Minggu, 30 Januari 2011

...dan gunungpun dibelinya

Tak seperti biasanya, kali ini aku ikut suamiku menghadiri acara koperasi Pengayoman di rumah pak Naryo di Turen.  Selain hidangan makanan yang nikmat banget hasil olahan bu Naryo, ada satu hidangan lagi yang berkesan di hatiku, yaitu saat sharing tentang kisah sukses pak C, pengusaha kripik singkong yang anggota koperasi juga.

Aku sering mendengar nama beliau ini dari suamiku, tapi ya baru kali ini bertemu. Suamiku sering bercerita tentang kripik singkong yang produksi perharinya sudah dalam hitungan ton bahan mentah (wow!!!!). Akupun suka sekali membeli kripik singkong beliau ini di supermarket KUD sebelah rumah, harganya terpaut 3000 rupiah lebih mahal daripada merk tembakan, tapi tetap saja aku lebih suka keripik singkong pak C ini karena lebih renyah dan minyaknya gak bikin serik di tenggorokan, gulanya juga lebih banyak dan pas rasanya.

Tak seperti yang kubayangkan, sosok pak C ini begitu sederhana dan ndesani... (hehehe...memangnya aku ini gak ndeso?)  Yang lebih tak terbayangkan adalah sejauh mana kesuksesan pak C ini.... yah... baru kali ini kudengar ada orang membeli gunung beneran, dua buah gunung lagi dan letaknya berdekatan katanya.  Kami semua beliau tawari untuk berwisata religi ke gunung yang ada villanya juga lo!!!Kata beliau, di gunung inilah beliau suka uzlah, mendekatkan diri pada sang pencipta, jadi kalau mau kesana niatnya harus untuk beribadah.

Ketika disinggung tentang rahasia suksesnya, beliau bercerita kalau beliau bukanlah seorang yang suka minta ini itu pada Allah.  Allah pasti ngerti sendiri kebutuhan kita bila kita menjadi orang yang tulus menyembah dan mengabdi padaNya, begitu kata beliau.  Yang rutin beliau lakukan adalah meminta ampun dan minta menjadi orang yang dicintaiNya.
Sederhana sekali kedengarannya.  Tapi aku menangkap ada sesuatu yang luar biasa dari dirinya, yaitu beliau adalah orang yang selalu menyempurnakan pengabdiannya dari hari ke hari. Memohon ampun akan segala kekurangan dan kesalahan dalam mengabdi, dan selalu memperbaiki kekurangannya dari hari ke hari.

Trimakasih Allah, hari ini aku mendapat pelajaran berharga.
Ampuni akan segala ketidak ikhlasanku menjalani  hidup sebagai seorang hambaMu, istri, ibu dan pengusaha.
Ampuni akan segala tingkah anak-anak dan karyawanku yang membuatMu tidak berkenan, karena kelemahan dan kekuranganku dalam mendidik mereka.
Ampuni bila terkadang aku merasa lelah mengajari mereka mendekatiMu.

Allah, aku mendambakan tuntunan dan cintaMu.

Jumat, 28 Januari 2011

Pacitan Oh Pacitan

Mungkin ini perbedaan nasib antara orang yang ikhlas dan yang setengah ikhlas, tapi orangnya satu, yaitu aku.

Kali pertama datang ke Pacitan, di akhir desember 2010, kutempuh perjalanan berbekal perkataan orang-orang tentang Pacitan, yang katanya jalannya sulit dan berkelok kelok, yang katanya ndesit banget lah, yang katanya terpencil lah...

Menginjakkan kaki .. eh...ban mobil di Pacitan dengan perasaan takut dan takjub... takjub bercampur takut. Melihat lereng di sisi kanan jalan, lalu melihat jurang di sisi kiri.....oh....ngeri.. Rasanya sedang menempuh perjalanan mencari ujung dunia...........
Sampai di kota Pacitan sudah isya, duh gelapnya kota ini, kataku senada dengan suamiku. Kami berputar-putar mencari hotel tempat acara pelatihan.  Rencana semula akan menginap di hotel ini juga, tapi belum masuk hotel aku sudah takut.... gelap, banyak mobil box...

Tanya sana sini, katanya ada hotel paling bagus disini, hotel P.  Kamipun menginap disana, sialnya hotel yang katanya paling bagus ini agak angker... aku mimpi seram semalam, hotelnya ga begitu bersih tapi tarifnya kayak hotel bintang 3.... duh nasib-nasib.... sudah lelah, ga bisa istirahat dengan tenang. Pagi sekali aku sudah berada di tempat acara, karena ingin segera kabur dari hotel yang menakutkanku.

Kali kedua datang ke Pacitan, perasaanku lebih santai dan ikhlas.  Aku lebih menikmati perjalanan, bahkan hatiku dipenuhi rasa senang dan bahagia.  Serasa menyapa bukit dan jurang dengan penuh kerinduan.

