Seorang teman keheranan ketika melihat suamiku benar-benar meninggalkanku di vila yang masih dalam proses pembangunan.
"Aku pikir kalian bercanda. Adikmu nanti datang menemani 'kan? Memangnya kamu berani bermalam sendirian di sini? " Begitu katanya.
Banyak lagi teman yang berkomentar semacam itu..
Banyak orang tidak mengerti tentang khalwat / uzlah / tahanuts apalagi sampai melakukannya selama 40 hari. Banyak yang tidak memahami mengapa aku berani tinggal sendirian di rumah di tengah 'hutan'. Banyak yang tidak tahu bila aku tidak sendirian di sini, aku bersama Allah.
Aku jelaskan bila Nabi Muhammad sering melakukannya. Para Nabi pun melakukannya selama 40 hari, itu dikisahkan di dalam al quran, Nabi Musa di bukit Tursina, Nabi Khaidir di tepi laut, Nabi Isa di gurun. Orang-orang bijak pun melakukannya, Budha Gautama, Socrates, Laotze, dengan cara mereka masing-masing, namun intinya sama, menyendiri bersama Tuhan.
Khalwat adalah menempuh perjalanan ke dalam, ke dalam diri sendiri untuk menjumpai Tuhan. Ini adalah kebahagian tertinggi manusia dan inilah sejatinya yang disebut kebahagiaan itu.
Kalian senang dengan uang / materi / harta benda / kehidupan yang tercukupi, berkumpul dengan keluarga, bergurau dengan teman, itu bukan kebahagiaan, itu rasa senang. Kebahagiaan lebih tinggi levelnya dari itu.
Baiklah, bila kalian tetap menyebut rasa senang itu dengan kebahagiaan, maka aku akan sebut kebahagiaan itu dengan eudamonia saja . Eudamonia itu bahasa Yunani yang artinya kebahagiaan. Eudamonia tercapai setelah manusia berhasil mencapai kondisi batin yang tenang yang tidak dipengaruhi emosi. Kondisi batin seperti ini adalah kondisi hati yang damai yang disebut ataraksia, di dalam al quran disebut mutmainah / jiwa yang tenang. Setelah jiwanya tenang, manusia mendapatkan eudamonia.
Jadi di sini, di tempat sepi dan kelihatannya sendiri ini (padahal bersama Allah) aku mengalami eudamonia. Suamiku paham yang aku butuhkan, makanya dia rela meninggalkanku di sini, padahal dia bisa saja disebut suami yang tegaan. Tapi baginya memberi ruang buat istrinya menyendiri bersama Tuhan, itulah yang terpenting.
Jadi sekarang tak perlu bertanya-tanya lagi, saat di Ngantang, mengapa aku tinggal sendirian di sini, bukannya tinggal di rumah adikku Ida yang lebih hangat dan tidak sendirian. Itu karena aku suka berdua dengan Allah saja, di sini aku mendapatkan eudamonia yang tidak setiap orang bisa merasakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar