Kamis, 31 Juli 2014

Menyingkap TabirNya

QS. Aali 'Imran (Ali 'Imran) [3] : ayat 17

[3:17] (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.
foto : Innuri lokasi : pantai Gua Cina Malang Selatan

Sehabis ramadhan, aku berusaha memelihara shalat malam, bila ramadhan rajin tarawih 8 rekaat dan witir 3 rekaat, sekarangpun begitu, tapi namanya jadi shalat malam.  Aku merasakan begitu indahnya malam-malam yang hening dalam ruku dan sujudku mengakrabi Allah.  Dan Allah membalasnya dengan 'pembicaraan' manis antaraku denganNya.

Namun shalat tahajudku malam ini terasa hambar, jiwaku seperti tidak bisa mendengar 'bicara' Allah padaku yang biasanya sejuk dan menenangkan jiwa.  Akupun mencarinya di sudut hatiku, apakah yang salah ?  Yak ! ketemu , ternyata siang tadi aku ngrasani orang (ghibah) walau maksudnya untuk mencari solusi, tapi ghibahnya jadi kebacut (keterlaluan).  Aku telah terpeleset lidah.

Ada banyak hal yang merusak kelezatan dekat dengan Allah, selain ghibah, segala perasaan negatif seperti marah, tidak sabaran, tidak ikhlas, buruk sangka dll semua itu bisa membuat kita terdinding/terhalang  dari indahnya Allah dengan segala pesonaNya.

Karena itu betapa pentingnya menjaga diri untuk selalu suci, lisan , perbuatan, pendengaran, penglihatan dan hati.  Menjaga kesucian diri itu lebih mudah daripada mensucikannya setelah terkotori.

Karena kita tidak tahu sudahkah diri ini tersucikan dan juga karena kita tidak bisa meminta maaf satu persatu kepada yang pernah kita dhalimi , maka rajin-rajinlah memohon ampun kepada Allah dan mendoakan orang-orang yang pernah kita dhalimi untuk mendapatkan ampunan Allah.  Dan karena kita juga sering lupa siapa orang yang pernah kita ghibah dan kita dhalimi, maka sebaiknya memohon ampun untuk seluruh muslim dan muslimat di seluruh dunia.
Upaya pembersihan diri lewat istighfar dilakukan berbarengan dengan menjaga diri untuk tidak 'memproduksi' dosa baru.

Jiwa yang suci bisa membuka tabir/hijab yang membuat kita bisa merasakan keindahanNya, dan rasakanlah betapa tidak ada yang lebih indah di dunia ini selainNya.

Selasa, 29 Juli 2014

Adalah bekasnya pada jiwa

 Sebuah renungan Iedul Fitri.

Adalah bekasnya pada jiwa yang kita bawa sebagai sebuah kemenangan.

Adalah jiwa yang tersucikan , jiwa yang terkoneksi dengan Allah , jiwa kecintaan bumi dan langit.

Sesuatu yang terlihat mata , yang gumebyar sebagai keindahan dunia ataupun sebaliknya, itu adalah sebuah ilusi , tipuan , dan semua itu pasti menghilang .  Yang terbawa adalah bekasnya pada jiwa.

Segala sesuatu menjadi bermakna bila telah menorehkan bekas pada jiwa , bisa jadi makna yang positif yang membawa manusia pada syurgaNya (kenikmatanNya) , atau bekas yang negatif yang membawa pada neraka (kesengsaraan).  Pilihan di tangan manusia , karena Allah tidak pernah mendhalimi hambaNya.

Maka ciptakanlah hal nyata dari ilusi ; syukurilah setiap hal yang kamu lihat, nikmati dan alami.  Lapangkan dadamu untuk setiap hal yang terlihat buruk. Percantik segala disharmoni dengan maaf dan penerimaanmu. Tebarkan cinta dan kasih sayang sebanyak yang kamu bisa.

Menarilah dalam iramaNya.

Bertanyalah dalam diri : sudah sucikah jiwaku ? jiwa seperti apakah diriku kini ?

                                   


Sabtu, 26 Juli 2014

Iman dan Hukum

Sepanjang ramadhan, acara yang paling aku dan suamiku suka adalah acara "Al Quran menjawab" di TVRI dengan nara sumber cak Nurhadi tiap jam 3.00 WIB waktu sahur, dengan host Sahrul Gunawan.  Nonton acara ini menjadi semakin jelas dan gamblang maksud Allah untuk manusia dengan al quran.


