Seorang pelanggan datang siang-siang, setelah mengurus semua pesanan dan menyelesaikan pembayaran ke bagian administrasi, kulihat dia pamit pada suamiku yang kebetulan berada di butik. Aku memunculkan diri dengan senyum mengembang, tak kusangka begitu melihatku, dia balik kanan grak......Kamipun ngobrol di lantai, 'disuguhi' kertas-kertas disain yang berserakan, dia curhat padaku dengan menitikkan air mata.
Menjelang pernikahan putrinya, saat butuh banyak uang, dia ditipu teman 10 juta, yang terdiri dari uang tunai 5 juta (dipinjam tapi tak dikembalikan sesuai janjinya) dan yang 5 juta berupa barang. Saat pelangganku minta dikembalikan barangnya, tidak juga diberikan, bahkan orangnya jadi sulit dihubungi dan susah ditemui di rumahnya
"Utangnya padaku yang 10 juta ga dibayar, lha kok dia malah beli mobil seharga 70 juta. Apa ga jengkel hati saya? kalau ketemu orangnya, rasanya ingin tak cekik..". Hmm, pernah merasakan kejengkelan hati seperti ini? Atau....
Pernah menerima paket hadiah? Senang kan? Bisa jadi bungkusnya hanya berupa kertas koran yang kotor dan sobek disana sini, mungkin juga bungkusnya hanya berupa karung goni yang tidak menarik, tapi kita tetap saja merasa senang. Bagi kita yang penting isinya bukan?
Coba renungkan, pilih mana disuguhi minuman di gelas yang terbuat dari emas atau perak, tapi isinya racun, atau sirup yang segar di gelas yang biasa-biasa saja? Hmm....
Begitupun kehidupan, setiap hari sebenarnya kita menerima 'paket' dari Allah, berupa berbagai peristiwa dalam hidup. Paket berupa teman yang menjengkelkan mungkin, tetangga yang semaunya sendiri, anak susah diatur, usaha yang mengalami goncangan, atau bagi mahasiswa mungkin dosen pembimbing yang susah ditebak maunya... dan banyaaaak contoh lainnya.
Yang sering tidak kita sadari adalah, paket tersebut terdiri dari bungkus dan isi. Yang kelihatan dari luarnya itu hanyalah bungkusnya.
Kita sering terpaku mengamati bungkus kiriman Allah ini, dan memberi reaksi yang berlebihan begitu melihat bungkus yang ga enak banget.
Disaat bungkus yang kita terima enak dan menyenangkan, kitapun terpaku melihat betapa eloknya, lalu lupa membuka isinya.
Paket kehidupan yang Allah kirimkan bukanlah paket kosong, hanya diperlukan ketrampilan khusus untuk membuka bungkusnya dan menemukan isinya. Ketrampilan ini perlu kita pelajari karena Allah telah menyediakan buku manualnya yaitu Al Qur'an.
Rajin membaca Al Qur'an dengan disertai memahami maknanya akan sangat menolong kita dalam menyikapi berbagai peristiwa dalam hidup ini.
Saya ambil contoh paket yang bungkusnya menyenangkan.
Usaha yang berkembang membuat kita kebanjiran rejeki, materi melimpah. Maksud Allah memberikan banyak kenikmatan adalah agar kita bersyukur (di banyak ayat Al Qur'an disebutkan hal ini), selain itu juga untuk menguji kita, apakah kita adalah hamba Allah yang bersyukur dan tidak pelit untuk menafkahkan sebagian rejeki yang Allah beri.
Tapi ada orang yang terpeleset dalam menyikapi kesuksesan materi, dia menganggap bahwa semua rejeki yang dia peroleh adalah karena usaha dan kepintarannya. Dia merasa sayang mengeluarkan hak fakir miskin karena merasa harta yang dia peroleh adalah miliknya. Kadang syetan menyusup dan membuatnya takut kekurangan, sehingga dia enggan beramal. Bila ini adalah pilihan sikapnya (naudzubillah), maka tunggulah hingga Allah mengirimkan paket yang akan mengembalikan dia padaNya, atau Allah akan membiarkannya bergelimang kenikmatan di dunia, sedang di akhirat nanti siksa menantinya. Allah, lindungilah kami....
Kepada ibu pelangganku tadi, aku bilang padanya:
"Maukah bila uang ibu yang sepuluh juta diganti sama Allah seratus juta?".
"Tentu saja mau bu".
"Kalau syaratnya memaafkan perbuatan teman ibu tadi?".
"Ga tahu ya, rasanya masih pingin nyekik dia....".
Allah berjanji dan Dia adalah yang paling menepati janji, bahwa bila kita berbuat satu kebaikan, Allah akan membalasnya berlipat-lipat sebanyak yang Dia kehendaki. Aku sering mengalaminya, pernah mengikhaskan hutang orang lain (padahal orangnya juga njengkelin,), Allah membalas berlipat-lipat.
Akhirnya kukatakan pada pelangganku itu:
"Sebenarnya beriman kepada Allah itu, bukan hanya beriman pada keberadaan dia sebagai Pencipta kita dan semesta ini. Melainkan juga pada janjiNya, pada Maha Kuasanya dia menciptakan keajaiban dalam hidup kita"
Semoga pelangganku yang baik itu bisa menemukan isi (maksud Allah) dari pengalaman pahitnya.
Sebenarnya Allah ingin si ibu bisa lebih mengenalNya, sebagai yang Maha Pemaaf dan Yang Maha Menghargai setiap perbuatan baik, termasuk memaafkan. Allah ingin si ibu mengenalNya sebagai Yang Maha Kasih, yang tidak pernah menutup mata akan penderitaan hambaNya, Yang Maha Penolong dan Maha Pencipta Keajaiban......KepadaNyalah seharusnya dikembalikan segala urusan besar atau kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar