Dalam perjalanan pulang dari Gresik ke Malang, aku mengkritik suamiku. Rupanya kritikanku terlalu pedas hingga beliau diam beberapa lama. Perasaanku sungguh tidak enak, beginilah cara suamiku marah yaitu dengan aksi diamnya. Tentu saja aku tidak betah dengan situasi begini, rasanya menderita banget seperti telah 'didholimi' olehnya. Akupun mencoba mencairkan suasana dengan membuka pembicaraan.
" Mas marah ya?"
Dia menggeleng.
"Ga ngaku ya kalau marah? Maaf kalau aku salah. Tapi aku jangan dimarahi dong, kan aku sudah melahirkan empat orang anak kamu", kataku.
Begitu mendengar kalimat ' ...telah melahirkan empat anak kamu....' dia jadi tersenyum, dan suasana ga enak tadi pun mencair.
Aku jadi ingat 'ulah' suami teman-temanku, yang dengan teganya menyakiti hati istrinya dengan berbagai cara. Mungkin para suami itu perlu diingatkan lagi, siapa yang telah melahirkan anak keturunan mereka. Melahirkan seorang bayi itu rasanya sakit yang teramat sakit, perjuangan besar yang masih dilanjutkan dengan menyusui (yang juga sakit), merawat dan mendidik mereka. Sebagian wanita bahkan masih dibebani dengan tugas rumah tangga, bekerja di luar rumah dan tentu saja.... memenuhi kebutuhan batin suaminya.
Bagiku, wanita yang sudah sepayah ini sungguh tidak berhak disakiti, dimarahi, apalagi dipukul walaupun dia salah, kecuali kesalahannya berselingkuh dengan lelaki lain.
Bila didiamkan saja sudah cukup membuat seorang wanita merasa disakiti, apalagi mengucap kata-kata kasar atau berselingkuh walau hanya sekedar lirik-lirikan dengan wanita lain. Bertobatlah wahai lelaki.
Ingat sebuah hadits yang mengatakan bahwa ," Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya ".
" Mas marah ya?"
Dia menggeleng.
"Ga ngaku ya kalau marah? Maaf kalau aku salah. Tapi aku jangan dimarahi dong, kan aku sudah melahirkan empat orang anak kamu", kataku.
Begitu mendengar kalimat ' ...telah melahirkan empat anak kamu....' dia jadi tersenyum, dan suasana ga enak tadi pun mencair.
Aku jadi ingat 'ulah' suami teman-temanku, yang dengan teganya menyakiti hati istrinya dengan berbagai cara. Mungkin para suami itu perlu diingatkan lagi, siapa yang telah melahirkan anak keturunan mereka. Melahirkan seorang bayi itu rasanya sakit yang teramat sakit, perjuangan besar yang masih dilanjutkan dengan menyusui (yang juga sakit), merawat dan mendidik mereka. Sebagian wanita bahkan masih dibebani dengan tugas rumah tangga, bekerja di luar rumah dan tentu saja.... memenuhi kebutuhan batin suaminya.
Bagiku, wanita yang sudah sepayah ini sungguh tidak berhak disakiti, dimarahi, apalagi dipukul walaupun dia salah, kecuali kesalahannya berselingkuh dengan lelaki lain.
Bila didiamkan saja sudah cukup membuat seorang wanita merasa disakiti, apalagi mengucap kata-kata kasar atau berselingkuh walau hanya sekedar lirik-lirikan dengan wanita lain. Bertobatlah wahai lelaki.
Ingat sebuah hadits yang mengatakan bahwa ," Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar