Kamis, 24 Desember 2015

Antara Mikir Dan Bicara

Dear sahabat Innuri,

Aku punya sahabat yang cerewet banget dan mengaku kalau dirinya cerewet. Lantas aku bilang ;"Itu sih perlu terapi untuk menekan hasrat ngomong".

"Iya kayaknya ", jawabnya.
"Coba ditulis saja apa yang mau diomongkan", kataku.
"Atau direkam saja yaaa, ntar kalau sudah layak dengar , baru disiarkan ", katanya disusul tawa berderai .... hahahaha.

Bila kuamat-amati, ada beberapa tipe orang dalam pola bicaranya.  Ada yang mikir dulu sebelum bicara , mikirnya pakai lama pula, ada orang yang bicara sambil mikir, dan ada orang yang bicara gak pakai mikir, yang penting nafsu bicaranya terpuaskan.

Kita termasuk yang mana ya ?  Atau kita termasuk manusia kadang-kadang ,  kadang mikir dulu sebelum bicara , kadang tidak, kadang pula bicara sendiri, kadang bicara sama cermin  ... hahaha ...

Bicara itu ada pembicaraan ke luar , ada pembicaraan ke dalam.  Pembicaraan ke luar itu bicara ke orang lain atau makhluk lain baik pakai suara atau gak pakai suara ... hm hm hm ...emang ada bicara tanpa suara ? Ya ada dong, ya  ditulis ... kayak aku sekarang, bicara di blog .  Pembicaraan ke dalam berupa pembicaraan pikiran , pembicaraan hati , antara diri kita dengan hati atau pikiran kita . Pembicaraan dengan Allah termasuk pembicaraan ke dalam yang lebih dalam daripada pembicaraan hati, pembicaraan ini bisa amat indah.

Perlukah mikir dulu sebelum bicara ? Perlu banget .... biar gak salah bicara, biar pembicaraan bermanfaat dan biar tidak menyakiti orang lain dengan mulut kita, biar tidak terjebak dalam dosa seperti ghibah, mencela , menghina , perselisihan dan perdebatan,  dll.

Lantas, point apa yang menjadi pertimbangan ? Diantaranya , kita selayaknya membicarakan sesuatu yang  baik dan benar , membicarakan hal yang benar-benar kita ketahui , bila menyangkut topik tertentu , sebaiknya itu topik yang kita kuasai.  Kita juga mesti memperhitungkan perasaan orang lain , jangan sampai menyakiti orang lain. Jangan bicara yang menimbulkan dosa , seperti dusta, ghibah (rasan-rasan) , mencela , menghina dan merendahkan orang lain, dan hindari juga pembicaraan yang memicu perdebatan dan perselisihan.  Bila ingin mengkritik atau mengingatkan orang lain, sebaiknya disampaikan dengan kalimat dan intonasi yang  baik , tanpa emosi dan dengan penuh kasih sayang. Menghargai pendapat orang lain juga salah satu etika dalam berbicara.  Susah ? iya ... hehehe

Biar mudah, kita harus sering melakukan pembicaraan dengan Allah , agar Allah selalu menuntun tutur kata kita, bicara ke dalam dulu sebelum bicara ke luar.

Pertanyaan selanjutnya adalah : "Lebih banyak  mana waktu kita untuk bicara dengan Allah atau dengan makhlukNya ? ".  Jawabannya mudah ditebak, pasti lebih sedikit waktu kita bicara dengan Allah, padahal salah satu hal yang mengantarkan kita pada keberuntungan adalah banyak-banyak  mengingat Allah, yang berarti tidak sekedar mengingat, melainkan berkomunikasi , bicara dengan Allah lebih banyak dibandingkan bicara dengan selainNya.  Jadi mari  kita menyengaja menambah waktu bicara kita dengan Allah dengan jalan lebih sering mengingat dan berdzikir padaNya dalam keadaan apa saja.  Bahkan sebaiknya kita selalu melibatkan Allah dalam pembicaraan kita dengan sesama manusia, bagaimana caranya ?

Caranya begini , bila kita berada dalam sebuah forum pembicaraan, cobalah menjadi pendengar yang baik , lalu  hubungkan hati dengan Allah , bermohonlah pada Allah agar Allah berkenan menuntun arah pembicaraan menuju hal yang baik.  Dengan cara ini , pembicaraan akan tertuntun dan bermanfaat , tidak ada pembicaraan yang sia-sia meskipun bergurau.  Dicoba ya !

Kamis, 17 Desember 2015

Istighfar Yang Indah

Dear sahabat Innuri, para pecinta Allah.