 

Di malam terakhir sahur, ada bagian yang amat menarik bila dihubungkan dengan nasib negara ini. Apalagi kita bakalan punya presiden baru.

Diuraikan oleh cak Nurhadi , bahwa Nabi Muhammad saw menerima wahyu yang berhubungan dengan keimanan (ayat-ayat makiyah) selama 13 tahun, setelah itu ayat-ayat hukum (ayat-ayat madaniyah).  Lalu terciptalah negara yang penuh rahmat, Madinah al mukaromah, lalu Nabi kembali ke Mekah membentuk negara yang penuh rahmat juga, Mekah al mukaromah.

Hikmah yang bisa diambil,  bila ingin negara ini menjadi besar dan penuh rahmat Allah, para pemimpin dan rakyatnya musti beriman dulu (melepaskan segala kepentingan selain Allah) sebelum menciptakan hukum-hukum.

Aku sendiri merasa tersindir, karena merasa punya 'negara' kecil, yaitu usaha Cantiq butikku.  Banyak masalah terjadi dalam sebuah perusahaan besar atau perusahaan kecil, dan semua musti diselesaikan dengan menempatkan kepentingan Allah dulu sebelum membuat keputusan.

Kita semua punya 'negara' kecil, bisa jadi itu bisnis kita, keluarga kita, tempat kerja kita , bahkan diri kita sendiripun musti kita pimpin.  Apapun keputusan yang kita buat untuk negara kecil kita, musti dengan melepaskan segala kepentingan pribadi, hanya kepentingan Allah yang boleh berlaku. Maka hasilnya adalah sebuah negara yang penuh rahmat dan ampunanNya, yang sukses di dunia dan akhirat.





Rabu, 23 Juli 2014

Tadarus sepanjang hayat

Ramadhan sudah di penghujung akhir, adakah oleh-oleh ramadhan yang bisa kalian hadiahkan untuk diri sendiri ?

Bila ada, apakah bentuk oleh-olehnya ? Boleh dijawab dalam hati atau diucapkan keras-keras, dijamin aku gak dengar .... hehehe.

Apakah ada yang menjawab dengan hal-hal seperti ini :
- sudah khatam al quran
- nutug puasa
- nutug shalat tarawih
- nutug i'tikaf di 10 hari terakhir
- bisa bersedekah lebih banyak dari tahun kemarin

Bila seperti itu jawabannya, maka itu belum dikatakan 'oleh-oleh' ramadhan.  Hal-hal yang aku sebutkan itu adalah sebuah sistem.  Sistem untuk mendekatkan diri pada Allah, untuk mencapai takwa, untuk mencapai tauhid.

 Sahabatku sayang,

Di penghujung ramadhan ini resahku  karena aku tidak mengkhatamkan al quran, juga tidak bisa mengegolkan proyekku mengulang hafalan dan memperbaiki bacaan quran.  Tidak nutug shalat tarawih, shalat tarawihnya juga di rumah saja, tidak pernah ke masjid satu kalipun.  Tidak pula beri'tikaf di masjid.

Sepanjang ramadhan, suara tadarus al quran dari beberapa masjid terdengar begitu berisik, yang malah membuatku tidak nyaman membaca al quran, ujung-ujungnya malah tidak membaca al quran sama sekali. Pernah terbangun jam 12 malam dan berpikir pasti sudah pada tidur semua, tapi ternyata masih ada tuh yang membaca al quran pakai pengeras suara di tengah malam seperti itu.

Dan aku berperang melawan diri sendiri untuk tidak complain dengan mereka, aku berusaha memahami. Tapi masih saja muncul pertanyaan seperti ini : "Apakah begitu adab membaca al quran ? dibaca keras-keras sampai mengganggu orang ? ".  Wah, sejauh aku masih punya pertanyaan seperti itu, berarti aku masih menyimpan kejengkelan dalam hati dan itu tidak sehat untuk hatiku.  Maka akupun menikmati keberisikan itu sambil bikin kue-kue lebaran.