Perubahan perasaan ini ternyata membawa perubahan nasibku di Pacitan.  Berdasarkan informasi dari ibu staf dinas koperasi, aku menginap di hotel paling mewah (mepet sawah) di sebelah hotel tempat acara.  Hotel ini kamarnya lebih bersih, lebih luas dan lebih murah.  Kamar di lantai bawah habis, terpaksa kujalani hal yang tidak kusuka yaitu naik tangga, kulakukan saja dengan ikhlas. Belakangan aku mensyukuri kamar di lantai dua ini.

Biasanya aku akan tidur lagi setelah sholat subuh, tapi entah kenapa aku membuka jendela dan.......aku disuguhi pemandangan indah bak lukisan. Langit semburat merah, dibawahnya hijau sawah menghampar, masih dihiasi kicau burung dan suara musik sederhana tek tek tek plus teriakan anak-anak mengusir burung. Didepan kamarku bunga tapak lima berayun pelan, warna shocking pinknya seperti menyala, sebagian kuntumnya jatuh ke lantai. Seperti masuk dalam sebuah puisi....rasanya aku jadi cantik sekali.. hehehe. Untunglah kamarku di lantai dua, jadi bisa menikmati pemandangan indah ini tanpa terhalang pagar.
Kusadari betapa indahnya kota ini, dikelilingi bukit berbatu dengan sawah menghijau dimana-mana.

Selesai acara aku dan suami berenang di sumber air panas yang membuat badan terasa fit dan segar lagi walaupun seharian beraktifitas. Kejutan indah seusai berenang, kami minum degan di warung bawah pemandian, lagi-lagi kami disuguhi pemandangan menakjubkan, sungai yang meliuk-liuk, aliran airnya membuat hati tenang, di kanan kirinya hamparan sawah, aku terpesona....

Aku yang sama, di kota yang sama, tapi perbedaan perasaan telah membawa dua pengalaman yang berbeda pula.

Pacitan oh pacitan. Aku akan selalu merindukanmu.....

Perjuangan Bertemu Anak

Allah, terimakasih. Akhirnya aku mencium bau anakku.  Akhirnya malam ini aku tidur di kamar Aden, dengan kasur yang tipis di bagian tengah sehingga lebih mirip perahu, dengan selimut yang baunya aku rindukan selama berbulan-bulan, bau Aden.
Aku melihat Aden bekerja di depan komputer seperti melihat pemandangan indah, padahal Aden ya seperti itu, tak pernah menyisir rambut gondrongnya dan belum mandi.  Sudah mandipun tampilannya tetap buthek.
Perihal rambut gondrongnya ini, sebenarnya dia ga bermaksud untuk mengambil gaya rambut seperti ini.  Sejak kecil rambutnya kupotong sendiri, ga pernah ke salon, sampai dewasapun dia selalu menunggu aku yang memotong rambutnya.  Karena dia pulang ke malang enam bulan sekali, jadi gondrong deh dan dia jadi lebih cakep sekaligus lebih kumuh....hahaha

Kami bawakan oleh-oleh istimewa buat Aden yaitu gedhang santen, ini pisang kesukaan Aden yang adanya di Ngantang. Suamiku yang punya ide membawa pisang ini, kami membelinya di pasar Ngantang sudah dalam keadaan matang, melewati perjalanan jauh dan berat, dari Ngantang ke Pacitan ( karena aku memberi pelatihan dulu disini ), dari Pacitan ke Yogya, nengok Zelika dulu, lalu dari Yogya naik kereta ke Bandung.  Pisangnya sudah terlalu matang begitu tiba di Bandung. Lucu bila mengingat bagaimana kami persis orang udik menenteng pisang di kereta eksekutif, kami cuek aja demi anak.

Di kereta pulang, aku sms Aden dengan berlinang air mata,"Sayang, ibu dah di kereta, mudah-mudahan kita segera bertemu lagi ".


Kamis, 27 Januari 2011

Mengambil Keuntungan dari Persaingan

Ada seorang peserta pelatihan kewirausahaan yang bertanya padaku ," Apa kiat ibu dalam menghadapi persaingan? ".
Aku jawab,"Saya merasa tidak bersaing.  Karena dalam sebuah persaingan pasti ada yang kalah dan yang menang.  Sedih dong kalau kita kalah,  kalau kita menangpun, yang kalah saudara kita juga kok, mereka punya karyawan dan  keluarga yang harus dibiayai, jadi ......".

Sering juga aku mendengar kalimat ini," Karyawan itu kalau sudah pinter, biasanya keluar untuk bikin usaha seperti usaha kita, jadi pesaing kita ". Aku biasanya tersenyum saja, karena nyatanya memang demikian, tapi aku berbeda dalam cara menyikapinya.

Rasanya kita perlu menyelam ke dalam diri kita, ngapain hidup di dunia? untuk apa kita diciptakan? dan mau kemana kita setelah hidup ini berakhir?

