Senin, 24 Februari 2014

Berdoa Itu Bukan Mengeluh


"Bagaimana perasaanmu saat mengadu kepada Allah?", tanya suamiku padanya.  Dia seorang sahabat yang sedang mendapat cobaan berat dalam rumah tangganya, sang istri berselingkuh, sedang usahanyapun sedang terpuruk dan terjerat hutang milyaran.

"Aku tidak kuat, semua masalah seperti berputar di ingatanku", jawabnya.

Pertanyaan suamiku itu adalah pertanyaan kunci, dan jawabannya menggambarkan akan jadi apa masalah yang sedang dihadapinya.

Saat dia menjawab bahwa semua masalah seperti berputar di memorinya ketika mengadu pada Allah, ini pertanda bahaya, karena bukan Allah yang menjadi prioritas hidupnya, melainkan bagaimana menyelesaikan masalah itu.

Aku sering sekali bilang, hidup itu bukan soal menyelesaikan masalah, melainkan soal mengabdi kepada Allah.  Orang-orang yang mengabdi kepada Allah dan memfokuskan dirinya untuk berbuat baik menyebarkan rahmat bagi semesta karena Allah, mereka itulah yang diangkat segala masalahnya oleh Allah.  Bagi orang-orang seperti ini, masalah adalah alat mendekatkan dirinya kepada Allah.

Semestinya orang yang  mengadu kepada Allah dalam doa-doanya, hatinya menjadi tenteram, merasakan kesejukan kasih sayang Allah dalam lindunganNya meskipun persoalannya belum terselesaikan, hatinya sudah yakin duluan akan jaminan dan pertolonganNya.

Berdoa yang malah membuat masalah seperti berputar di kepalanya, ini bukan doa, tapi mengeluh kepada Allah.  Berdoa itu memohon dengan yakin, memasrahkan segala persoalan dengan penuh rasa percaya akan kasih sayang dan pertolonganNya. Ingatlah, berdoa itu bukan mengeluh.

Adakalanya kita menangis saat berdoa, menangisi himpitan persoalan.  Ya menangis sajalah, setelah hati merasa lega, beban terlepas, segeralah menangis karena bersyukur dan terharu akan kasih sayangNya.

Allah itu Maha Esa, Maha Satu dan Maha Nomor satu.  Bila permasalahan kehidupan begitu menguasai hati, ini pertanda bahaya, karena masalah sudah menggeser keesaan Allah di hati.  Jangan menyalahkan siapapun bila yang terjadi masalah akan semakin membesar dan semakin menghimpit.

"Dia belum berubah, belum dibukakan hatinya ", katanya tentang istrinya.  Dan ini juga perasaan yang musti diwaspadai, karena dia merasa dirinya lebih baik dari istrinya, sejenis perasaan sombong, merasa dirinya lebih benar dan lebih suci dari yang lain.  Dia menginginkan orang lain menjadi seperti yang dia mau, ini bahaya lagi, karena dirinya bukan Tuhan yang bisa merubah orang lain sesuka hatinya.  Semestinya dia menerima dengan ikhlas, apapun keadaannya, itu adalah paket dari Allah, lalu memperbaiki diri dan kembali berfokus kepada Allah.

Banyak masalah rumah tangga yang sumbernya karena yang satu merasa lebih benar, lebih baik dan lebih suci daripada pasangannya. Coba direnungkan, siapa coba yang mau dituding lebih bobrok oleh pasangannya sendiri ? Padahal, Allah menjodohkan yang baik dengan yang baik, sedangkan yang tidak baik tentunya dengan yang tidak baik pula. Ini berarti pasangan kita mencerminkan diri kita sendiri bukan ?

Perselingkuhanpun ada prosesnya, dan dia ikut andil dalam proses itu, ini kenyataan yang musti diakui dengan jujur.  Pasangan berselingkuh karena kita berselingkuh dengan Allah, demikian kata ustadzku.  Jadi kalau punya pasangan berselingkuh, lebih dulu tengok hati, apakah kita telah menduakan Allah ?

Ingatlah sahabat, berdoa itu memasrahkan dan memohon kepada Allah, berdoa itu bukan mengeluh.



Minggu, 23 Februari 2014

Menghina Lalu ....


Rumahku sederhana sekali , bahkan di bagian belakang, di depan kamar mandi, cuma diplester biasa, tidak berkeramik.  Di situlah, seorang saudaraku pernah melontarkan hinaan padaku.

"Aku mau muntah berada di rumahmu", katanya.  Aku diam, dalam hati aku bilang, bukankah aku tidak memintamu menginap di rumahku ?

Beberapa tahun kemudian, gunung Kelud meletus, dan diapun terpaksa mengungsi di rumahku, rumah yang pernah dihinanya.

Kuceritakan, sebagai pengingat diriku dan kalian, sahabat yang amat aku sayangi.  Jangan pernah menghina siapapun, meski hanya di hatimu.


Sabtu, 22 Februari 2014

Ucapan Yang Terkabul

Akhirnya para pengungsi diijinkan pulang ke rumahnya masing-masing.  Mas Hary ikutan mengantar rombongan pengungsi yang masih sanak saudara ke rumahnya masing-masing.

Alhamdulillah rumah ibu masih dilindungi Allah, hanya ada beberapa genteng melorot. Tapi, diantara rumah sanak saudaraku ada yang ambleg alias runtuh.

"Rumah mbak P runtuh dik, kasihan", kata bojoku.
Hatiku langsung mak jleb , karena ingat dulu mbak P sering sekali bilang ;"Ini loh, rumah pemberian orang tuaku, rumah mau runtuh".  Padahal rumahnya besar, kuat dan bagus.
Dan Allah menjawab ucapannya.
Padahal rumah ibuku juga rumah tua, tapi perkara runtuh atau tidak itu memang kehendak Allah.

Sebuah pelajaran agar selalu bersyukur dan berhati-hati dengan ucapan.

Senin, 17 Februari 2014

Bersyukur Yang Ajaib

Allah Yang Maha Kasih mengaruniakan kita pikiran yang mampu memandang segala hal sesuai kemauan kita, apakah kita perbesar, perkecil, kita buang, atau kita simpan. 

Salah satu hal yang membuat segalanya menjadi mudah, enteng dan enak adalah dengan memfokuskan diri pada nikmat karuniaNya, dan inilah yang disebut bersyukur.

Bukan disebut bersyukur, orang yang mudah nelangsa dan mudah komplain dengan peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.  Ini adalah kufur nikmat yang halus sekali, disaat pikirannya berfokus pada hal-hal buruk hingga menutup pandangnya dari nikmat-nikmat Allah.

Bersyukur dalam arti yang demikian ini adalah cara paling cepat membesarkan kemampuan otak, menajamkan pandangan, memperluas jangkauan pikiran dan membuat diri lebih bahagia.  

Kalian musti melatihnya, sahabatku sayang.

Aku tulis kesimpulan di atas karena aku baru saja mengalami sebuah pengalaman yang bagiku amat sangat mengganggu.

Beberapa hari terakhir, mau tidak mau aku berinteraksi terus dengan orang yang selalu melecehkan aku. Aku benar-benar berhadapan dengan ratu sok bener sendiri, sok baik sendiri, suka main perintah, mengharuskan orang lain berpikir seperti cara berpikirnya, kadang bicara kasar dan seolah-olah aku dalam 'kendali'nya.

Tak perlu kuceritakan bagaimana aku bisa bertemu dengan manusia model begini, yang jelas Allah jualah yang menghadirkan dia padaku, jadi musti kuterima dengan ikhlas dan sabar.

Sejujurnya pikiranku ini masih mudah terpengaruh dengan sikap dan kata-kata orang lain, hingga tidak pakai lama akupun jatuh mental !!! ..... Aku terserang rasa rendah diri, sedih, merasa tidak mampu dan tidak berarti.  Bagaimana tidak? bila setiap hari aku menerima 'info' tentang diriku sendiri yang selalu salah di mata si Ratu Sok Bener.  Aku sampai seperti orang linglung , tidak tahu musti berbuat apa.

Akhirnya Allah menuntunku pada pemahaman yang aku tulis di awal tulisanku ini.

Allah mengaruniakan kita pikiran yang ajaib, bisa menge-zoom in, zoom out, bisa delete, bisa croping, ..... bahkan bisa kita edit dan kasih efek sesuka hati , ....hmmm....  Jadi sebenarnya, yang namanya masalah itu, yang membuatnya besar atau kecil adalah pikiran kita, yang membuatnya baik atau buruk juga pikiran kita, yang membuatnya menjadi sampah atau barang berharga adalah kita juga.  Jadi, mari kita ajak pikiran kita bekerja.

Jadi mengapa tidak kita delete saja pengalaman buruk ?  Bila tidak bisa, mari kita perkecil saja tampilannya, yang kita gedein nikmat karunia Allah yang enak-enak.  Ini benar-benar aku coba dan ampuh ! Hingga muncul kesimpulan hati, bahwa sekedar Ratu Sok Bener itu bukan apa-apa bagiku, sangat terlalu kecil dibandingkan dengan nikmat karunia Allah yang melimpah ruah dalam kehidupanku.

Pemahaman seperti ini membuat segala perlakuan dan perkataan si Ratu Sok Bener otomatis keluar sebagai spam, segala perlakuannya menjadi gak ngefek lagi padaku.

Inilah yang namanya BERSYUKUR itu.

Menjaga diri untuk selalu bersyukur berarti menjaga agar pengalaman buruk tidak menutup pandangan kita dari nikmatNya.

Bila kita gagal bersyukur, yang berarti kejadian buruk begitu menguasai pikiran dan hati kita, saat inilah kita disebut orang yang kufur nikmat dan  silahkan bersiap-siap menerima hukuman yang berupa pengalaman yang lebih buruk.

Bila kita bisa bersyukur , maka rasakan di pikiran dan hatimu, bahagia bukan ?
Dan tunggulah balasan Allah yang ajaib.

Sebagai penutup, ada lagi kesimpulanku dari hal pahit yang kualami :

Saat kita dihina , sebenarnya Allah sedang ingin memuliakan kita.
Saat kita didzalimi , sebenarnya Allah sedang ingin mengikis dosa-dosa kita , maka jangan gunakan hak qishasmu.

Minggu, 16 Februari 2014

Selepas kupergi


Dua kali bencana dalam rentang waktu 2 minggu, itulah yang terjadi pada 'tanah air'ku Ngantang city.

Dalam catatanku, Jumat, tgl 31 january 2014, terjadi bencana banjir bandang yang menewaskan beberapa jiwa, menghancurkan 2 buah jembatan, menghanyutkan sampai ringsek 2 buah mobil eskavator, merusak rumah dan puluhan hektar sawah ladang, bahu jalan ambrol.

Pagi di jumat yang cerah itu, aku masih berada di Ngantang, menjaga ibu yang habis sakit.  Rencanaku akan pulang bila adikku Ida sudah datang dari Malang, kami gantian jaga ibu ceritanya.  

Ternyata, kakakku datang siang-siang, dan tidak biasanya dia datang ke rumah ibu siang-siang begitu.  Akupun segera bersiap pulang ke Malang, karena sudah ada kakak yang menjaga ibu.

Sepanjang perjalanan ke Malang, cuaca cerah, hatikupun cerah karena segera bertemu kekasih dan anak-anak kami setelah berpisah 2 hari.  Sungguh tak kusangka kepergianku ke Malang siang itu merupakan proses 'evakuasi' Allah atas diriku dari sebuah bencana besar yang terjadi pada sore selepas kepergianku ke Malang.

Jadi ingat kisah Nabi Luth yang pergi dari daerah bencana azab dengan petunjuk wahyu Allah, tak lama setelah kepergian beliau, bencanapun turun memusnahkan umat yang berdosa. Serupa tapi tak sama ...., selepas kepergianku , bencana itu terjadi ..... 

Aku  ke Ngantang lagi hari Minggu karena keponakanku lamaran, jalan masih rawan dilewati, banyak tentara bekerja bakti membetulkan jalan yang ambrol.  Sepanjang jalan dari Pujon ke Malang kusaksikan kerusakan parah yang membuat hati begitu miris.

mobil musti ngantri satu satu seusai bencana banjir bandang, lihat badan jalan yang terkikis.

Sampah yang nyangkut di pepohonan dan di pinggir jalan membuatku melongo, jadi segini tingginya banjir dan segini  hebatnya amukan air bah. Ada lebih dari 10 titik kerusakan, ini adalah banjir terparah di Ngantang sepanjang yang aku tahu.

Selama ini, pemandangan dari Batu ke Ngantang adalah pemandangan yang sulit untuk dilewatkan karena indah sekali.  Hutan pinus, bukit, gunung, sungai berbatu, air terjun, sawah ladang, semua tersaji elok di kanan kiri jalan, memanjakan mata. Semua itu mendadak terhapus dalam sekejab, kini yang terlihat adalah alam yang terluka.

Belum lagi pulih luka alam akibat banjir bah, sudah ditimpa lagi dengan bencana berikutnya yaitu letusan gunung Kelud.  Setelah dari dalam bumi air mengamuk, menyusul dari langit turun hujan pasir dan kerikil, oooh ..... Allah, ampuni saja bila kami berdosa, tak sanggup memikul hukumanMu.

"Orang yang bertakwa pasti diselamatkan Allah, jangan khawatir", kata suamiku. Ya, itulah yang tertulis di al quran.  Persoalannya, apakah diri ini sudah cukup bertakwa ?  yang ciri-cirinya adalah orang yang bisa menahan amarah, yang bersedekah dalam lapang dan sempit, yang berbuat kebaikan, yang membalas kejahatan dengan kebaikan , yang selalu memaafkan dan berlapang dada, yang sabar , yang ........ tapi yang pasti, Allahlah yang menggerakkan kaki kakakku untuk pergi ke rumah ibu di siang hari Jumat tgl 31 januari 2014, sehingga aku bisa berlalu sebelum bencana terjadi.

Semua hal terjadi karena kasih sayang Allah, bukan karena amal ibadah kita.  Tapi segala bencana terjadi, karena manusia mendurhakaiNya.

Allah, terimakasih atas segala perlindungan dan kasih sayangMu.  Lindungi pula kami dari sifat-sifat yang tercela yang membuat murkaMu.

Sabtu, 15 Februari 2014

KELUD


14 February 2014

Menjelang tengah malam, gunung Kelud meletus dengan tinggi letusan 17 km.
Tidak jelas ini azab ataukah teguran, yang jelas bencana membuka tampilan sebenarnya kita.  Sepertiku yang cemas memikirkan keluarga, cemas karena mas Hary sedang tidak di sampingku, cemas memikirkan bagaimana menjemput keluargaku di Ngantang sementara tidak satupun manusia bisa aku hubungi.

Mengapa tidak menyandarkan semua pada Allah saja ? Imanku telah bebal.

Ya, bencana ini telah menyingkap bagaimana sebenarnya kita. Bagaimana aku, bagaimana kamu, bagaimana mereka ?  Walau tak usah menilai orang lain, marilah mengoreksi diri sendiri.

Detik-detik sampainya keluarga ke rumahkupun tiba, dengan mobil penuh debu vulkanik tebal, dan wajah-wajah kuyu.  Antara suka dan nelangsa.

Mendengar cerita mereka bagaimana semua terjadi, rasanya aku sedang membaca al quran, seperti membuka lembar kisah azab turun. Langit pekat terbelah kilat bercahaya, bunyi dentuman yang memekakkan telinga,  disusul hujan deras, tapi bukan air yang turun, melainkan pasir , kerikil dan batu, di malam saat manusia terlelap dan tidak menyadari apa yang bakal terjadi.

Mendengar cerita mereka, bagaimana dalam perjalanan ke Malang, menyaksikan ada dapur tetangga sudah roboh, teras tetangga runtuh, dan orang-orang berjajar di pinggir jalan menanti mobil evakuasi, padahal biasanya mereka berjajar seperti itu karena nonton karnaval.

"Orang Ngantang banyak dosanya sih", kata kakakku singkat.
"Sungguh aku tidak tega memotret bencana", kata keponakanku.

Dan inilah, tatkala dosa-dosa manusia naik ke langit, bagai menguapnya air menjadi titik-titik molekul air, berkumpul menjadi mendung dosa, lalu jatuhlah ke bumi sebagai tetesan hukuman dan teguran Allah.

Di hari pertama bencana, banyak keluarga terpisah, dan banyak diantara mereka pergi hanya dengan pakaian yang melekat di badan, hanya sempat memikirkan keselamatan diri sendiri.  Dan ternak-ternakpun ditinggalkan, persis yang terlukis di al quran , di hari unta yang bunting ditinggalkan ....

Sungguh baru kemarin aku bertemu dengan saudaraku yang dari Ngantang, yang aku minta tolong dia mengambil lalu mengantar obat untuk ibu.  Terkenang saat berpisah di halaman parkir RS Saiful Anwar, aku bilang padanya ;"Jangan kapok ya kalau aku minta tolong lagi".  Sekarang merekalah yang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan.

Bila sekedar gunung yang bernama Kelud, hanya setitik  di peta bumi, sudah begini memporakporandakan jutaan manusia, bagaimanakah bila tiupan sangkakala sudah berbunyi ? Kuharap aku tidak menyaksikan hari itu ya Allah.

Sungguh aku berlindung kepada Allah dari melihat dan berada di dalam bencana azab.

Sesungguhnyalah di bumi ini tidak ada tempat lari dari Allah, dari hukuman atau karuniaNya, dan sesungguhnya di setiap inci bumi , terdapat dua hal, azab atau karuniaNya.  Manusia tinggal memilih, bila memilih  limpahan karuniaNya, maka hendaklah dia menjadi orang yang bertakwa.

Al quran menulis bahwa azab turun pada kaum yang tidak mau beriman dan menyembah Allah. Bila demikian, maka bencana ini merupakan sebuah teguran, sudahkan kita menyembah Allah ? masihkah kita menyembah hawa nafsu, materi, jabatan, kekayaan, kedudukan ?

Kelud,
abu dan pasir yang dibawanya seperti memilih, seolah bersayap dan bebas jatuh kemanapun dia mau.  Tak ada seorang ilmuwanpun bisa memprediksi sebelumnya, kekuatan letusannya atau kemana arah angin membawa material yang dibawanya, dia hanya mau mematuhi Allah, kemana Allah memerintahkannya, maka disitulah dia akan jatuh.

Kelud,
barangkali sudah cukup pelajaran lewatmu, berhentilah berdentum dan marilah kami bersamamu memakmurkan bumi.


ooooOooooo




Teristimewa buat semua sahabat yang mencemaskan keadaanku sekeluarga, baik lewat fb, inbox, sms dan telepon, aku ucapkan terimakasih sedalamnya.  Semoga Allah senantiasa menjaga iman kita semua.

Selasa, 11 Februari 2014

Ending dari Mencintai Harta (2)


Ini kisah nyata lagi yang bisa kita jadikan pelajaran.

Baru saja aku bertemu dengan seorang wanita saat dia bezoek ibu di rumah Ngantang.  Dia punya dua macam usaha yang berjalan tapi sedang amat sangat terpuruk, bahkan rumah tangganya terancam buyar.

"Hutangku sudah M*), tiap hari ada cicilan yang musti dibayar.  Bila ditotal dalam  sebulan musti menyediakan uang lima puluh juta lebih, sampai sakit maag parah aku kebanyakan mikir.  Pusing ...... Apa karena dulu aku terlalu berani ?", katanya.

Aku kasihan banget sebenarnya.

"Usahanya masih jalan kan?", tanyaku.
"Masih, aku ngontrak lagi untuk usaha, sebuah rumah besar yang aku jadikan outlet dan gudang, dan masih ada kamar yang aku sewakan buat mahasiswa.  Semoga rumah ini bisa jadi milikku nanti".
"Memangnya dijual sama pemiliknya ?", tanyaku lugu dan dia tersenyum penuh arti. Ternyata dia telah 'menjerat' pemilik rumah itu dengan hutang,  dengan harapan suatu saat hutang pemilik rumah itu numpuk hingga terpaksa menjual rumah ke dia.  Waaah , ini tipu daya jenis apa lagi ?

Itulah tipe-tipe orang yang materi oriented.  Dia mengejar sesuatu yang wah dengan cara apa saja, termasuk tipuan halus.  Dalam membangun bisnis, keuntungan gedelah yang dicari.  Aku yakin dulu dia berhutang juga dengan perhitungan di atas kertas dengan keuntungan yang terprediksi dengan matang, karena dia sarjana ekonomi.  Tapi perhitungan Allahlah yang berlaku atas dirinya.

Dan inilah bedanya antara orang yang materi oriented dengan orang yang Allah oriented , seorang yang berbisnis karena Allah, dia membangun sendi-sendi kasih sayang dalam bisnisnya (prinsip bismillah).  Dia tak akan tega nakalin orang lain, dan dia tidak mudah silau dengan kemewahan , bisnis yang wah, ataupun gedenya usaha.

Bila orang yang matre membesarkan usahanya karena dia ingin keuntungan yang banyak, maka orang yang Allah oriented membesarkan usahanya karena ingin mengabdi pada Allah dan bermanfaat buat orang banyak.  Baginya, setiap langkah hidupnya adalah untuk mendekati Allah, meraih keridhaanNya.  Bisnis menjadi ibadahnya.

Bagi orang yang matre, harta yang dia miliki adalah miliknya, yang membuat dia serakah dan silau dengan milik orang lain.  Maka bagi abdi Allah, hartanya adalah milik Allah yang diamanahkan padanya hingga musti dia manage dengan baik guna dipertanggung jawabkan nanti di akhirat.

Bagi orang yang matre, hawa nafsu menemaninya dalam pengambilan keputusan, sedangkan bagi abdi Allah, Allahlah yang menemaninya. Sedang Allahlah sebaik-baik 'pembaca masa depan', sebaik-baik pemrediksi sebuah pertumbuhan usaha.

Seorang abdi Allah akan menjalankan bisnisnya penuh kebahagiaan, karena inilah persembahan terbaiknya untuk Tuhannya.  Orang matre menjalankan bisnisnya dengan rasa serakah dan nafsu akan keuntungan dan kemewahan.