Kutatap kue-kue kering yang bertumpuk  siap dibagi , bagai menatap ulang  perasaanku saat mengerjakan itu semua.  "Allah, betapa aku telah menyia-nyiakan ramadhan, dan aku tidak memperoleh apa-apa sebulan ini ", kataku pada Allah.  "Biarlah, mungkin kebahagiaan orang lain menerima pemberianku  bisa menjadi kebahagiaanku juga".

Saat itu Allah menyapa hatiku dengan begitu lembut penuh kasih dan aku tahu apa yang diucapkan olehNya.  Yak ! Aku telah menemukan ramadhanku !  Rasanya ingin berteriak hore sambil berlompatan ala Marsha and the bear.

Oleh-oleh ramadhanku adalah, aku sudah 'klik' dengan Allah, aku sudah 'deal' dengan Allah.  Dealku dengan Allah adalah kemurnian hatiku berharap kepadaNya saja, telah terlepas semua ikatan hati dan pengharapan terhadap makhluk, dan aku merasa bebas merdeka.  Aku sudah berada di kondisi yang dilukiskan al quran :  'tidak ada kesedihan dan rasa khawatir'.  Aku merasa lebih 'manunggaling kawula-gusti' , lebih memahami Allah dan Allah memahamiku, bertemu di satu titik yang indah.

Bagaimana aku mendapatkan 'oleh-oleh' ramadhan seperti itu, pasti ada prosesnya.  Yang bila dijelaskan secara sederhana, aku memaknai segala peristiwa yang terjadi dalam hidupku adalah bentuk tuntunan Allah, juga pembelajaran dan latihan, yang musti ditempuh dengan memakai buku panduannya yaitu al quran.

Kebiasaanku memaknai hidup dengan al quran, itulah tadarusku sepanjang hayat.  Bukan soal khatam secara bacaan , melainkan melaksanakan tuntunanNya sepanjang hidup ini.

Pada titik keberhasilan manusia adalah saat dimana Allah telah mencerabut dari hati kita rasa sedih dan khawatir.

QS. Al-Baqarah [2] : ayat 38
[2:38] Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".


QS. Yuunus (Yunus) [10] : ayat 62
[10:62] Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
 
Sahabatku sayang,
Aku tahu diantara kalian masih ada yang merasa sedih dan khawatir, karena banyak yang curhat lewat inbox .  Jawabannya ada di surat al baqarah ayat 38 yang aku sebut di atas, ikuti petunjuk Allah di al quran, lakukan tadarus sepanjang usia. 


Menyengaja Kebahagiaan

Ini hari terakhir karyawan masuk di bulan ramadhan tahun ini. Sore ustadz Virien memberi pembekalan ruhani ke karyawan, di akhir sesi beliau bertanya kepada mereka.

"Siapa yang sudah merasa bahagia hidupnya ? Ayo ngacung yang tinggi !".  Beberapa karyawan mengacungkan tangannya, ustadz menghitung lebih dari separuh.

"Yang merasa belum bahagia ?", tanya ustadz lagi, sedikit malu-malu diantara mereka mengangkat tangan.

"Nah, sekarang coba katakan alasannya, mengapa bahagia dan mengapa tidak". Ustadz menunjuk mereka satu persatu untuk mengungkapkan alasannya.

Ada yang merasa bahagia karena rumah tangganya tidak bermasalah, ada yang karena sudah punya pacar, ada yang karena sekeluarga sehat semua, ada yang karena merasa tercukupi semua materi yang dia butuhkan, ada yang merasa bahagia karena sebentar lagi hari raya, dan banyak lagi.

Sebelum lanjut membaca tulisanku, giliran aku yang bertanya kepada para pembacaku sayang, apakah sudah merasa bahagia ? dan kenapa merasa bahagia ? Temukan jawabannya dulu di hati ya, boleh di tulis di lembar jawaban yang tersedia ( .... memangnya ujian kenaikan kelas ? hahaha).

Sudah ? bila sudah , mari simak komentar ustadz Virien atas jawaban mereka.

"Semua yang kalian sebutkan tadi, sifatnya masih sesuatu yang tidak sengaja , maksudnya kalian bahagia karena pas sehat, pas punya pacar , pas tidak ada masalah keluarga.  Kebahagiaan kalian tergantung dari hal-hal di luar diri yang bila semua itu hilang, bisa membuat kalian tidak bahagia ".

"Kebahagiaan itu ada yang terjadi dengan tanpa sengaja, dan ada yang  diciptakan dengan sengaja.  Kebahagiaan yang disengaja inilah yang sifatnya lebih permanen ", begitu penjelasan ustadz.

"Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara  menciptakan kebahagiaan dengan sengaja ? Ada yang bisa menjawab ?".

Hening, tidak ada yang menjawab.

"Bersyukur", aku nyelutuk.

"Yak, bersyukur , memahami, ikhlas, dan sifat-sifat positif lainnya".

Pertanyaanku sekarang untukku sendiri  dan untuk kalian :"Sudahkah kita menyengaja kebahagiaan ?





Sabtu, 19 Juli 2014

Sudut pandang Allah vs sudut pandang agen asuransi

Di tengah-tengah ramadhan yang sibuk, aku kedatangan seorang tamu menawariku program asuransi yang sangat menarik.  Dan aku tetap tidak tertarik .... hehehe.

"Hanya 17 ribu sehari, dan ibu akan mendapatkan berbagai fasilitas.  Selain dana pensiun, juga bisa mengcover kejadian-kejadian yang tidak terduga dan tidak kita harapkan.  Bila sudah 3 bulan gabung dan ibu mengalami sakit atau kecelakaan, maka ibu akan ditanggung semua biaya rumah sakit.  Begitupun bila meninggal, maka anak-anak ibu akan dijamin biaya pendidikannya ", begitulah antara lain yang kuingat dari pembicaraannya.

"17 ribu itu banyak loh pak buat saya.  Rasanya saya tidak sampai hati mengeluarkan uang hanya untuk kenyamanan dan keamanan saya pribadi.  Lebih baik dipakai buat nolong orang yang sedang butuh uang atau makan atau biaya pendidikan anak tidak mampu ", kataku.

"Tapi ibu kan lebih bisa bermanfaat buat mereka kalau ibu sehat ", katanya lagi, aku cuma tersenyum, memangnya asuransi bisa membuat orang tetap sehat ?

"Saya jarang sekali sakit kok pak, paling cuma flu", kataku.

"Saya juga jarang sakit, tapi dengan gigitan nyamuk, saya kena demam berdarah belum lama ini", keluar ngeyelnya dia .... hahaha, bertemu dengan orang ngeyel kayak aku, klop sudah.

"Saya tidak suka asuransi karena khawatir iman saya pak, khawatir nanti asuransi itu menimbulkan rasa aman di hati saya, saya hanya mau Allah yang menjamin hidup saya", kukira itu kalimat yang merupakan jurus pamungkas, tapi beliau tetap ngeyel :"Bukankah manusia harus berusaha ?", begitu katanya. Dan aku tidak membalas dengan ngeyel pula, cuma hatiku yang ngeyel :"Aku mau berusaha kok pak, tapi usahanya harus yang Allah tuntunkan di al quran, dan yang Allah ridha".

Terus terang , pembicaraan agen asuransi itu membuatku 'ngelu' alias mumet , tiba-tiba kok merasa sakit kepala. Lah orang kok memandang hidup dari sudut pandang negatif , dari kemungkinan-kemungkinan terburuk ?  Kalau sakit dijamin biaya, kalau mati, dijamin keturunannya, tapi matinya tidak dijamin masuk neraka atau surga.  Coba mereka suruh bikin asuransi yang membuat orang dijamin masuk surga ...... hahaha

Berhati-hatilah  dengan cara berpikir agen asuransi dan cara berpikir apa saja yang membuat kepala mumet, bisa-bisa terjebak dalam menuhankan logika. Mari kita kembali kepada al quran saja, pasti kepala yang mumet ini jadi adem, dan itulah salah satu cara mengenali petunjuk Allah, hati terasa adem dan bahagia.  Bagaimana al quran mengajari kita  memperoleh jaminan hidup di dunia dan di akhirat ?

Al quran mengajari kita agar tidak memikirkan dunia (tidak fokus pada dunia), wong dunia ini cuma tipu daya dan senda gurau. Rejeki kita di dunia ini sudah dijamin Allah, manusia tinggal bergerak yang dilukiskan di al quran 'berpencar di atas bumi untuk mencari karuniaNya'. Fokusnya pada Allah saja, jalankan apa yang diperintahkan Allah untuk kita laksanakan lewat firmanNya dalam al quran.