Bila kita hidup untuk materi, silahkan repot dan pusing dengan ketatnya persaingan di dunia kerja.
Bila hidup untuk mengabdi pada Allah, sebagai rahmatan lil alamin dan khalifatul fil ardhi, silahkan berbuat baik sebanyaknya demi mengharap ridhaNya. Ijinkanlah diri kita senang melihat orang lain sukses bersama kita.  Relakan hati melihat karyawan kita maju dan bisa memperbaiki ekonomi keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Orang yang tidak suka bila usahanya disaingi orang lain, sebenarnya dia sedang memenjarakan dirinya dengan pikirannya sendiri.  Yang dia pikir rejeki itu datangnya semata-mata dari usaha yang sedang digelutinya, makanya dia bingung ketika orang lain membuka usaha serupa. Pikiran inilah yang membentuk kenyataan bahwa rejekinya  memang sebatas persangkaannya itu.  Tanpa dia sadari, dia sedang menghalangi dirinya untuk berkembang.  Untuk maju, dia musti merubah cara berpikir dan berperasaan, mengganti iri, dengki, sakit hati dengan rasa ikhlas melihat orang lain sukses, hingga tirai pandangnya tersingkap.  Bersamaan dengan terbukanya pikiran, akan terbuka pula khazanah rejeki Allah yang tak terbatas.

Saya sebelumnya tidak tahu apa arti ketinggian derajat di hadapan Allah dan semenarik apakah rasanya.  Saya hanya pernah mengalami terpuruk dan bangkit dengan perantaraan orang lain. Sebagai gantinya, saya ingin menjadi perantara kesuksesan orang lain.
Makanya saya senang melihat orang lain senang dan sukses, termasuk karyawan saya. Saya ijinkan bila karyawan saya membuka usaha sendiri, hanya dengan guyon saya bilang, asal jangan merebut pelanggan bunda saja..... Maksud saya agar mereka punya etika dan bekerja untuk Allah, bukan semata-mata mencari uang.

Saya pernah menjalin kerjasama yang manis dengan teman yang sama-sama punya usaha busana lukisan.  Pernah teman saya mau berangkat pameran, dia kekurangan barang, karena produk kami sejenis, dia meminjam barang dariku dan laku semua........ dia datang kerumah untuk membayar barang saya tepat disaat saya tidak punya uang.
Ngapain repot dengan persaingan kalau kita bisa mengambil keuntungan darinya?

Setiap orang dilahirkan unik, walaupun dia karyawan atau murid sayapun, bila membuat usaha serupa, pasti hasilnya akan berbeda dengan saya.

Ikhlas hati untuk maju bareng inilah yang membuka jalan saya untuk melihat 'pemandangan' indah khazanah ilmu Allah di alam semesta.  Banyak peluang Allah bukakan untuk saya, peluang bisnis selain busana lukis dan peluang berbuat lebih baik, lebih banyak dan lebih meluas pengaruhnya. Saya seperti berada di 'ketinggian', melihat segala peristiwa dalam hidup dari sisi hakikat.  Saya tahu rasanya....  luar biasa menakjubkan. Anda rugi bila tak mencoba 'mendakinya'.

Selasa, 25 Januari 2011

Mengubah Hambatan menjadi Peluang

( Sebelum membaca tulisan ini, lebih enakan baca dulu 'Mudahkanlah urusan orang lain', karena ada hubungannya )
Sms di kereta itu akhirnya aku balas, aku katakan bahwa satu pelajaran buat dia, agar melatih diri untuk fokus pada orang lain.  Dia meminta maaf dan mengatakan sesuatu yang memaksaku untuk memberinya pelajaran yang kedua.
Dia mengatakan, bahwa untuk mengirim email dia harus menyempatkkan diri dan entah keberatan apa lagi yang aku tidak ingat.

Yang aku ingat malah pelajaran kewirausahaan jaman kuliah dulu.  Dosenku yang Presiden Direktur beberapa perusahaan, hampir di setiap memberikan kuliah selalu bilang bahwa entrepeneur itu adalah seorang yang mampu merubah hambatan menjadi peluang. Saking seringnya beliau mengatakan kalimat sakti itu, hingga rasanya begitu membekas di ingatanku dan di kemudian hari menjadi senjata ampuh untuk mengarungi samodra kehidupan, bukan hanya di dunia bisnis.

Sebuah hambatan kadang bukan hanya kita seorang yang mengalaminya, saat bbm naik dua kali lipat, atau harga-harga kebutuhan pokok yang naik, dan banyak peristiwa lain yang menimpa bangsa kita.  Semua orang mengalami hal yang sama, tapi setiap orang memberi reaksi yang berbeda.  Reaksi inilah yang akan mempengaruhi hasil akhir yang ingin kita capai.

Aku ambil sebuah contoh sederhana, sepotong pengalaman yang aku alami di awal tahun 2010.
Anakku Aden kena demam berdarah dan diopname di RS Hasan Sadikin Bandung.
Sudah beberapa hari berlalu dan thrombosit Aden sudah baik dan pagi itu sudah boleh pulang, tapi aku masih harus menunggu urusan administrasi yang lama.
Aku duduk di lobby ruang anyelir sambil membaca buku Quantum Ikhlas jilid 2.  Bapak di samping kiriku (bapak A) bertanya tentang buku yang aku baca, lalu kamipun terlibat dalam pembicaraan tentang ikhlas.  Bapak di samping kananku (bapak B) yang mendengar pembicaraan kami akhirnya tertarik juga.
Bapak A yang lebih mudah memahami ikhlas akhirnya meninggalkan diskusi kami lebih dulu.  Tinggallah aku dan bapak B ngobrol mengisi penantian kami.
Bapak B yang terlihat masih muda dan usianya jauh di bawahku itu bercerita bahwa dia disini untuk menunggui temannya yang sakit, sudah bisa pulang juga hari ini.  Dia bercerita betapa dia tidak tega meninggalkan temannya yang jauh dari sanak famili ini, tapi disaat yang sama dia merasa betapa sia-sia waktu yang dia buang untuk menunggu. Aku yang sedang menggebu mempelajari quantum ikhlas tentu saja dengan penuh semangat mendakwahi dia tentang ikhlas, tapi rupanya agak sulit juga meyakinkan lelaki ini untuk mengambil keuntungan dari ikhlas.

Seperti berjodoh, di ruang tunggu untuk ngantri membayar, kami bertemu lagi di tempat duduk yang bersisian pula. Antrian untuk membayar ternyata panjaaang sekali, satu ruangan hampir penuh diisi oleh famili pasien yang sudah diperbolehkan pulang RS. Kali ini dia bercerita tentang keluh kesahnya dia sebagai petani,  lalu mengeluhkan tentang lamanya menunggu.
Aku sendiri yang sedang mempelajari QI, mencoba mempraktekkan salah satu materi di buku tersebut, yaitu fokus yang merupakan kesesuaian antara perasaan, pikiran, ucapan dan perbuatan kita. Fokus akan membantu mempercepat terkabulnya keinginan kita. Diam kita untuk fokus merupakan pekerjaan besar yang akan mempengaruhi 'tampilan' layar kehidupan kita.
Bapak B terus saja mengeluh dan menyalahkan keadaan, bahkan nasibnya yang tidak menyenangkan sebagai petani.  Dia melihat diriku sebagai seorang yang mempunyai keberuntungan yang besar dan peluang yang lebih menjanjikan.

Demikianlah, aku dan bapak B terjebak dalam situasi yang sama, yaitu menunggu yang menjemukan, tapi aku dan dia mengambil sikap yang berbeda.  Aku menganggap menunggu sebagai sebuah peluang untuk mempraktekkan ilmu ikhlas yang sedang kupelajari, sedangkan bapak B menyibukkan dirinya dengan sejuta keluh kesah tentang keadaan dan hidupnya.

Aku tak pernah bertemu dengan bapak B lagi, jadi aku tidak tahu bagaimana kesudahan nasib atas pilihan sikapnya.  Yang bisa kutahu adalah diriku sendiri, beberapa bulan setelah berlatih fokus di ruang tunggu RS Hasan Sadikin,  Allah berkenan mewujudkan apa yang aku fokuskan. Ajaib, mencengangkan dan sekaligus membahagiakan.

Tak ada alasan lagi bagiku untuk mengeluhkan hidup ini, merubah hambatan menjadi peluang merupakan suatu seni yang menambah indah aliran hidup ini.  Saat terjebak dalam hutang yang banyakpun, aku anggap sebagai peluang untuk membuktikan kepada diriku sendiri betapa rahmat dan pertolongan Allah amat luas.  Maha Kuasanya Dia, Maha Mengejutkannya Dia, adalah hal yang perlu kubuktikan pada diriku sendiri, untuk menambah iman dan cintaku padaNYA.

Jumat, 21 Januari 2011

Mudahkanlah Urusan Orang Lain

Dalam perjalanan ke Bandung, di atas kereta api aku menerima sms dari seorang pemuda peserta pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan belum lama berselang.  Dia memperkenalkan diri dengan sopan, lalu dia bertanya bagaimana cara memasarkan produk kerajinannya.  Karena bukan bidangku menangani kerajinan yang dia maksud, aku menyarankannya untuk menghubungi Klinik UKM Propinsi Jawa Timur, aku berikan no telpon yang bisa dihubungi. Kukatakan juga, insya Allah aku akan mengkonsultasikan kesulitannya pada pak Ruly  -direktur klinik UKM- bila aku ada kesempatan bertemu dengan beliau, untuk itu aku membutuhkan data mengenai produknya, aku memintanya mengirim foto produk lewat email atau lewat massage di face book.

Jawabannya sungguh tak terduga, dia mengatakan bahwa produknya bisa dilihat di fb dia, dia menyebut sebuah nama..... oh, aku disuruh browsing sendiri nih, ... hahaha.  Ogah ah... setelah kemarin aku disuruh-suruh peserta pelatihan, kali ini mau istirahat dulu deh... hehehe
Yah , kemarin, seorang peserta pelatihan dengan sopan (tapi tidak semestinya), menyuruhku menyetrika hasil lukisannya.  Aku menurutinya dengan penuh perasaan geli, wong aku disini disuruh ngajarin bagaimana cara melukis kain dan juga finishingnya, mestinya yang menyuruh menyetrika kan aku, ini kebalik dan aku kok ya mau saja...... hehehe

Ada yang perlu disadari oleh siapa saja yang ingin sukses di bidang apa saja, yaitu fokuslah pada orang lain, jangan fokus pada diri sendiri.  Mengertilah kebutuhan orang lain, mudahkanlah urusan orang lain, apalagi orang yang berniat membantu anda, rendahkanlah hati anda untuk bisa menjadi pendengar agar bisa menangkap maksud lawan bicara anda.
Benarlah yang diajarkan oleh agama bahwa bila ingin hidup kita mudah, maka mudahkanlah urusan orang lain.
Orang yang ingin sukses harus membiasakan dirinya untuk bersikap melayani dengan tulus kasih.
Seorang wirausaha sukses adalah orang yang bisa melayani pelanggannya dengan hati,  dan ini lebih mudah dilakukan bila dia terbiasa melayani orang lain dengan tulus hanya mengharap balasan dari Allah.
Seorang wirausaha juga seorang yang melayani keryawannya dengan baik, seperti menyediakan pekerjaan dan menggaji karyawan dengan memadai.

Saya punya saudara di Banyuwangi, seorang pengepul kelapa yang terbesar di desanya, kelapa-kelapa ini  kemudian didistribusikan ke kota-kota besar di Jawa Timur.  Tentu saja beliau seorang yang kaya raya, tinggal di desa dengan rumah besar dan pekarangan yang luasnya hampir mirip lapangan sepak bola, dengan truk yang berjejer.
Saya pernah berkunjung kesana saat beliau mantu.  Adikku yang membantu di bagian kue bercerita kalau yang datang di pernikahan putri bungsunya ini sekitar seribu orang..... wow. Sibuk banget tentunya saudara saya ini, tapi tahukah betapa beliau dan putra putrinya adalah orang yang mampu membuat setiap tamunya merasa istimewa.  Saya amat terkesan dengan cara beliau menyambut dan melayani kami dengan penuh keramahan dan perhatian, bahkan dengan tangannnya sendiri sang juragan kelapa ini membungkuskan nasi dan kue khusus untuk aku sekeluarga, katanya biar aku tidak usah mampir ke warung dalam perjalanan pulang nanti.
 Spontanitas keluarga ini dalam urusan melayani rupanya lahir dari kebiasaan saling melayani satu sama lain dan inilah salah satu point yang membawa kesuksesan dalam bisnis mereka.  Siapapun betah bergaul dan menjalin hubungan bisnis dengan orang macam ini.

Kesuksesan dalam urusan apa saja rupanya berbanding lurus dengan kemampuan kita dalam memudahkan urusan orang lain.

Selasa, 18 Januari 2011

Bila Maksud Baik Diterima Sebagai Sebuah Kesalahan

Pagi-pagi seorang bapak yang sudah tua datang padaku,dari wajahnya terlihat sedang marah dan kesal.
" Nduk, aku dengar J datang kesini kemarin ", katanya mengintrogasi, dan belum sempat aku menjawab dia melanjutkan bicaranya.
" Kalau dia pinjam uang, jangan dikasih.  Dia berhutang kemana-mana, dan tidak bayar.  Aku yang kena nduk ", katanya, lalu dia mengulang-ulang ucapannya plus menjelek-jelekkan si J dengan penuh amarah. Rasanya aku sedang menerima surat peringatan di pagi yang sibuk ini.
" Tidak kok pak de, dia tidak pinjam uang ", kataku, memang aku tidak meminjaminya uang, tapi aku memberinya uang ... hehehe.

J adalah tetanggaku dan bapak tua itu adalah mertuanya.  Suami J hanyalah seorang cleaning service di sebuah rumah sakit swasta, J sendiri menambah pendapatan dengan berjualan kue di sekolah dasar dekat rumah. J datang padaku untuk meminjam uang buat membeli obat, dia datang dalam keadaan lemah dan kesakitan.  Katanya dia sakit ginjal dan harus diopname, karena tidak punya uang dia memilih berobat jalan, tapi tetap saja harus membeli obat yang harganya mahal.  Dan malangnya pula, anaknya sakit disaat yang bersamaan.

Esoknya aku mengajak J dan anaknya terapi accupressure di Mojosari.  Alhamdulillah dia merasa banyak kemajuan, kalau kencing sudah lancar dan tidak sakit lagi. Demikian pula anaknya, sudah mau makan dan bisa tidur nyenyak.
Aku sempat ge er sewaktu bapak tua itu datang, kukira dia mau berterimakasih padaku karena sudah mengajak menantu dan cucunya berobat.  Ternyata...

Dunia ini mengherankan, mengejutkan dan begitu diluar dugaan.
Untungnya masa kecilku disuguhi banyak pengalaman indah tentang ketulusan hati dari ibuku yang luar biasa.
Ibu punya saudara yang sering pinjam uang tapi tidak membayar, tapi ibu selalu saja meminjami dan meminjami.  Saat aku protes, ibu bilang ," Oalah nduk nduk, mana tega ibu melihat dia tidak bisa makan karena tidak punya uang ".  Ibu ibu...
Untungnya pula, aku telah memudahkan diriku untuk memaafkan orang lain, jadi ketika bapak tua itu memarahiku untuk sebuah kebaikan yang aku buat, aku bisa tersenyum dan menatapnya penuh kasih, plus mendoakannya agar Allah membukakan hatinya.  Ini nikmat banget.

Sarapanku Pagi Ini

Akhirnya aku duduk di resto sebuah hotel di Bojonegoro, di sepotong pagi yang cerah.
Rasanya masih lelah, membayangkan perjalanan jauh yang kutempuh dalam lima hari terakhir.
Kejenuhan dalam perjalanan sering aku atasi dengan menyapa alam, sawah yang menghampar, angin, langit merah biru berhias mendung, bahkan melihat anak kecil berseragam TK yang mengingatkanku pada Alni, bungsuku yang cantik.
Melihat ibu-ibu yang mengantar anak mereka ke sekolah seperti melihat kebahagiaanku di masa lalu, mengantarkan perasaan hangat di hati.
Sering pula aku menjadi 'live musik' di mobil kami, saat gelap melintas, sedang kami masih dalam perjalanan di tengah hutan, kunyanyikan lagu riang seakan mengajak alam yang muram untuk turut bersenandung bersamaku.

Pagi ini menu sarapan di piringku nasi putih dengan mi dan telur dadar. Duh, penampilannya sungguh tidak mengundang nafsu makan.  Kupaksa mulutku mengunyah lalu menelannya,  rasanya seperti berhenti di dada,  baru beberapa suap kecil aku menutup sarapanku dengan raut wajah yang tidak enak untuk dipandang.
" Mas, kayaknya minyak gorengnya kebanyakan, serik di tenggorokan ", kataku pada suamiku, aku tidak dapat menahan diri untuk tidak mencela makanan yang Allah rizkikan padaku pagi ini.
Aku tunggu suamiku menyelesaikan sarapannya, sambil memenuhi perutku dengan dua cangkir kopi krimer.

Tak sengaja mataku tertumbuk pada meja seberang.  Seorang laki-laki yang sedang berdoa sambil mengatupkan kedua tangannya, tampak khusyu dan lama, matanya terpejam, di depannya sepiring nasi siap disantap. Aku seperti terbawa dalam rasa syukurnya menerima rizki Allah yang berupa sarapan di pagi yang cerah ini.
Aku tersindir, malu pada Allah, bahkan aku tak ingat apakah aku sudah berdoa untuk sarapanku pagi ini?

Banyak hal kecil yang luput kita syukuri, padahal bila perkara kecil itu hilang dari kita, sungguh membuat kita menderita.
Banyak pula orang yang lebih menderita dari kita, mungkin karena bencana dan kekurangan, sehingga untuk sarapan pagi saja mungkin masih harus menahan lapar.
Sedang disini aku merasa menderita hanya karena mie, telor dan minyak yang serik di tenggorokan.

Kusyukuri sarapan istimewaku pagi ini, yaitu seorang lelaki yang tak kukenal yang menginspirasiku untuk mensyukuri makanan, bagaimanapun rupa dan rasanya.

Kamis, 06 Januari 2011

Kenapa keinginan berbuat baik tak kunjung tercapai

Kemarin sore, dari dalam kamar aku mendengar suara televisi, rupanya reality show. Ada suaraa isak tangis disertai kalimat terbata-bata ," Saya malu sekali karena disaat orang tua sakit, tidak bisa membantu sama sekali. Tapi gimana lagi, keadaan kami seperti ini ".

Mungkin banyak sekali orang, termasuk aku pernah mengalaminya, ingin sekali berbuat baik dan beramal, tetapi tak kunjung tercapai.
Sekarang aku tahu sebabnya.
Itu karena aku merasa ide berbuat baik itu datangnya dari diriku sendiri.
Aku tidak menyatukan ide dengan Allah, padahal tidak ada kekuatan yang bisa mewujudkannya tanpa ijin Allah.
Mestinya aku harus hubungkan hati dengan Allah, apa sih yang Allah kehendaki dari kita yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan kehendakNya? Setelah tersambung dan terbaca kehendak Allah, baru kita lakukan action mewujudkannya.

Kedengarannya susah ya bagaimana membaca kehendak Allah.
Yang penting segala keinginan berbuat baik kita pasrahkan saja pada Allah, memohon padaNya untuk bisa sinkron dengan kehendakNya. Tandanya sinkron dengan Allah adalah munculnya perasaan ikhlas akan segala kenyataan yang kita terima, tidak ada protes, hati kita tenang dan nyaman.

Selasa, 04 Januari 2011

Jangan Takut Ditolak

Untuk menempuh perjalanan sejuta langkah, kita mulai dari satu langkah awal.
Bagi seorang yang memulai usaha, setelah membangun mind set dan heart set yang benar, punya produk (tidak selalu produknya sendiri) untuk dijual, lalu memasarkannya.

