Senin, 25 Desember 2017

Sang Maha Ibu

Saat sakit,  saya menemukan Allah sebagai Sang Maha Ibu.

Beberapa hari sebelumnya , ketika melewati RSAB Muhammadiyah saat pulang dari belanja di Citra , aku mbatin , lama sekali gak kesini , kelihatannya enak.  Wah ..  buru-buru perasaan 'kangen dan enak' itu aku hapus , aku merasa itu pertanda .

Tapi memang ketentuan Allah itu tak bisa dilawan dengan cara dan model apapun .

Jum'at pagi aku merasakan sesuatu yang tidak enak dan aku konsultasikan (gratis) dengan mba Yunita. Malamnya aku turuti saran beliau untuk ke dokter. Benar prediksi dr Yunita , musti ada operasi kecil dan aku dijadwalkan operasi di minggu paginya.

Dokter yang menanganiku adalah yang dulu menangani kehamilan dan kelahiran Alni ,  prof dr Soetomo ... Senang sekali menyaksikan beliau masih sehat dan energik di usia senjanya.

Alni sudah 11 tahun , ya kira kira hampir 10 tahunan tidak ke klinik Muhammadiyah dan rekam medisku juga sudah tidak ditemukan.

Ketika berbaring di ruang operasi itu aku teringat ibu. Biasanya di saat seperti ini aku menelpon ibu dan minta doa restunya. Dengan doa ibu aku merasa kuat dan bisa melewati semua. Ibu telah tiada . Tapi aku menemukan Allah sebagai Yang Maha Ibu. Merasakan pendampinganNya , dan dikuatkan olehNya.

Sakit ternyata sebuah perjalanan spiritual. Rasanya aku sudah tak perlu membesar-besarkan sakitku , karena ini hanya jalan setapak menujuNya. Yang Maha Besar hanya Allah .

Betapa aku cinta dan scelalu merinduiMu Sang Maha Ibu.

[12/26, 12:34] Innuri Sulamono: Apakah Allah menghendaki kita sakit ?
Ternyata bukan .
Di atas sakit , Allah berkehendak kita lari dalam pelukanNya. Kita menemukanNya sebagai Yang Maha Sayang , Yang Maha Merawat , Yang Maha Penyembuh , Yang Maha Ibu , Yang Maha Menjaga melebihi ibu pada bayinya , Yang Maha Detail hingga ketika kita sakit , Dia kirimkan dokter, sahabat , perawat , pasangan , anak , sekaligus uang sehingga dipastikanNya kita terjamin dan bisa menerima pembelajaran dari sakit dan rasa sakit itu.

Bukan sakit itu kehendaNya.
Sakit itu kita yang buat karena kesalahan dan karma.
[12/26, 12:39] Aji Ronoatmojo: Sakit itu jg jln bahagia bu Innuri..fisik ini ibarat rumah atau kepompong kita. Bhw kepompong itu tiada yg kekal. Ia bakal musnah bersama sang waktu. Allah sy pikir mensunnahkan dmk.

Namun ..jiwa, sukma, ruh akan kekal bersama seluruh kebaikan2Nya. Yg jahat akan dicuci slm perjalanan pulang utk kekal. Yg buruk akan jg musnah

Yg ada adl cintakasihsayang. Jd sy meyakini bhw sakit itu adl salah satu jalan pulang kita. Namun kita diberi harapan sembuh..utk menyempurnakan kebaikan2 kita.

Ada tugas yg hrs ditunaikan. Tp jk Allah memanggil. Kita serahkan kembali..bhw tugas2 trlah diupayakan diselesaikan dg sebaikbaiknya🙏❤🙏

Sabtu, 23 Desember 2017

Ajaibnya Doa Yang Tidak Egois

Dear Allah lovers.
Hari Rabu lalu, pagi-pagi mendadak ditelpon mas Saidi , agar segera meluncur ke kebun , acara tanda tangan sertifikasi tanah masal disana.

Siang sampai di balai desa Tambakrejo dan mendapati antrian yang uyel-uyelan. Dalam hati aku mikir , kenapa kok gak disistem pakai nomor antrian kayak kalau ke dokter gitu. Eh , ternyata kata mas Saidi , masyarakatnya yang gak bisa diatur. Yang mestinya giliran besok , datang hari ini , dan mestinya dipaņggil sesuai urutan alfabet, tapi gak jalan karena ngeyel. Akhirnya seperti itulah.

Sementara mas Hary ngantri , aku duduk berdoa mendoakan semuanya. Aku bayangkan energi doaku membasahi semua jiwa yang berada di ruangan itu , ya panitianya , agar menemukan cara mengatur masyarakat, juga masyarakatya agar gampang diatur. Aku sama sekali tidak berdoa untukku sendiri.

Akhirnya mas Hary nyerah dan keluar dari antrian yang ruwet dan gak jelas urutannya. Lapar , jam sudah diatas 1 siang dan mau makan gak ketemu warung.

Kami berdua memutuskan ke kebun dulu, mau minta makan ke mbak Yayuk istrinya mas Saidi. Sementara bapak dan kakaknya mas Saidi memilih terus ngantri.

Puas nyambangi kebun , perut kenyang , rencana balik ke balai desa. Saat itulah bapaknya mas Saidi pulang, sukses setelah ngantri hampir seharian.

"Sudah tertib pak sekarang , nanti pak Hary kumpulkan saja surat permohonannya di meja meja itu , lalu tunggu dipanggil", kata bapaknya mas Saidi pada suamiku.

Disitulah keajaiban terjadi. Saat mas Hary mengumpulkan surat permohonan, dibaca sekilas oleh petugas , lalu langsung dicocokkan dengan dokumen yang sudah ada , langsung disuruh tanda tangan dan selesai ! Sementara di kanan kiri kami orang-orang masih harus ngantri dipanggil dulu.

Aku merasakan keajaiban doaku yang tidak egois  tadi , selain terkabul , Allah juga melancarkan urusanku , memprioritaskan aku walau aku tidak minta diprioritaskan. Mungkinkah karena lebih memprioritaskan orang banyak , maka Allah memprioritaskan aku ? Ehm ... hanya Allah yang tahu. Tapi kok rasanya begitu.