Iman, takwa dan tawakal adalah modal memperoleh berbagai kemudahan dan keberlimpahan dalam hidup, itu cara yang diuraikan al quran untuk memperoleh jaminan klas 'premium'. Bukan hanya jaminan materi, tapi juga jaminan kebahagiaan, bukan hanya jaminan di dunia, tapi juga jaminan di akhirat.  Aku pernah menuliskannya , buka-buka lagi tulisanku yang lalu ya.

Allah Maha Tahu bila tidak semua manusia bisa membayar premi asuransi, makanya Allah tidak mensyaratkan membayar kepadaNya kalau mau dijamin hidupnya.  Cukup gemarlah bersedekah kepada yang membutuhkan, inilah 'premi' asuransi yang bukan hanya menolong diri sendiri, tapi juga menolong orang lain, inilah sistem Allah yang Maha Adil dan Bijaksana.

Allah Maha Tahu bila unsur manusia itu bukan hanya materi, makanya sistem Allah menjamin terpenuhinya kebutuhan  jasmani dan ruhani manusia.  Banyak bersedekah membuat hidup bergerak menuju kebahagiaan yang lebih tinggi dan lebih tinggi.

Allah Maha Tahu tentang manusia ciptaanNya, dari awal hingga akhirnya, makanya sistem Allah menjangkau awal dan akhir manusia.  Sistem Allah menjamin keselamatan manusia hingga akhir nanti di syurgaNya.  Mari kita ikuti sudut pandang Allah, karena Allahlah yang lebih tahu kejadian esok hari kita.

Mari kita tempatkan Allah di atas segala-galanya, inilah yang disebut tauhid yang murni. Tempatkan cara pandang Allah di atas logika kita, dan diatas sudut pandang agen asuransi tentu saja ..... ehm. 

*ngeyel = ngotot yang menjengkelkan

 

Senin, 07 Juli 2014

Penetrasi Al Quran

Hari ini aku tersentak, kaget.

Seorang kenalan yang amat aku kagumi karena bacaan al qurannya, karena ketelatenannya mengajar para santri, hari ini marah besar di depan banyak orang, di bulan puasa, dalam keadaaan berpuasa tentunya, padahal yang dimarahi juga tidak bersalah, cuma salah faham saja.  Akhirnya beliau minta maaf ketika tahu persoalan yang sebenarnya.

Pengalaman itu menjadikanku berpikir, apa yang salah pada diri seseorang yang bergaul dengan al quran setiap hari, tapi perilakunya malah tidak sesuai dengan al quran ?

Sebaliknya, aku mengenal dekat orang yang jarang sekali membaca al quran, bahkan bila membaca al quranpun yang dibaca hanya terjemahannya saja, tapi beliau orang yang qur'ani banget. Beliau orang yang sabar, menyejukkan hati, mudah memahami orang lain, gemar bersedekah dan berbuat baik dan tidak pernah marah (bila marah beliau diam untuk menahan marahnya).

Barangkali unsur NIAT atau kesengajaan yang membedakan keduanya.  Yang satu  mempelajari al quran dengan memfokuskan pada tajwid dan mahraj yang harus sempurna, yang satu fokus pada menjalankan tuntunannya dan merasa cukup dengan membaca terjemahannya saja.

Selain itu banyak sekali 'versi' cara mempelajari dan menjalankan al quran.  Ada yang 'mendekati' al quran dengan jalan menghafalkannya (aku salah satunya), ada yang mempelajarinya lewat seorang ahli tafsir, ada yang merasa cukup dengan menafsirkannya sendiri, ada yang mempelajarinya sendiri dari buku-buku tafsir, ada yang belajar dengan cara menyimak penuturan  para ustadz yang sering muncul di televisi, dan banyak sekali metode mempelajari al quran.

Yang menafsirkan sendiri  berfikir bahwa al quran itu telah dimudahkan Allah untuk difahami seluruh manusia.

QS. Al-Qamar [54] : ayat 17 , 22 , 32, dan 40
[54:17] Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?
 
Menurutku, begitulah cara Allah (sistem Allah) dalam menjaga kemurnian al quran, hingga hamba-hambaNya mempelajari al quran dari berbagai cara dan dari berbagai sudut hingga dari masa ke massa al quran selalu terjaga. 
 
Masing-masing orang berada dalam kondisi yang berbeda satu sama lain, ada yang punya ustadz sepertiku hingga bisa mempelajari al quran dengan bimbingan ustadz, ada yang hidup terpencil atau  jadi minoritas hingga hanya bisa belajar dari buku terjemah al quran, ada yang bisa masuk pondok pesantren hingga bertahun-tahun  mempelajari berbagai ilmu agama, dan lain-lain (tambahkan sendiri yaaa ....)
 
 Karena sifatnya yang kondisional itulah, tidak perlu merasa diri lebih benar dalam mempelajari al quran, sebaliknya juga tidak perlu merasa rendah diri karena ilmu al quran yang sedikit.  Yang dinilai Allah adalah NIAT kita dalam mengejawantahkan nilai-nilai qurani dalam kehidupan kita.

Juga perlu dipikirkan, sejauh mana kita menjadikan al quran sebagai way of life dan sejauh mana 'penetrasi' al quran dalam jiwa kita.

Dalam diri orang yang beriman, al quran  kadang hanya sampai di pikirannya dan sedikit di hatinya,  hingga dia menjadi orang yang beriman karena kebenaran ayat-ayatnya secara logika ilmiah. Ini pernah aku alami di masa remaja, dan inilah yang umum terjadi pada remaja yang porsi logikanya lebih dominan.

Seiring kedewasaan (atau ketuaan ya .... hehe), jadi lebih menghayati al quran lewat ketajaman mata hati.  Ternyata disinilah letak keindahan yang amat menakjubkan itu, saat al quran sudah mendominasi hati, tumbuhnya kecintaan pada al quran, hingga segala yang dilakukan adalah berdasarkan rasa cintanya.  Ini aku sebut 'penetrasi' al quran yang berhasil, al quran sudah 'memasuki' diri orang tersebut sehingga segala sikap dan tingkah lakunya tertuntun membentuk harmoni dengan alam semesta.

Seorang yang sudah 'kerasukan' al quran, dia menikmati segala aktifitas kehidupannya dengan ringan karena dia menjalaninya dengan penuh cinta. Disinilah letak keindahan hidup itu (aku bilang 'keindahan' karena lebih bahagia dari kebahagiaan).

Bila menginginkan ini terjadi pada diri kita, cukup dengan membuka hati untuk al quran, menyediakan diri untuk al quran, bukalah hati untuk  'mengijinkan' al quran bersemayam dalam diri kita.

Semoga Allah menyampaikan kita semua dalam keindahan firmanNya.


Jumat, 04 Juli 2014

Fanatisme Yang Indah

Kata eyang dulu aku fanatik sama Muhammadiyah, dan susah 'ditekuk'. Hmmm ..... memang aku akui dan aku tidak menyesalinya. Seiring waktu, seiring pengalaman, seiring kedekatan yang makin intim dengan al quran, dan juga berkat bimbingan eyang, hatiku jadi terbuka, dan rasanya aku lebih bahagia setelah terlepas dari belenggu fanatisme.  Seperti terlepas dari ikatan yang menyesakkan dada, hati menjadi lapang dan luas.

Sesungguhnya hati itu lebih luas dari semesta, tapi manusia sendirilah yang mempersempitnya.  Padahal saat dia bisa menjelajah keluasannya, keindahan begitu menakjubkan.

Pernah merasakan jadi orang fanatik, itu 'sesuatu' banget, setidaknya kini aku tidak bisa mencela orang-orang  yang fanatik, hanya aku doakan saja, semoga suatu saat dia merasakan betapa indahnya hati yang luas dan lapang itu.

"Fanatik itu wajib", kata eyang, ... loh ?
"Fanatik yang dibenarkan al quran adalah fanatik dalam hal aqidah, harus dibela sampai mati", lanjutnya .... oh.

"Dalam hal yang lain selain aqidah, semua boleh menyesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat", kata eyang.
"Iya ya, bukankah Allah sendiri yang menciptakan manusia berbangsa-bangsa , bersuku-suku dan juga beragama-agama ya ", kataku.

