasaan , itulah alurnya.
Yang bisa membuatku lebih baik adalah bila kenangan itu terlepas, barangkali tak akan bisa terpisah sama sekali dari ingatan, tapi minimal tidak menyerang dan bermusuhan denganku.
Baiklah, akupun mengajak kenangan buruk itu 'berbicara'. Dia adalah makhluk Allah yang didatangkan Allah padaku, jadi aku putuskan untuk hidup 'berdampingan' dengan damai bersamanya. Aku bilang padanya , aku menerima kehadiranmu dengan ikhlas sebagai tamu dari Allah.
Ajaibnya, ketika hati ini menekan tombol ikhlas , kenangan itu menjadi tidak semenakutkan sebelumnya. Lalu dia mengecil, mengecil, tertutup dan tidak terlihat. Yang membesar di hatiku sekarang adalah rasa syukur, yang terlihat oleh mataku sekarang adalah wajah suamiku yang sabar dan anak-anakku yang baik dan lucu.
Jadi jawaban untuk seorang yang sedang berperang melawan peristiwa yang traumatis adalah IKHLAS. Entah bagaimana cara yang menyampaikannya pada ikhlas, yang perlu digali dari penderita adalah munculnya perasaan ikhlas, dan semuanya akan selesai dengan indah.
Tentu aku tidak akan mengulang lagi memakai jasa lelaki yang sudah membuatku begitu semrawut dan kacau. Tapi aku sudah tidak ketakutan ketika namanya disebut , mengingatnya sudah tidak membuatku menangis dan aku tidak membencinya , tapi aku menerima dia apa adanya, tapi bukan untuk bekerjasama denganku.
Setidaknya pengalamanku ini bisa menjadi pelajaran buat orang lain bagaimana cara mengatasi perasaan trauma dan mengembalikan perasaan dan pikiran kembali normal.
Salam manis,
Innuri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar