Senin, 20 Juni 2022

Before-After Fenomena

 Innuri mau membicarakan fenomena before-after dari sisi spiritual loh ya, bukan soal make up artis  atau bedah rumah ala Before-After Waku Waku Japan yang sudah menghilang pas aku lagi sayang-sayangnya ... haha. 

Ini sejenis penyakit manusia menurutku, penyakit yang kebanyakan manusia tidak menyadarinya.  Lihat beberapa kalimat ini.  

"Dulu kamu  gembel dan miskin.  Setelah aku bantu usaha ini itu,  aku ajari ini itu sekarang kamu telah menjadi seperti sekarang".

Atau yang lebih halus. 

"Dulu sebelum aku datang, masyarakat di sini begitu terbelakang.  Sekarang alhamdulillah setelah ditelateni memberi pemahaman selama bertahun-tahun,  mereka sudah terbuka pemikirannya". 

"Alhamdulillah kondisi keluargaku sekarang sudah lebih baik karena ketekunan dalam ...."

Apa yang tersembunyi di balik itu semua adalah AKU alias ego.  Merasa aku berjasa, merasa aku telah berusaha. Menomor satukan aku yang  tanpa disadari telah menjadikan  Allah sebagai  bagian pemberi ridha saja alias nomor dua.  Ini halus sekali loh ya.  Hanya bisa disadari bila hati kita benar-benar merendah serendah rendahnya. Kalau belum bisa memahami ini, dan hatimu masih membantah ini dan itu,   rendahkan lagi hatimu dan rendahkan lagi.   

Bahayanya ego jenis ini,  bila berbenturan dengan ego orang lain, maka akan pecah perang,  minimal perang di dalam hati mereka masing-masing yang pada saatnya nanti juga akan meledak menjadi kata-kata dan perbuatan.

Lantas bagaimana sikap batin kita biar gak kena penyakit before-after ? 

Rajin-rajin memandang diri sendiri dari ketinggian, ini  istilahnya Innuri.  Istilahnya pak Hans mengambil jarak dengan pikiran perasaan emosi (manas). Lakukan saja beberapa menit saat hati sedang kesenggol rasa 'before-after' sampai hati merasa tenang lalu kemudian menemukan sebuah pemahaman yang indah.  Sambil mengucap istighfar memohon ampun kepada Allah dengan setulus hati  akan lebih baik lagi. 

Saat bisa memandang diri sendiri dengan segala aktifitas batin kita itu,  saat itu kita berada di zona ilahiah, secara otomatis bisa  melihat segala  sesuatu dari kacamata kasih sayang. Dan karena Allah sudah menetapkan bagi diriNya kasih sayang,  maka kita sebenarnya sudah melihat dari kacamata Allah.  

Manusia itu tidak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa kalau gak dikasih atau digerakkan oleh Allah. Pada hakekatnya semua itu ya Allah , kita manusia hanya wayang di tangan Sang Maha Dalang.  Kita cuma menjalani peran saja.

Itulah puncaknya, merasakan bahwa I'm nothing,  but love.  Kita adalah kasih sayang itu sendiri. 

Ada seorang sahabat Innuri bilang bahwa dengan segala fasilitas dari Allah itu kita berusaha ikhlas. Perkenankan Innuri jawab ya.

Bahwa ikhlas adalah sebuah kondisi perasaan yang keluarnya justru tanpa berusaha.  Kalau masih berusaha,  itu masih ada 'aku' di dalamnya, aku yang berusaha ikhlas.  Sedangkan ikhlas itu sendiri  adalah kondisi tidak mengaku-ngaku atau dengan kata lain kondisi tanpa aku, dimana ego sudah melemah.  Bagaimana dong agar sampai ke kondisi tersebut ?  Yaaa kembali lagi ke rajin-rajin melihat diri sendiri dari ketinggian.  Nyawang karep kalau di spiritual Jawa. Setiap hari,  setiap saat,  dzikir dengan cara begini lebih 'tol' deh, ya kayak lewat jalan tol,  lebih cepat dan lebih nyaman.