Saat bertemu dengan teman-teman sesama pengusaha, kadang aku suka bertanya, bagaimana dulu saat mereka memulainya.  Kebanyakan mengatakan kalau mereka memulai dari hobby, lalu teman yang melihatnya menyukai lalu memesan. Lewat promosi dari mulut ke mulut pesanan semakin bertambah dan jadilah usahanya bertambah besar dengan puluhan karyawan.

Cantiq butikku semula adalah supplier untuk butik, dipasarkan sendiri oleh suamiku, dari butik ke butik, karena saat itu produk hand painted tekstil termasuk barang 'aneh', jadi tidak bisa bergerak di kelas bawah. Saat memulai kita langsung menetapkan target market untuk kalangan menengah ke atas.  Dalam membuat produkpun kita sesuaikan dengan selera mereka, mulai dari bahannya yang bagus dan disainnya yang tidak pasaran.

Seiring berjalannya waktu dan trend mode, juga mengingat jumlah karyawan yang terus bertambah dan Cantiq harus menyediakan pekerjaan yang banyak buat mereka, akhirnya satu item produk yaitu kerudung lukis, kami buat untuk kelas pasar.  Selain suamiku, kini Cantiq juga punya bagian marketing yang menangani pemasaran di kelas menengah ke bawah.

Pemasaran kami sukses, ditandai dengan permintaan yang terus mengalir. Inilah yang sering ditanyakan calon wirausaha, bagaimana kiat sukses memasarkan?
Mungkin keberanian untuk mulai memasarkan jadi modal utama bagi pemula. Ditambah keyakinan akan produk yang kita tawarkan, juga segmen pasar yang dituju musti jelas dulu biar tidak salah masuk. Jangan sampai kita menawarkan produk eksklusif ke pasar besar misalnya, pasti ditolak, mungkin karena harganya kemahalan atau trend modenya belum meluas sampai ke kalangan bawah.
Survey harga kadang perlu dilakukan untuk membuat penawaran yang masuk akal dengan pemilik toko.

Yang tak kalah pentingnya adalah mental pemasar, jangan takut gagal dan jangan mudah menyerah.
Mungkin saat menunjukkan contoh produk kita, calon pelanggan akan berkomentar seenak bibirnya, tetaplah tenang dan jangan terpancing emosi.  Kadang komentar mereka layak juga diperhitungkan untuk meningkatkan kuallitas dan daya saing produk kita.

Orang sering melihat kesuksesan orang lain dari hal yang enak-enaknya saja, jarang yang ingin mempelajari bagaimana kesuksesan itu terbentuk. Komentarnya bisa macam-macam.
" Dia kan sering diajak pameran, makanya terkenal ".
" Lukis busana kan ga banyak, makanya pesanannya ramai terus ". Dan komentar semacamnya. Mereka ga tahu saja, bagaimana perjuangan suamiku memperkenalkan produk kami ke berbagai kota, mendapat penolakan sana sini karena busana yang dilukis masih jarang dan rata-rata pemilik butik khawatir produk kami tidak laku.

Pernah aku ikut suami menawarkan produk kebaya lukis kami ke toko-toko di Surabaya, dan aku melihat sendiri begitu menyakitkannya reaksi pemilik toko.  Ada yang hanya menggeleng sambil mencibirkan bibir, bahkan melihat produk kami saja seperti orang sakit mata. Suamiku sampai berhenti menawarkan karena ga tega melihat aku kelelahan dan sakit hati.

Kadang aku geli juga merasakan betapa kontradiksi kenyataan yang dialami suamiku. Di kalangan pengusaha dan dinas pemerintahan dia begitu dihormati, selain sering menjadi nara sumber dia juga ketua koperasi UKM se Malang Raya.  Di desa kami dia juga disegani, apalagi di depan karyawan.  Tapi saat dia bertugas sebagai marketingnya Cantiq, dia begitu tidak diwongke (dimanusiakan) alias tidak dihargai, tapi dia tetap tenang dan tetap berpikir positif.  Kata suamiku pula, dia tak pernah lupa menggunakan jurus dzikirnya, hingga kadang dia melangkah seperti dituntun.

Bagaimana? Sudah berani memasarkan?

Senin, 03 Januari 2011

Formula Rahasia Sebuah Produk Unggulan

Sering kali saat pameran, pengunjung yang masuk ke standku berdecak kagum, lalu bilang," Aduh, cantik sekali, pas deh dengan namanya, Cantiq butik ".

Produk kami memang cantik, berbeda, dan didisain sendiri olehku, karenanya jarang ditemukan di tempat lain. Harganya juga tidak mahal, walaupun juga tidak murah, karena seluruhnya dikerjakan dengan tangan. Aku selalu belajar dalam membuat disain yang unik, aku padukan antara lukisan tangan dengan sulam pita, sulam benang, manik-manik lokal dan jepang.  Hasilnya .... luar biasa... Pernah ada seorang teman mau pameran, dia memesan produkku dalam jumlah yang banyak sekali lalu menjualnya di arena pameran yang berlokasi di tempat paling bergengsi di Jakarta.. Lalu dalam event itu, dia menerima penghargaan dari majalah Femina sebagai produk yang inovatif. Hatiku antara senang dan kecewa, karena Femina salah alamat ... hehehe.