Eyang lalu bercerita soal Imam Syafi'i dalam perjalanan raga dan jiwanya menemukan hukum yang sekarang dikenal dengan madzab Syafi'i yang dianut oleh sebagian besar orang Indonesia.  Cerita eyang cukup panjang, tak cukup mengingatnya, apalagi menulisnya ulang.

Tapi penjelasan eyang itu cukup menjawab berbagai hal yang menjadi pertanyaan besar di kepalaku, bila dikaitkan dengan al quran, semua menjadi tampak jelas.

Ambillah salah satu contoh yang nyata, soal tata cara shalat yang berbeda antara orang NU dan Muhammadiyah, dan mungkin aliran Islam yang lain, yang masing-masing menganggap dirinya benar, sampai menimbulkan debat yang tidak berkesudahan, hingga para da'i disibukkan dengan saling membalas argumen dan dalil.

Sebenarnya hal ini tak perlu terjadi bila semua fihak mau kembali ke al quran sebagai sumber tertinggi hukum dalam Islam.  Bukankah al quran tidak mengajarkan tata cara shalat secara rinci ? hanya disebut ruku' , sujud dan waktu-waktu shalat yang lima waktu.  Sesuatu yang tidak disebut secara rinci di al quran, berarti itu sesuatu yang boleh ditafsirkan menurut pemahaman masing-masing, dan semestinya saling menghargai satu sama lain.

Syetan mudah masuk ke dalam diri orang-orang yang paling merasa benar sendiri, memancing perdebatan,  hingga mudah menghukumi orang lain sebagai bid'ah, sesat , bahkan kafir.  Naudzubillah.

Bahagiakan orang-orang yang dalam hatinya suka merendahkan orang lain yang diluar golongannya ? bahkan orang yang dalam hatinya tumbuh kebencian terhadap orang yang berlawanan dengan pendapatnya ? Inikah nilai-nilai islami itu ? inikah nilai-nilai qur'ani ?

Ingatlah, al quran diturunkan sebagai rahmat / kasih sayang bagi alam semesta.  Orang-orang yang berpegang teguh pada al quran, adalah orang-orang yang di dalam hatinya penuh kasih sayang. Orang yang dalam hatinya penuh kasih, pasti menghargai orang lain, pasti menghargai perbedaan, karena perbedaan itu qur'ani.

Ada banyak lagi pertanyaan di kepalaku soal presiden perempuan, soal khilafah , soal hukum syariat , soal pemimpin non muslim.

Soal presiden perempuan itu bukankah di dalam al quran ada dikisahkan tentang ratu Bilqis ? dan al quran tidak pernah mencelanya sebagai pemimpin perempuan ? yang dipermasalahkan adalah soal keyakinannya, soal tauhidnya.  Jadi yang perlu 'difanatiki'  adalah soal aqidah, soal tauhid, soal menyembah Allah Yang Maha Esa.

Dan soal tauhid ini, ternyata bukan cuma milik agama Islam. Coba renungkan ayat ini :

QS. Al-Baqarah [2] : ayat 62
[2:62] Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
 
Allahlah yang menciptakan mukmin , yahudi, nasrani, shabiin, dan lain-lain , dan  pada masing-masing keyakinan itu ada potensi untuk tidak bertauhid, hingga ditekankan bahwa yang selamat adalah yang benar-benar bertauhid, yang benar imannya kepada Allah, beriman kepada hari kemudian dan diiringi amal shaleh (perbuatan baik).
 
Jadi orang mukminpun musti mengoreksi imannya lagi dan tidak perlu merasa paling benar sendiri dengan keislaman kita tanpa mengoreksi diri sudah benar atau belum iman kita, dan sudahkah kita beramal saleh ? Bahkan bisa jadi orang non muslim lebih islami dibandingkan kita yang muslim, dan kita musti mengakuinya dengan jujur.

Pernah aku mikir, kenapa perilaku orang Jepang lebih islami dan lebih qurani dibandingkan dengan orang Indonesia yang mayoritas islam ini ? Dan aku jawab sendiri , karena orang indonesia sibuk memperebutkan 'bungkus' daripada isinya, lebih mempersoalkan label daripada isinya.  Sementara Islam itu adalah nilai-nilai qur'ani yang ditegakkan (karenanya akrabilah al qur'an).

Ketika nilai-nilai qurani di tegakkan, yang terhampar adalah keindahan.  Marilah kita mulai dari diri sendiri.