Ada juga orang yang setengah-setengah, maksudku matre tapi masih menyertakan Allah dalam pikirannya.  Itulah yang aku sebut dalam tulisanku kemarin dengan orang yang matre tapi terbungkus dalam tampilan yang religius.  Ini masih disebut matre, walau rajin shalat, dan suka menyebut asma Allah saat dia bicara.  Karena yang jadi persoalan adalah orientasi hidupnya.

Bagi seorang abdi Allah, materi adalah alatnya mengabdi, bukan tujuan.

Dan saat si matre terpuruk jatuh berguling-guling, pikirannya sibuk menganalisa dengan logikanya ; wah, dulu aku lupa memasukkan unsur resiko dalam bisnis dan aku terlalu berani dalam berbisnis.  Padahal letak kesalahannya adalah melupakan Allah, bahwa semua yang terjadi atas kehendak Allah, hingga musti mendekatiNya, memohon ampun padaNya dan memperbaiki dirinya di hadapan Allah.

Allah,
jadikan kami semua hamba-hambaMu yang Engkau cintai dan mencintaiMu.




*)  M : Milyar

Jumat, 07 Februari 2014

Ending dari Mencintai Harta

Harta, apakah itu mencintai harta, atau menjadikan harta sebagai tujuan atau ukuran kesuksesan, apalagi membawa (baca; menggiring) anak-anak dan keluarga menuju keridhaan harta (bukan keridhaan Allah). Semua itu ternyata hanya menyiapkan diri sendiri untuk terjerembab dalam permasalahan harta hingga kita tua.

Kalimat yang aku tulis di atas adalah hasil penemuanku tanpa sengaja terhadap banyak kejadian yang menimpa orang-orang di sekelilingku.  Salah satunya akan aku ceritakan disini.

Kejadian yang hendak aku ceritakan ini sudah lama sekali, menimpa sepasang kakek nenek pensiunan pegawai negri yang sudah tua.  Singkat cerita, tiba-tiba mereka berdua ditagih bank, padahal mereka tidak merasa berhutang.

Usut punya usut, ternyata salah seorang anak dan menantunya telah berkomplot  mencuri sertifikat rumah yang mereka berdua  tempati dan menggunakannya untuk berhutang ke bank, setelah itu minggat dengan meninggalkan hutang di sana sini. Otomatis para penagih meminta pertanggung jawaban ke kakek nenek yang malang tersebut.

Saat kejadian itu, aku cuma mendengar keluhan kakek nenek dan anaknya yang lain.  Mereka heran, kenapa kok sampai begitu tega membuat orang tua yang sudah renta menanggung malu dan hutang yang banyak.

Dan kesimpulanku saat itu, ternyata cobaan finansialpun berlaku kepada siapa saja tak peduli usia, biarpun di usia tua yang mestinya diisi dengan ibadah mencari bekal mati, tetap saja terkena cobaan bila Allah menghendaki.

Itu adalah kesimpulanku dulu. Sekarang, dengan berkaca pada pengalaman orang-orang di sekelilingku, kesimpulanku jadi bertambah dan berkembang (kalau berkembang namanya jadi pembahasan 'kali, bukan kesimpulan ... hehehe).

Bila kurenungkan, kakek nenek yang aku ceritakan itu memang 'materi oriented' tapi terbungkus dalam tampilan yang santri.  Dari pembicaraan mereka sebelumnya yang pernah aku dengar, mereka memang mengukur kesuksesan anak-anaknya dari hal-hal yang sifatnya duniawi.

Padahal ini sudah umum di masyarakat,  hampir setiap orang tua menginginkan  anak-anak mereka punya pekerjaan  mapan, gaji besar, rumah dan mobil bagus. Dan setiap orang tua pasti membanggakan pencapaian anak-anaknya akan materi dan duniawi. Tapi disinilah letak bahayanya, karena kita ini makhluk Allah, bukan makhluk materi.  Saat kita bertujuan (baca; menghamba) pada materi, detik inilah tanpa disadari kita ini sedang menduakan Allah.  Dan balasannya adalah azab yang pedih.

Azab para pecinta adalah ditinggalkan yang dicintai, bila yang dicintai materi, ya materi itulah yang akan mengazabnya.  Kecuali cinta kita kepada Allah.

Seorang pecinta materi bisa jadi terbungkus dalam penampilan yang religius, terkadang juga dia sendiri tidak menyadari bahwa dia sedang menduakan Allah dengan materi.  Semoga Allah melindungiku dan kalian semua dari hal seperti ini.