Orang suka penasaran kalau melihat produkku, kebanyakan suka nanya," Mbak dulu dari seni rupa ya? " Aku menjawabnya dengan tawa, "Ya, dulu kuliah di fakultas perikanan, jurusan seni lukis ".

Sebenarnya ada formula rahasianya untuk membuat produk yang bagus, unik dan digemari pula.  Formula ini tidak susah-susah amat kok, dan bagusnya formula ini bisa dicampurkan pada produk apa saja. Hmmm...
aku hanya suka berdzikir saat melakukan apa saja, memuji kebesaran Allah, bersyukur, dan banyak hal yang mengingatkan aku pada Allah.  Aku membuat disain, melukis, mengelola karyawanku dengan berkonsultasi denganNya. Suamiku bahkan mensosialisasikan formula rahasia ini ke karyawan.
Dia suka bilang ke karyawan," Kita ini membuat produk seni, maka kita harus berguru kepada Yang Maha Seni yaitu Allah. Makanya berdzikirlah saat bekerja, hindarilah pembicaraan yang tidak perlu".
Dan tahukah, tanpa memberi pelatihan kepada mereka tentang tata warna, sebagiaan diantara karyawanku ada yang bisa mengkomposisikan warna dengan manis hanya dengan menurut anjuran suamiku untuk berdzikir.  Amazing bukan?

Yang paling mengherankan aku ya suamiku sendiri, dia mudah sekali mengimprove dirinya sendiri dengan jurus dzikirnya. Dia adalah orang dengan kemampuan otak science, dia unggul di bidang hitung menghitung (pernah dalam mata kuliah Rancangan Percobaan yang lebih rumit dibanding Statistik mendapat nilai A, dan satu-satunya mahasiswa seangkatan yang mendapat nilai sempurna).  Dia tidak bisa melukis, apalagi membuat disain dan lucunya pula dia tak pernah belajar dari buku-buku disain yang kupelajari. Tapi dengan jurus dzikirnya ini dia membuat disain yang kadang terlihat aneh tapi bagus dan digemari kalangan menenngah keatas.

Keajaiban berdzikir ini bukan hanya terlihat dari produk yang dihasilkan, ternyata juga memberi efek yang sulit dihindari dalam hal pemasaran.
Pernah datang padaku seorang ibu dan bapak yang low profile, ramah dan senyumnya tampak akrab dan keluar dari hatinya. Beliau berdua minta dibuatkan beberapa contoh disain lukisan untuk mukena, nanti dari beberapa disain yang kubuat akan beliau pilih untuk diproduksi dalam jumlah banyak.  Aku nikmati pesanan ini, kukerjakan sambil memuji betapa indahnya Allah menciptakan berbagai bentuk bunga.  Dan diluar dugaan, setelah beliau deal dengan disain dan harganya, beliau memesan dalam jumlah ribuan... woww.  Ternyata sepasang suami istri yang low profile itu adalah pemilik beberapa perusahaan yang salah duanya adalah songkok tanpa kertas yang bintang iklannya ustadz yang terkenal dengan konsep sedekahnya dan mukena yang bintang iklannya mantan Putri Indonesia.

Benarlah apa yang dilukiskan di hadist, bahwa berdzikir itu ringan di lidah, berat di timbangan.  Dan bagiku merupakan formula rahasia sukses dalam bidang apa saja.

Cinta Telah Mengubahnya

Sore badanku meriang, terbungkus selimut, aku bergumam, rasanya kok ingin buah.  Suamiku mendengar, lalu bertanya, ingin buah apa.  Kujawab pepaya atau jeruk.  Lalu kudengar dia minta tolong keponakanku membelinya.  Dan tak lama kemudian dia membawakanku sepotong pepaya yang.

Ah ... aku membayangkan pepaya yang merah dan manis,  pepaya yang disodorkan suamiku warnanya kuning dan tidak menarik.  Tapi membayangkan dia mengirisnya dan mengantarkannya ke kamarku, lalu mengulurkan pepaya itu dengan cintanya, membuatku menikmati pepaya itu, ternyata manis juga walaupun warnanya tidak menarik.  Mungkin cinta yang mengubahnya menjadi manis.

Kubayangkan saat kita meminta pada Allah.  Dia yang maha mengabulkan doa pasti membawakan 'pesanan' kita dengan cintaNya, tapi terkadang kita suka protes dengan pemberianNya dengan berbagai alasan dan komentar.  Duh malunya,  Allah yang selalu memberi di tiap denyut nadi dan hembusan nafas kita. Dia selalu memberi dengan cintaNya yang Agung,  tak terbandingkan dengan cinta manusia.  YaAllah, ampuni.