Apakah yang kalian lakukan di penghujung malam ?
Ada ayat al quran yang menerangkan bahwa orang-orang yang beruntung nanti adalah orang yang memohon ampun di waktu malam, dan bersedekah di siangnya. Ada pula ayat yang menyuruh kita membaca yang mudah dari al quran. Juga mendirikan shalat malam.

Perihal memohon ampun ini , pernah aku alami hal yang amat mengesankan buatku. Mengesankan karena aku mendapatkan makna indahnya.  Ceritanya, sambil beristighfar, memoriku sambil menganalisa dosa yang aku lakukan siang hari barusan , satu per satu aku mohonkan ampun dan aku mohonkan untuk diberi kekuatan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.  Begitu aku lakukan setiap hari, walau kadang ada jeda saat kecapean dan ketiduran. 

Diantara dosaku adalah dosa pada makhluk yang meliputi, ghibah, marah-marah, berprasangka buruk , dll. Dan diantara dosaku pada Allah adalah tidak bisa mengabdi dengan sebaik-baiknya kepadaNya. Untuk dosa-dosaku padaNya, aku niatkan lagi memurnikan hidup ini untukNya saja. 

Dan ternyata disinilah letak keindahan itu, saat Allah menyucikan hati kita, sehingga hati lebih mudah terhubung kepadaNya.

Beristighfar itu ternyata memiliki kedalaman tertentu, sedalam apa kita tidak tahu bila tidak melakukannya, tetapi semakin dalam semakin indah, dan begitulah Allah memberikan keindahan di hati orang-orang yang senang bertaubat kepadaNya.

Tapi keindahannya bisa rusak bila kita melakukan dosa lagi, dan untuk membangun kembali keindahan itu memerlukan perjuangan lagi yang lebih berat.  Lebih ringan menjaga diri dari dosa daripada memperbaiki hal yang rusak yang diakibatkan oleh dosa kita.

Suci itu indah sekali. Terimakasih ya Allah atas segala pendampinganMu dalam menjalani kehidupan ini.



Rabu, 16 Desember 2015

Memarahi Anak

Memarahi anak.

Bukan memarahinya yang membuat mereka mengerti,
tapi Allahlah yang membuat mereka mengerti dan memahami.
Jadi  lindungilah mereka dari rasa membencimu.
Tetaplah berkasih sayang dan ucapkan kata kata dengan hati yang penuh kasih

Jangan memaksanya mengerti, karena mereka akan mengerti pada saatnya nanti
karena Allahlah yang mendidik mereka

Waktumu tidak banyak
Jadi ciptakan cerita manis yang akan mereka kenang
sepanjang hidupnya


Firasat Perkutut

Dear sahabat Innuri,

Beberapa bulan yang lalu seorang family menginap di rumah.  Rupanya tengah malam dia mendengar burung perkutut suamiku bunyi, hingga dia mengatakannya keesokkan harinya.

"Artinya akan ada peristiwa buruk bila burung perkutut bunyi di tengah malam", katanya padaku. Dan di hatiku langsung mak deg , bukan karena 'peristiwa buruk' yang dikatakannya, tapi terdengar kurang sopan aja mengatakan hal seperti ini. Di hati tuh rasanya dia sedang menudingku dan bilang,"Hei, kamu bakal kena sial loh !"... hahaha .

" Memang siapa yang memberikan segala peristiwa ke kita ?", kataku akhirnya. ?

"Kan semua peristiwa Allah yang ngasih, dan Allah itu maha kasih sayang, berarti semua peristiwa selalu baik, kan diberikan dengan kasih sayang ?", kataku dan dia rupanya tidak begitu faham dengan yang aku katakan.

Ya , itulah salah satu makna berprasangka baik sama Allah , selalu menerima pemberiannya sebagai hal terbaik , diterima dengan cinta dan rasa terimakasih .

Dan apa yang terjadi setelah tamuku itu pergi ? Apakah aku mendapat hal buruk ? Kalian penasaran ? hihihi ... penasaran kan ada di Blitar ? eh, itu kan candi penataran, hahahhaha. 

Tidak sahabat, tidak ada hal buruk terjadi, malah hal baik-baik saja yang datang, dan yang suka cerita keajaiban finansial, aku malah terima uang gede-gede sesudahnya haha.

Jadi, kalau ada perkutut bunyi di malam hari , itu tandanya dia perkutut pemalu, malu didengar di siang hari, kalau malam kan ga ada yang dengerin .


Sabtu, 12 Desember 2015

Hening

Malam aku bangun, hening, saat yang tepat untuk bermunajat .  Akupun mengambil air wudhu dan melakukan shalat tahajud 2 rekaat.  Tapi apa yang terjadi dengan shalatku ? Hmmm ..... aku memikirkan tukang yang belum aku hubungi untuk bedah rumah, memikirkan pekerjaan karyawan yang belum beres padahal sudah mendekati janji selesai ..... Pikiran-pikiran itu mengendalikan diriku , shalatku gagal khusyu' walau sudah berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran itu . Akupun terduduk dan berdzikir saja, mengupayakan keheningan.

Hening ... dalam heningnya malam, hanya suara detak jam dan suara jangkrik dan tokek dari kejauhan , ternyata tidak membuat jiwaku hening, karena pikiran yang ramai. 

Bila keheningan suasana tidak mampu meredam hiruk pikuknya pikiran, apalagikah dengan keramaian ? Padahal jiwa memerlukan keheningan untuk bisa menangkap pesan Allah, petunjukNya, ungkapan kasihNya.

Bisa merasa hening dalam keheningan , itu memerlukan kesadaran dan latihan. Melatih diri meredam gejolak pikiran, awalnya musti menyadari bahwa bukan kita yang mengendalikan segala yang terjadi, dan selanjutnya ikhlas dengan segala yang terjadi, seperti membiarkan air mengalir , atau membiarkan tukang odong odong lewat ... hmmm ....

Latihan hening, lalu dilanjut dengan menghubungkan hati dengan Allah dan dilakukan kapan saja , saat duduk, berbaring, berdiri, sampai dalam beraktifitaspun.  Menonaktifkan pikiran dan mengaktifkan hati.  Kukira inilah maknanya orang yang banyak mengingat Allah adalah orang yang beruntung.

Hening juga memerlukan bening, bersihnya pikiran dan hati dari hal-hal yang mengotorinya, mensucikannya dengan beristighfar memohon ampun kepada Allah, banyak banyak memaafkan orang lain tanpa mereka minta, dan berbuat baik dengan memberi sebanyak mungkin.

Berwudhu dan menjaga diri untuk selalu dalam keadaan berwudhu (suci), amat membantu dalam proses hening dan bening. Walau ini sulit buatku yang ... ehm ... ngentutan .. (jangan ketawa dong), tapi aku ingin mencobanya dan mencobanya. Bismillah.

Hening dan bening , seperti sebuah kolam jernih di tengah hutan yang indah , menciptakan keindahan dari hati yang merefleksi di kehidupan nyata .


Kamis, 10 Desember 2015

Jaminan Sesaat

Dear para pecinta Allah.

Seorang sahabat curhat :"Lagi resah nih bunda, usaha sepi, padahal biasanya sudah ada pesanan hingga 3 bulan ke depan. Kondisi keuangan hanya cukup buat bulan ini, tidak bisa menghindari rasa khawatir akan nasib kami bulan depan.  Kalau sudah ada pesanan kan rasanya tenang , semua kebutuhan usaha dan keluarga seperti sudah terjamin".

"Kalau sudah ada pesanan hingga 3 bulan ke depan, berarti 3 bulan ke depan sudah terjamin kehidupan keluarga dan karyawan , begitu?", tanyaku menegaskan.

"Lah iya lah bunda".
"Mengapa bisa tenang hanya dengan jaminan 3 bulan ke depan ?", tanpa menunggu jawabannya aku nyerocos :"Padahal jaminan dari Allah berlaku hingga kita mati, bahkan sampai hidup lagi sesudah mati.  Mengapa bukan ini saja yang membuat kita tenang?"

Dia terdiam lama.

"Iya ya bunda, bukankah yang mendatangkan pesanan itu Allah ? berarti Allah sedang menjamin dan pasti selalu menjamin kehidupan kita".

Hmmm ....barangkali banyak orang mengalami hal seperti ini,  merasa tenang dengan 'jaminan sesaat' yang barangkali berupa banyaknya pesanan, gaji , tabungan , asuransi , warisan dll.  Yang namanya sesaat ya pasti tidak berlangsung lama dan kita jadi bingung mencari jaminan sesaat berikutnya, lalu berikutnya lagi , jadi berputar putar terus dong kisahnya , ga ada endingnya.  Walau orang-orang  menyebut ini sebagai  ikhtiar / usaha / upaya, tapi tidak adakah cara berusaha yang lebih terdengar manis ?

Coba lepaskan diri dari jaminan sesaat dan hijrah kepada jaminan abadi.  Caranya hanya dengan merubah setingan pikiran dan perasaan saja , lebih dekat dengan Allah, lebih mengenalNya, lebih mempercayaiNya, lebih bergantung padaNya , lebih banyak berkomunikasi dengan Allah dan lebih akrab denganNya.

Yaaa, mengapa hanya mencari jaminan sesaat , dua saat, tiga saat , sementara di dalam genggamanNya tersedia jaminan tanpa batas dan  karunia tak terdefinisikan dalam hal besarnya dan keabadiannya ? Inilah makna beriman itu , beriman bahwa Allah punya segala-galanya dan pemberi jaminan terbaik.

Mengapa takut kekurangan sedangkan kita punya Allah Yang Maha Mencukupi ?
Mengapa takut kemiskinan sedangkan kita punya Allah yang Maha Kaya Raya ?

Salam sayang ,


Innuri

Jumat, 04 Desember 2015

Membersihkan Diri Dari Sebab

Dear sahabat Innuri,

"Hanya ada satu yang boleh menjadi sebab dari segala yang terjadi dalam kehidupan, hanya Allah". 

Itu adalah kalimat yang untuk memahaminya membutuhkan praktek di kehidupan nyata berupa praktek lahir dan praktek batin.  Bahkan saat hati kita membenarkan dan meyakininya , kita masih harus menjalani berbagai proses kehidupan yang merupakan skenario Allah dalam menyucikan kita dari beraneka sebab yang masih mengotori pikiran dan batin kita.

Proses pembersihan pikiran dan batin dari segala sebab selain Allah , aku fahami sebagai  salah satu makna tauhid , mengEsakan Allah.

Segala yang terjadi di dunia ini hanya ada satu sebabnya yaitu Allah , dan saat pikiran kita melepaskan diri dari segala sebab , disitulah jiwa merdeka dari belenggu , yaitu belenggu dunia yang memenjarakan.  Ajaibnya lagi , saat kita hanya menyandarkan sebab pada Allah , saat itulah Allah membuka pikiran dan menuntun  kita dalam sebab-sebab yang menjadi perantaraNya menjatuhkan pertolonganNya pada kita.

Baik , aku kasih contoh kasus :

Ada seorang bapak yang merasa yakin bisa membayar uang sekolah anaknya selasa depan, karena dia mendapat uang pada hari senin. Benar, hari senin dia menerima uang yang cukup untuk membayar uang sekolah yang dia maksud, dan dia mengalokasikannya untuk kepentingan sekolah anaknya.

Tapi apa yang terjadi , senin malam si anak demam dan muntah muntah yang membuatnya membawa si anak ke rumah sakit. Uang yang jadinya untuk membayar sekolah itupun dipakai membayar biaya rumah sakit.

Apa kesalahan si bapak ?

Si bapak telah menjadikan uang yang diterimanya pada hari senin menjadi penyebab dari terpenuhinya kebutuhan membayar biaya sekolah, itulah yang ada di pikiran si bapak, sehingga dia mendapat teguran dari Allah seperti yang aku ceritakan di atas.

Apakah si bapak memahami kalau dia sedang ditegur Allah ? belum tentu .
Apakah si bapak memahami bila Allah ingin dia hanya menjadikan Allah sebagai penyebab? Semoga.

Contoh dalam kisah ini memang hanya karangan Innuri saja , tapi coba renungkan, apakah kalian pernah mengalaminya dengan persoalan yang berbeda ?

Bila pernah atau bila sering , mari kita banyak-banyak beristighfar , memohon ampun pada Allah dan memperbaiki lagi tatanan pikiran dan batin kita.

Membersihkan diri dari sebab, mengesakan sebab hanya pada Allah , itu adalah bagian dari penyucian jiwa dan sebuah perjalanan batin menuju kesempurnaan iman.

Hati-hati dengan rasa aman karena jumlah tabungan yang banyak atau jaminan asuransi , jangan sampai terjebak dalam pikiran yang halus sekali  bahwa itulah yang menjamin hidup kita. Aku sebut pikiran yang halus sekali karena kita tidak menyadarinya, berupa perasaan yang nyaman dengan semuab itu.

Hati-hati juga dengan berbagai macam kesimpulan pikiran tentang segala peristiwa yang beredar di lingkungan kita, termasuk peristiwa yang terjadi di negara dan dunia ini, hingga kita merasa keminter dan menyalahkan pemimpin. Ingatlah ada Allah di balik semua itu dan Allahlah yang menurunkan dan mengijinkan peristiwa itu.

Menjadikan Allah sebagai sebab satu-satunya , membuat perasaan kita tenang tenteram dan damai, perasaan yang terjamin olehNya. Tidak ada rasa kecewa , sedih dan khawatir , juga tidak ada rasa menyalahkan orang lain dan keadaan , atau memaksa orang lain menjadi seperti yang kita mau. 

Sebaliknya bila kita masih sering galau , suka mengeluh dan sering menyalahkan orang lain, baik orang-orang terdekat sampai orang-orang yang tidak kita kenalpun , itu sebuah pertanda bila harus segera mengoreksi batin kita , apakah sudah menjadikan Allah sebagai satu-satunya penyebab ?

Salam manis,

Innuri.