Tandanya seorang pecinta materi yang bungkusnya religius yaitu, tujuan hidup yang terpateri di hati mereka adalah materi, sementara mereka menempatkan Allah, ibadah dan doa-doa mereka untuk memperlancar datangnya materi.  Posisi Allah di mata mereka mirip sebagai katalisator dalam sebuah reaksi kimia, yang mempercepat reaksi tapi tidak ikut bereaksi. Semua ini kadang tersirat dalam pembicaraan mereka.

Ciri lainnya, mereka gemar menghitung-hitung, dan mengukur pencapaian diri sendiri dengan jumlah materi yang banyak.  Mereka mengamati pergerakan saldo tabungan yang kalau saldonya banyak mereka merasa tenang, dan juga jumlah investasi yang telah mereka miliki.

Biasanya mereka juga pelit, tapi tak selalu pelit, bila mereka bersedekah, tujuan sedekahnya untuk dibalas Allah dengan balasan yang lebih besar, mereka berhitung dengan Allah.

Sahabat,
Ceritaku tadi, hanyalah sebuah pelajaran sebagai pengingat diri sendiri dan kalian semua, agar kembali kepada Allah.

Aku mau ngingetin, tugas sebagai orang tua adalah mengantarkan anak-anak kita kepada Allah, mengEsakanNya, menjadikan Allah sebagai tujuan satu-satunya dalam hidup.  Melepas segala belenggu kecintaan terhadap dunia.

Ini memang tidak mudah, tapi bukankah sesuatu yang berharga hanya bisa diperoleh dengan penuh perjuangan ?

Banyak aku menyaksikan perpecahan dan persoalan pelik di dalam keluarga yang sumbernya adalah kecintaan akan materi. Seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan. mencintai materi, tapi membuat mereka ditinggalkan materi dan dibelenggu dengan persoalan materi.

Sayang sekali seandainya sampai tuapun masih saja dibelenggu persoalan finansial.  Jalan satu-satunya adalah mengembalikan fungsi materi sebagai alat mengabdi kepada Allah, bukan tujuan.

Ayo sahabat,
Bawa diri kalian dan keluarga kalian menuju keridhaan Allah.  Teriring doa bagi yang sedang mendapat ujian, agar kembali kepada Allah.



Rabu, 05 Februari 2014

Petualangan Seru Menyusuri Gua

Ini kisah petualangan seru yang dilakoni secara tidak sengaja, skenario Allah telah mengantarku kesini,  pada rasa kagum yang luar biasa akan ciptaanNya, pada dzikir alam yang lembutnya mengandung kekuatan dasyat, merasakan aliran air di kakiku, merasakan denyut keikhlasan mereka  menjalankan peranNya.  Kasih Allah telah memperkenankanku menyentuh segala keindahan itu dengan tangan dan kulitku sendiri.

Semula niat ikut suami ke kebun karena kangen sama kebun, kangen suasananya, kangen aliran  sungai kecil  yang bersliweran kupu dan capung warna-warni di atasnya, kangen makan siang di bawah pohon pepaya berpiringkan daun pisang.

Tapi di rumah mas Saidi (penanggung jawab kebunku), Allah mempertemukanku dengan pak Izar , seorang pendakwah nekad yang luar biasa, kompak banget dengan sang istri yang kok mau-maunya mengikuti suaminya tinggal di  daerah terpencil jauh dari keramaian kota seperti ini. Pak Izarlah yang 'menjerumuskan' aku berpetualang ke gua, aku nurut karena penasaran, apalagi letak guanya juga tidak jauh dari kebun, tepatnya di dukuh Bajulmati, masih dekat dengan pantai Sendang Biru, Malang Selatan.

Jadi ceritanya sejak dulu masyarakat desa sudah tahu ada sungai yang mengalir di dalam gua Coban Perawan, mereka biasa masuk gua untuk mencari ikan, tapi mereka cuma masuk sekitar 2 meter dari mulut gua, kepercayaan mistis telah memberi ketakutan tersendiri.

Suatu hari pak Izar (yang kata dia sendiri 'wong gendheng') mengadakan ekspidisi untuk pertama kali ke dalam gua dan mengajak 2 orang penduduk desa.  Ekspidisi pertama inilah yang kemudian menemukan ujung gua sekitar 200 m dari mulut gua.  Sepanjang 200 m bisa ditemui ukiran alam yang indah luar biasa, bahkan ada ukiran kaligrafi asma Allah yang terbentuk secara alami (sayang aku lupa memotretnya)

Perjalanan di awali dari rumah pak Izar, mempersiapkan segala perlengkapan ekspidisi. Disini ada kios yang menyewakan pelampung, helm, senter dll, juga menjual T shirt ikon Bajulmati dan celana santai buat bapak-bapak yang tidak membawa baju ganti.  Murah banget nih T shirt dan celana, uang 50 ribu masih ada kembaliannya, heran deh Indah.






 

keuntungan dari kios ini didedikasikan untuk pendidikan dan pemberdayaan masyarakat

Berhubung baju bawaanku cuma gamis yang tidak memungkinkan untuk digunakan berpetualang, akupun memakai kostum aneh, celana dan T shirt Bajulmati lengan pendek tapi pake kerudung.  Waaah, gak syar'i banget dan warnanya gak matching, apa boleh buat, semoga Allah mengampuni.

 Lalu berangkatlah kami ke posko berikutnya, yaitu rumah pak Karmin, mobil diparkir disini, dilanjut dengan jalan kaki yang tidak terlalu jauh, melewati sawah menghijau, daun padinya berayun tertiup semilir angin, lalu bertemu sungai berbatu dengan air yang kinclong abis, rasanya ingin duduk di batunya dan merendam kaki di air yang mengalir.







Perjalanan darat cuma sebentar saja, sampailah di 'sendang', di seberang sudah tampak mulut gua.

 


Untuk masuk ke dalam mulut gua musti berenang, dari sini nih rahasiaku ketahuan, karena tidak bisa berenang ... hehehe.  Tapi untunglah tak perlu bisa berenang, karena kami semua diharuskan memakai pelampung, cukup telentang saja dan pemandu akan menyeret kami memasuki mulut gua.



Sejak di langkah pertama memasuki gua, tak habis-habis mulut mengucap 'Subhanallah Allahu Akbar'. Pemandangan yang amat indah dan banyak pelajaran dari alam.


 

memotret keluar dari dalam 'foyer' gua

Seperti mendengar dzikir air yang menjalankan tugas dari Allah dengan patuh dan ikhlas.  Hati dipaksa berguru pada air, seolah dia berkata ; "Ikhlaslah menempuh perjalanan hidupmu, maka hanya keindahan yang menjadi jejakmu, sedang kaupun telah menghias dirimu dengan keindahan ".


bersama suami tercinta duduk di batu yang menyerupai singasana

Adakalanya kami berjalan menunduk, seolah ruku sambil berjalan, ada kalanya kami musti 'ngesot' karena atap gua yang terlalu rendah, kadang  jalan pelan sambil menatap kagum galeri alam di sepanjang dinding gua, dan adakalanya berenang dengan bagian atas gua tepat ngepres di atas hidung kami.

Kira-kira orang yang biasa berjalan di atas bumi dengan menegakkan kepala karena sombong bisa tersungkur taubat disini.

Sesekali aku berhenti di air terjun kecil yang membelah batu, membasahi muka dengan kesejukannya.

Sampai di ujung gua, ada lubang bulat di atap gua, mengijinkan kami bisa melihat cahaya langit setelah perjalanan yang terasa panjang dalam kegelapan, warna pelangi terbias oleh pertemuan uap air dari dalam gua dengan cahaya matahari, indah sekali.




Ada kolam kecil tapi dalam di bawah atap yang berlubang, pak Izar segera menerjunkan diri di dalamnya, sedangkan aku sendiri merasa ragu, seperti ada aura mistis.  Tapi pak Izar dengan kepandaiannya memprovokasi orang, membuatku berani terjun juga.  Dan aku mengerti mengapa pak Izar sedikit memaksaku, hmmm .... karena .... hmm .... anda akan tahu jawabannya kalau kesini sendiri ...... haha ....  Yang jelas, dari seluruh rangkaian perjalanan, di bagian inilah energi yang paling besar.


bersama mbak Yayuk (istri mas Saidi) di bagian yang paling besar energinya

Alam itu memberi energi, dan gelombang energi alam adalah membangun, memperbaiki, menetralkan, dan  membawanya kepada Allah Yang Maha Tinggi.  Itulah energi yang aku rasakan dalam petualanganku kali ini.  Segala hal buruk di pikiran seolah tereliminasi, berganti rasa sejuk, tenang dan indah.

Dalam perjalanan pulang, aku merasakan pikiranku lebih segar, keberanianku bertambah, berpadu dengan  perasaan tenang dan damai, seolah-olah habis direnovasi.

Bisa kubilang, ini adalah wisata olah raga, petualangan, sekaligus wisata spiritual.  Alam menggurui kita tanpa berkata-kata, bukankah kitapun bagian dari mereka ?

Ingin berwisata kesini ? Ayoooo ....... bisa hubungi pak Izar di 085 850 640 277.