Suatu hari seorang lelaki kekar berkulit kehitaman dengan logat madura yang kental datang menawarkan madu. Ada banyak botol madu dia bawa, selain madu tawon biasa ada juga madu hitam yang katanya madu klanceng.
"Ini bukan madu ternak bu, ini madu hutan", katanya berpromosi. Saat itu aku super super yakin bahwa madu yang dia bawa palsu.
"Berapa pak?", tanyaku.
"Tigapuluh ribu". Harga yang dia tawarkan membuatku bertambah yakin kalau madunya palsu, karena madu hutan asli yang pernah kubeli harganya seratus dua puluh ribu rupiah per botol sirup.
"Beli saja lah sayang, kasihan. Ditawar dua puluh lima ribu gitu", kata suamiku. Akupun patuh, kutawar dan kubeli madu tawon biasa dengan harga dua puluh lima ribu.
Tahukah bagaimana rasa madu itu? Wow !!! luar biasa aneh... kalau terbuat dari gula merah atau gula aren sih, masih enak dibikin minuman, tapi ini... rasa anehnya membuatku tak bisa menebak apa komposisinya, madu itu juga terus saja berbuih seperti difermentasi ....... akhirnya madu itu mangkrag di meja makan, tak seorangpun berani menyentuhnya ......
Saat itulah baru kusadari, niat semula membeli madu itu adalah karena terdorong rasa kasihan. Tapi sebenarnya aku telah menolongnya berbuat dusta dalam jual beli, yang berarti aku telah membuat dia terperosok dalam murka Allah....
Aku mengerti sekarang, menolong orang lain tak selalu dengan memberinya uang, lihat kasusnya dulu, ada yang bisa ditolong dengan memberinya uang atau malah sebaliknya. Mesti pula diingat bahwa tujuan dalam menolong orang lain adalah dalam hal ketakwaan dan kebaikan.
"Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya." (Al-Maa`idah:2)
Coba diingat-ingat seberapa seringkah kita merasa menolong orang lain, tapi kenyataannya malah menolongnya berbuat dosa? sedang kita sering tidak menyadarinya .........
"Ini bukan madu ternak bu, ini madu hutan", katanya berpromosi. Saat itu aku super super yakin bahwa madu yang dia bawa palsu.
"Berapa pak?", tanyaku.
"Tigapuluh ribu". Harga yang dia tawarkan membuatku bertambah yakin kalau madunya palsu, karena madu hutan asli yang pernah kubeli harganya seratus dua puluh ribu rupiah per botol sirup.
"Beli saja lah sayang, kasihan. Ditawar dua puluh lima ribu gitu", kata suamiku. Akupun patuh, kutawar dan kubeli madu tawon biasa dengan harga dua puluh lima ribu.
Tahukah bagaimana rasa madu itu? Wow !!! luar biasa aneh... kalau terbuat dari gula merah atau gula aren sih, masih enak dibikin minuman, tapi ini... rasa anehnya membuatku tak bisa menebak apa komposisinya, madu itu juga terus saja berbuih seperti difermentasi ....... akhirnya madu itu mangkrag di meja makan, tak seorangpun berani menyentuhnya ......
Saat itulah baru kusadari, niat semula membeli madu itu adalah karena terdorong rasa kasihan. Tapi sebenarnya aku telah menolongnya berbuat dusta dalam jual beli, yang berarti aku telah membuat dia terperosok dalam murka Allah....
Aku mengerti sekarang, menolong orang lain tak selalu dengan memberinya uang, lihat kasusnya dulu, ada yang bisa ditolong dengan memberinya uang atau malah sebaliknya. Mesti pula diingat bahwa tujuan dalam menolong orang lain adalah dalam hal ketakwaan dan kebaikan.
"Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya." (Al-Maa`idah:2)
Coba diingat-ingat seberapa seringkah kita merasa menolong orang lain, tapi kenyataannya malah menolongnya berbuat dosa? sedang kita sering tidak menyadarinya .........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar