Sabtu, 30 April 2011

Buta Huruf Dengan 600 Pekerja

Pulang dari 'my long journey' keliling jawa timur memberi pelatihan melukis kain.
Seharian aku sudah 'menebus' jadwal tidurku dengan pulas sepanjang hari, tak ada yang berani mengganggu gugat.. hehehe.  Bangun tidur di sore ini sudah lebih segar, pegal-pegal dan pusing hilang sudah, trimakasih ya Allah.

Pelatihan terakhirku di bulan april ini di kabupaten Sumenep, ujung timur Madura, jauhnya..... padahal sehari sebelumnya aku memberi pelatihan di Lumajang. Biarpun jauh tapi aku senang, lagipula aku tertidur hampir di sepanjang perjalanan, membuatku tak begitu merasakan lamanya perjalanan.  Bila dihitung hitung, dari Lumajang ke Malang 4 jam, dari Malang ke Surabaya 2,5 jam, dari Surabaya ke Sumenep 4,5 jam, Alhamdulillah Allah memberikanku kesehatan hingga tuntas semua tugas yang harus kukerjakan.

Antusias peserta di Sumenep membuatku melupakan lelah dan jauhnya rute yang kutempuh, aku dihadapkan pada beragam latar belakang peserta kali ini. Ada pengusaha kecil, ibu rumah tangga, pelukis, dan sebagian (maaf) pengangguran.  Ada seorang peserta yang membuatku terkaget-kaget dan tertawa-tawa, sekaligus mampu membuatku bak menjadi  seorang wartawati yang pintar menginvestigasi nara sumber..... Hahaha, benar-benar lucu, disini aku yang nara sumber loh, kok jadi gini... tapi kejadiannya pada waktu istirahat kok.

Namanya bu Farida. Pertama aku melihat dia melukis, warna yang dia pilih membuatku tersenyum... tapi dia bisa menerangkan alasannya memilih warna-warna itu dengan begitu percaya diri, membuat senyumku semakin melebar... Bagaimana  tidak? dia memilih warna biru tua untuk bunganya, daunnya hijau tua dan ada sedikit warna merah di bunga kecil.  Bahkan bapak-bapak dari dinas koperasi yang mendampingi kamipun tertawa, karena lebih mirip gambar anak TK...hehehe.

" Beliau pengusaha assesoris bu Indah ", pak Junaedi dari dinas setempat memperkenalkan beliau padaku. Lalu bu Farida bercerita tentang produknya yang kutanggapi dengan penuh perhatian.

Bagi orang yang menilai orang lain dari 'tampak luarnya', benar-benar bisa terkecoh bila berhadapan dengan bu Farida yang lugu ini.  Bagaimana tidak, beliau pengusaha asesoris tapi tidak modis sama sekali, ndesani banget.
Saat istrahat siang kami banyak ngobrol, akupun tahu dia seorang pengusaha assesoris yang sukses. Produknya telah diekspor ke luar negri lewat buyer yang berada di Bali.  Pekerjanya tersebar se kawedanan, ada 600 an orang (woww!!!) yang mengambil pekerjaan merangkai manik-manik yang dikerjakan di rumah mereka masing-masing, lalu disetor kembali bila sudah selesai.

"Ibu ga pusing mengurus pegawai sebanyak itu?", tanyaku bak seorang reporter.
"Ini sudah ubanan saya bu Indah. Tapi mereka kan tidak seperti karyawan, yang ngambil kerjaan kan penanggungjawabnya, satu orang bertanggung jawab untuk kerjaan 50 orang, biar ga ruwet saya", bu Farida menjawab dengan logat madura yang kental sekali.

"Saya ini dulunya buta huruf bu Indah, baru lima tahun bisa membaca. Dulu suami saya narik becak, makan hari ini ya dicari hari ini.  Sekarang Alhamdulillah...".
"Sudah bisa makan tiap hari ya bu ", kataku memotong kalimatnya.  Dia tertawa dan meluncurlah cerita tentang kisah hidupnya.

"Saya juga tidak bisa dandan bu Indah, anak saya yang mengajari, biar ga malu-maluin", katanya.
Ternyata selain pernah buta huruf yang berarti tidak pernah sekolah dan tidak bisa dandan, bu Farida juga tidak pintar menghitung usianya..... (kalau menghitung uang sih dia bisa lebih cepat dari kalkulator katanya..hehehe)
"Saya ini sudah tua lo bu Indah, sudah limapuluh tahun.  Anak saya saja umurnya dua puluh enam tahun. Dulu saya menikah umur sembilan tahun, punya anak umur tiga belas tahun", katanya menua-nuakan diri.
"Berarti usia bu Farida baru tiga puluh sembilan tahun dong bu, hayo, hitung deh..duapuluh enam ditambah tiga belas berapa?", kataku, kali ini lebih mirip guru SD.

Allah benar-benar Maha Kuasa atas hamba-hambaNya, Maha Misteri yang tak terjangkau pikiran.  Bertemu bu Farida seperti bertemu dengan orang yang melanggar batas rasionalitas.  Orang yang tidak bisa dandan tapi bisa merancang assesoris yang bisa diterima konsumen luar negri, bahkan orang yang tidak tahu teori warna tapi bisa mengombinasikan warna yang diterima pasar.  Buta huruf yang tidak tahu ilmu manajemen tapi bisa mengelola 600 orang.  Buta bahasa asing tapi bisa berkomunikasi dengan bahasa tarzan dengan buyer-buyernya.  Sungguh membuatku tak bisa berpikir bagaimana hukum sebab akibat menjadi tak berlaku lagi.

"Apa tuh rahasianya bisa sukses begitu bu?", tanyaku akhirnya.
"Doa", katanya singkat, hanya satu kata, berlawanan dengan ceritanya yang panjang lebar.  Kupikir semua orang juga berdoa, penasaran juga aku , doa yang bagaimana yang bisa memberi keajaiban seperti ini.
"Rahasia yang paling rahasia apa bu?", tanyaku menginvestigasi.
"Hmm.... saya tidurnya cuma satu dua jam saja tiap malam...", kata beliau. 
Mungkin yang beliau maksud, beliau bertahajud dan berdoa sepanjang malam, hanya menyisakan waktu istirahat selama dua jam saja.

Masih banyak pertanyaan yang menggantung di pikiranku tentang wanita luar biasa ini, sayang waktu mengobrol dengannya tak cukup banyak.

Yang jelas, doa bisa menjadi senjata ampuh untuk menyelesaikan segala persoalan hidup, bahkan doa bisa mendobrak batas rasionalitas.  Kekuatan doa sungguh luar biasa, ibarat bisa merubah yang hitam menjadi putih. Seorang papa menjadi kaya raya, seorang dengan banyak keterbatasan menjadi seorang dengan banyak kelebihan.

Moga tahajudku dan tahajudmu sahabat, adalah untuk mengabdi dan mendekatiNya, meraih ridha dan cintaNya.  Selebihnya, kehidupan ini biarlah Dia berikan menurut kebijaksanaanNya.  Berlimpahnya materi atau kesuksesan bukanlah patokan untuk mengukur cintaNya.

Rabu, 27 April 2011

Cara Zelika Berkelimpahan Rejeki

Zelika, gadisku yang kuliah semester IV ISI Yogyakarta, Jumat kemarin datang. Bilang hpnya rusak dan tentu saja minta dibelikan lagi.
"Ga usah beli lah, pakai hp ibu saja, kan masih bagus", begitu kata ayahnya, memang aku baru membeli hp baru yang belum kugunakan.  Aku membeli hp baru ini karena dipaksa pelanggan, biar gratis dan mudah saat ngirim gambar katanya.  Rencananya hp lamaku buat Cantiq, agar tidak menggunakan hp karyawan saat berkomunikasi denganku bila aku sedang diluar kota.
Zelika, gadisku yang cantik dan nrimo itupun menurut memakai hp jadulku. Makanya di minggu yang cerah di rumah kakek neneknya, kami berdua sibuk memindahkan secara manual data yang buuuanyak tersimpan di hpku, karena ternyata ga bisa di bluetooth. Walaupun tidak bisa selesai juga, minimal yang penting-penting sudah ada di hp baruku.

Menjelang kepulangannya ke Yogya di minggu sorenya, kami sekeluarga jalan-jalan ke mall.  Dan tanpa kuduga, suamiku membelikan Zeli hp gress, android, touch screen yang ada wordstar, excel dan banyaaak fitur lainnya. 
"Ini lebih canggih daripada BBnya ibuk", kata Zeli riang.
Sambil tertawa gadisku itu bilang,"Aku tahu sekarang, orang itu harus ikhlas, ridha.  Bila membuat orang tua ridha, rejekinya Zeli jadi diluar dugaan....hehehe".

Sungguh sebuah kalimat yang amat sederhana yang keluar dari bibir gadisku, tapi mampu membuatku berpikir yang tidak sederhana.  Itulah kunci kemudahan dan keberlimpahan dalam hidup.
Ridha Allah terletak pada ridha orang tua. Saat Allah ridha, dicukupinya kita dengan hal-hal yang kita sukai. Fokus dalam hidup ini adalah mengabdi dan meraih ridhaNya, setelah itu terserah Allah dan kita akan mendapatkan semuanya......

Jumat, 22 April 2011

Enaknya Jadi Malaikat

Aku punya langganan nasi pecel, penjualnya seorang ibu yang sudah berumur tapi masih cantik, sudah banyak cucu, masih tetangga juga sih.  Yang aku sukai dari ibu ini adalah dia tidak suka menggunjing. Saat bertemu dia, pembicaraan kami hanyalah yang baik-baik saja.  Saat sepi pembeli ibu ini suka membaca koran.
Akupun punya inisiatif meminjami si ibu bacaan yang lebih bermanfaat dibandingkan koran.  Aku pinjami beliau buku favoritku Quantum Ikhlas jilid I.  Setelah beliau menyelesaikan jilid I, kupinjami lagi yang jillid II.
Kemarin beliau mengembalikan buku itu, lalu bilang :" Enak memang kalau bisa ikhlas, tapi kadang-kadang mengeluh juga, maklum kita kan masih manusia".

Beberapa waktu lalu, seorang sahabatku bilang : "Resep kamu untuk selalu memaafkan dan mendoakan orang yang telah mendholimi kita itu aneh, banyak yang ngetawain, kata teman-temanku ... itu sih bukan manusia, tapi malaikat".

Hmm, memangnya menjadi malaikat itu tidak enak?  Apalagi menjadi manusia yang seperti malaikat...aku membayangkannya enaaak banget tuh!!
Coba pikir, malaikat itu ga usah cari uang, ga usah cari makan, ga pakai sekolah tapi langsung bisa memahami semua kebijaksanaan Allah, ga pakai berperang melawan syetan dan hawa nafsu langsung tunduk patuh pada Allah, seluruh kebutuhannya terpenuhi oleh Allah, ga pakai pusing, ga pakai dimarahi boss atau pelanggan, ga pakai capek.
Kalau manusia dikombinasikan dengan malaikat itu berarti, dia terpenuhi kebutuhannya oleh Allah, bisa makan enak, bisa tidur nyaman tapi ga pakai pusing atau capek, isinya cuman bersyukur, senang, bahagia...... Siapa mau????

Pernah kubaca tentang malaikat, ada yang selalu ruku dan sujud kepada Allah sepanjang dia diciptakan. Aku bandingkan dengan diriku sendiri, saat sedang khusyu'-khusyu'nya beribadah dan sedang cinta-cintanya pada Allah, ruku dan sujud itu rasanya nikmat banget, sholat menjadi sesuatu yang teramat indah dan manis.  Rasanya ingin sholat seribu rekaat.... Jadi kupikir, malaikat yang selalu ruku dan sujud itu adalah malaikat yang di hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan mereka melakukannya dengan amat sangat bahagia.  Tidakkan kita iri kepada mereka?

Coba sejenak kita renungkan, pernahkah kita merasa marah, jengkel, takut, iri, dengki, cemburu, khawatir? Hmmm, bahagiakah kita dengan semua rasa itu? Tidak enak pasti, karena semua itu nafsu yang disponsori syetan.  Bila semua itu tidak enak dan tidak membuat  bahagia,  kenapa tidak dibuang saja? Ataukah kita tetap memilih berjalan diatas rel nafsu dan syetan sepanjang hidup ini? yang berarti menderita terus dan menutup diri untuk sebahagia malaikat?

Ayolah sahabat, ambil keputusan yang cerdas. Marilah kita nikmati seni sebagai manusia, dan memanfaatkan peluang kita untuk semulia malaikat.  Jangan pelihara segala perasaan negatif, yang membuat kita tidak bahagia.  Bukalah pintu kehidupan yang indah dan mulia, dengan mensetting hati kita untuk ikhlas, memaafkan, mencintai, tunduk patuh kepada Allah.  Berilah kesempatan kepada diri kita untuk menikmati kebahagiaan dan merasakan enaknya sebahagia malaikat.....

Rabu, 20 April 2011

Kesederhanaan Yang Memikat

Mengenal pak Putut membuatku mengerti betapa sikap hidup yang kita pilih, bisa amat mempengaruhi perilaku dan sikap hidup orang di sekeliling kita, kita sadari atau tidak, pengaruhnyapun bisa baik atau buruk.

Pak Putut adalah seorang terapis, aku mengenalnya dari seorang pelanggan.  Aku sedang sakit maag saat itu, lalu pelangganku bercerita tentang seorang terapis yang katanya hebat, banyak orang sakit parah mendapat kesembuhan melalui tangannya, termasuk pelangganku ini.  Aku percaya, lalu aku kesana membawa serta bapak dan juga bapaknya karyawan yang sakit.  Sejak itu aku sering ke pak Putut, kadang berdua saja dengan suamiku, kadang membawa rombongan pasien.

Yang menarik dari pak Putut adalah kesederhanaan hidupnya dan juga kesederhanaan cara berpikirnya.
Beliau tinggal di rumah yang amat sederhana, dengan ruang tamu berukuran 3x3m tempat beliau memijat, di belakangnya ada ruang serba guna yang rupanya menjadi ruang tidur sekaligus ruang keluarga, lalu dapur, tempat menjemur pakaian dan kamar mandi, sudah itu thok.  Selain kamar mandi, praktis rumah itu hanya mempunyai tiga ruangan.

Banyak saudara-saudaraku yang pernah aku ajak kesana bilang, kok sederhana sekali ya hidupnya padahal pendapatannya sebagai terapis termasuk lumayan banget.  Pasiennya banyak, walau tidak sampai ngantri panjang, karena sudah dijadwal sebelumnya. Sampai-sampai saudaraku itu menghitung-hitung berapa kira-kira pasien yang datang tiap harinya dikalikan seratus ribu.  Pak Putut sendiri sebenarnya tidak memasang tarif, terserah orang yang memberi, tapi dari getok tular aku tahu biasanya minimal limapuluh ribu untuk seorang pasien. Kadang ada yang memberi dua ratus hingga lima ratus ribu, saking bersyukurnya mendapat kesembuhan.  Banyak pasien pak Putut yang sudah berobat hingga ke Singapura sebelumnya, eh la kok jodohnya sembuh lewat tangan pak Putut.

Begitu sederhananya pak Putut, sampai tidak banyak orang yang tahu kalau dia sarjana dari universitas terkemuka di Jawa Timur, satu alumni denganku... hehehe. Jaman dulu bisa masuk Unibraw itu kerennya minta ampun, jelas anak puinter, ga ada sogok menyogok, ga ada otonomi kampus, ga ada ekstensi, ga pake mahal.  Dia juga pernah bekerja di perusahaan besar dengan posisi yang bagus.

"Penyakit itu sumbernya dari pikiran.  Pasrah saja sama Allah. Kalau sudah dipasrahkan sama Allah ya ga usah dipikir, biar dipikir sama Allah. Masak ga percaya sama Allah?  Juga jangan terlalu seneng dengan uang", begitu kallimat yang sering dia sampaikan ke pasien-pasiennya.
"Semua orang juga senang sama uang pak Putut", begitu kataku.
"Maksudnya sodaqohnya dibanyakin", katanya.
"Oh...".

Biarpun hidupnya sederhana, aku melihat keluarga ini cukup damai dan bahagia, istrinya baik dan ramah, anak-anaknya tertib sekolah dan rajin mengaji.  Rupanya terbawa sikap hidup sang ayah, membuat anggota keluarganya adem ayem saja dengan gaya hidup yang ga 'jaman' sekarang.
Pernah pak Putut bercerita, bahwa seorang pasien yang berhasil sembuh ingin memberinya hadiah rumah, tapi pak Putut menolak.  Rupanya kesederhanaan hidup merupakan pilihannya.

Rasanya aku ingin berterima kasih pada pak Putut atas kesederhanaannya ini.  Ceritanya, saat aku mengambil sebuah rumah tipe 36 di perumahan dekat rumah Cantiqku sekarang, aku merasa tanahnya kurang luas.  Akupun ingin mengambil sebuah kapling yang letaknya berdampingan, untuk ini aku harus ekstra mikir, keuangan jadi mepet pastinya, sedang keputusan harus diambil secepatnya sebelum rumah sebelah diambil orang.
Akhirnya aku teringat pak Putut dengan rumah sederhananya dan keluarganya yang tetap bahagia.  Dengan ikhlas aku putuskan untuk mengambil satu rumah saja.  Toh anakku yang tinggal di Malang cuma Insan dan Alni, akupun masih punya rumah Cantiq bukan? Ga kekurangan tempat untuk anak-anakku, saudara atau teman yang datang untuk menginap. Aku merasa damai dengan keputusanku.

Begitulah pak Putut, dia sudah berdakwah dengan kesederhanaannya, mempengaruhi orang lain tanpa ngotot. Hmmm...... dakwah kita bagaimana ya?

Minggu, 17 April 2011

Aku, Gitar dan Al Qur'an

Berawal dari saat pameran sebulan yang lalu di JCC, aku tertarik lagi untuk menyentuh gitarku.  Aku kesengsem dengan permainan gitar akustik di lobby hall A yang performe setiap hari, begitu manis... menghanyutkan dan menenangkan, membawa perasaan terbang ke suatu tempat yang indah...... Semangatku bermain gitar seolah terbangkitkan lagi.

Jadilah hari-hariku diwarnai dengan tang ting tang ting... belajar lagi dari awal, menghafalkan lagi dari nol letak not di senar gitar, belajar lagi membaca partitur.  Berat sih untuk otak orang seusiaku yang sudah  low connection, tapi cuek aja, pantang menyerah, biarpun untuk menghafalkan melody saja membutuhkan waktu berabad-abad , apalagi saat belajar menggunakan melody sekaligus pengiring... wuih, untuk bisa memainkan satu baris lagu saja perlu waktu berhari-hari dan sakit yang lumayan di jari-jariku.

Jerih payahku terobati saat sudah bisa kumainkan (meskipun belum bersih dan gak hafal-hafal) beberapa etude klasik karya musisi jadul seperti Antonio Cano (1811), Fernando Sor (1778-1839), juga Love Me Tender dan beberapa lagu daerah.  Kupamerkan permainanku  yang masih tertatih-tatih pada suamiku yang menghadiahiku ... senyuman dan ciuman manis..hehehe. Aku benar-benar gak tau apakah arti senyumnya, mengagumi permainanku ataukah........

Aku jadi teringat akan ulasan beberapa situs Islam di internet yang mengharamkan alat musik, katanya bisa melalaikan dari mengingat Allah dan melupakan Al Qur'an.
Untungnya aku tidak harus setuju dengan pendapat ini, karena masih banyak pendapat lain yang membolehkannya. Biarlah Allah yang tahu tujuanku bermain musik.  Allahpun Sang Maha Komposer, dengarlah nyanyian burung, gemercik aliran air, merdu titik air hujan, suara ret nong saat sore tiba di  pegunungan.

Bila moodku sedang tidak menentu, aku suka mendengar musik lembut yang kusimpan di hpku, biasanya musik instrumentalia.  Musik ini bisa menenangkan dan mengantarkan gelombang otakku yang sedang tinggi dari gelombang otak beta menuju gelombang otak alfa yang lebih damai dan ikhlas.  Lebih cepat menyampaikanku pada Allah, menyatukaan diri dengan kehendakNya.  Aku juga menyimpan rekaman nyanyianku dengan dentingan gitar di hp, saat mendengarnya aku begitu tenang dan nyaman.  Sungguh musik bagiku merupakan alat bantu untuk membuat hidupku lebih seimbang dan sekaligus lebih indah dan bahagia.

Musik memang bisa melalaikan kita dari mengingat Allah ataupun malah mendekatkan kita pada Allah, tergantung manusianya.  Ibarat sebuah alat, tergantung siapa yang memegangnya.  Sebilah pisau ditangan seorang ibu rumah tangga bisa menghasilkan bermacam masakan enak untuk dinikmati seluruh anggota keluarga, tapi sebilah pisau yang berada di tangan orang stress atau depresi, bisa menakutkan orang sekampung.

Bagi seorang yang melatih dirinya untuk selalu mengingat dan mencintai Allah, apapun yang dilihat, dirasa, atau dipegangnya akan membuatnya mengingat Allah.  Seperti itulah yang kurasakan, bahkan saat kunyanyikan lagu cinta, Allahlah yang kutuju dan hanya kepada Dialah kupersemahkan lagu cintaku.

Pernah pula kualami, saat kunyanyikan lagu lama 'Diwajahmu Kulihat Bulan' karya Muchtar Embut, yang kuingat malah Nabi Muhammad. Rasaku di dunia ini yang wajahnya bersinar seperti rembulan hanyalah Nabi Muhammad, hanya beliau pula yang layak disebut seperti dalam penggalan lagu itu....  menerangi hati gelap rawan... Aku suka menangis bila menyanyikan lagu itu karena rinduku pada Nabi.

Rasakan juga saat kita mendengar lagu-lagu qasidah Bimbo, kita akan terbenam dalam kesyahduan dan keindahan dekat dengan Allah, bahkan syairnya mengingatkan kita untuk memperbaiki diri di hadapan Allah. Ada lagu Bimbo yang membuatku suka menangis merindukan Nabi, yaitu  'Rindu kami padamu ya Rasul'. Suara Iin Parlina yang lembut menambah syahdu lagu ini.

Sejak tergerak lagi untuk menyentuh gitarku, pagiku akan diwarnai dengan mengaji beberapa ayat Al Qur'an, setelah itu memainkan satu dua buah melodi dengan gitarku. Akupun beraktifitas berbekal hati riang dan penuh semangat di hari itu.

Siapapun tak bisa mengingkari kemuliaan Al Qur'an, kitab suci yang amat mulia dan agung, kemu'jijatannya tak terbantahkan.  Namun sayangnya,  ada saja orang yang menggunakannya untuk mencari uang!!!
Mungkin anda pernah melihat orang yang berdoa menggunakan ayat-ayat Al Qur'an di atas bis, lalu kemudian mengedarkan kantung plastik ke seluruh penumpang untuk meminta uang recehan sebagai bayaran atas doa-doanya. Atau adakah di tempat anda orang yang melantunkan bacaan dzikir dan shalawat dari dalam mobil yang berjalan pelan, sementara temannya yang bersarung dan berkopyah mengedarkan kotak sumbangan ke seluruh rumah yang mereka lewati?

Aku tidak bermaksud menghina atau menyalahkan mereka, mungkin memang masih sedemikian itu pemahaman mereka tentang Al Qur'an. Mudah-mudahan Allah akan membuka hati mereka suatu saat.
Aku hanya ingin mengatakan, betapa sebuah kitab suci yang berada di tangan orang yang tidak tepat malah menciptakan image yang kurang baik tentang Islam. Dan sebuah alat musik yang dituduh bisa memalingkan dari mengingat Allah malah berbuat sebaliknya.  Semua tergantung manusianya bukan???

Senin, 11 April 2011

Pembicaraan yang Tertuntun

Suatu waktu, aku punya target dalam menghafalkan sebuah surat dalam Al Quran, maksudku menghafalkan artinya sampai saat kudengar surat itu dibacakan aku langsung mengerti artinya. Targetku saat ustadz Virien datang memberi pengajian ke karyawan, aku sudah hafal 20 ayat.  Biasanya ustadz Virien menuntunku mengaji setelah memberi tausiyah ke karyawan, seminggu dua kali, berarti dalam tiga hari jatah waktu untuk menyelesaikan targetku itu.

Aku bekerja keras untuk itu, saat bepergianpun tak lupa bawa Al Quran terjemah perkata, siapa tahu saat menunggu aku punya waktu menghafal.  Rasanya aku tak mau menyia-nyiakan waktu walau sedetikpun untuk menghafal, bahkan sore saat karyawan mau pulang dan bersalaman denganku, aku sudah cantik dengan mukena dan Al Quran di tangan (sebelum mengejar target menghafal itu, biasanya sih saat karyawan pulang aku siap nyanyi dengan gitar di tangan....hehehe)

Begitulah, dari hari ke hari aku melewati saat-saat membahagiakan mengejar target menghafal.
Tanpa kusadari aku menemukan hal yang amat indah dari kebiasaan itu.

Allah seperti menuntunku dalam bicara dan diamku, pembicaraan yang keluar dari mulutku hanyalah hal-hal yang baik saja. 
Saat ada orang lain membicarakan hal yang sia-sia, aku bisa merasakan bahwa pembicaraan ini tak ada nilainya di hadapan Allah, dan betapa sayangnya telah membuang energi untuk menumpuk dosa.  Begitupun terhadap karyawan, aku bisa bicara lebih lembut, bahkan aku bisa marah dengan lebih halus dan elegant... hehehe, maksudku lebih bisa mengendalikan marah. Kadang aku bisa merasakan bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita ada catatannya dan kita harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.

Berada dalam zona suci seperti ini, rasanya indah sekali, bahagia sekali.
Namun seperti iman yang naik turun.  Adakalanya aku kendor juga dalam menghafal, terutama saat ustadz Virien jauh di gunung sana, mengelola pondok pesantren yang baru dirintis.
Sebagai gantinya aku dipertemukan Allah dengan ustadz Genggong di face book.
Dari video murottalnya aku belajar.  Memang rasanya tak seperti berhadapan dengan seorang guru langsung, tapi perlahan-lahan aku mulai bisa menyesuaikan diri dengan cara belajar on line.  Toh ustadz Virien juga masih sering turun gunung, membantuku mengelola Cantiq dan selalu siap membantuku mempelajari Al Quran.

Bila aku mulai merasakan mulutku ini susah diajak baik, misalnya mengghibah orang, atau mengeluarkan kata-kata yang menyakiti perasaan orang, maka yang pertama harus kuperbaiki adalah kecintaan dan intensitasku mempelajari Al Quran.  Karena ternyata 'dosis' yang tepat dalam mempelajari Al Quran membuat kita secara otomatis bisa mengendalikan nafsu bicara, bahkan pembicaraan kita adalah ibadah kita, karena yang keluar hanyalah kalimat yang baik dan mengandung hikmah buat diri kita dan orang lain.  Kita bisa diam atau bicara karena Allah.

Ikutan yuuuk!!!!

Minggu, 10 April 2011

Energi Murni Alam Semesta

Seringkali bila Allah menginginkan anugerah yang besar untuk hambaNya, maka diujinya lebih dulu. Itulah yang terjadi padaku saat itu hingga akhirnya aku bisa mengolah energi murni alam semesta , begitu aku menyebutnya.

Kejadiannya di tahun 2008.  Saat aku mendapat cobaan yang luar biasa berat, bak diombang ambingkan gelombang dan badai. Insan -anakku yang ketiga- sakit yang medispun tak menemukan penyakitnya, dan rasanya aku juga 'kehilangan' dia.  Berbulan bulan aku merawat  Insan yang kadang sembuh dan kadang kambuh, bukan hanya menguras tenaga, tapi juga perasaan dan pikiran.  Bila diceritakan kejadian itu bisa jadi satu buku kisah misteri......

Saking beratnya cobaan, aku akhirnya pasrah, banyak mendekatkan diri pada Allah, banyak berdzikir.
Saking banyaknya berdzikir, rasanya kalimat-kalimat dzikir itu sudah menyatu dengan diriku.  Allahpun rasanya menghadiahi aku perasaan ikhlas, menerima tanpa mengeluh, bahkan bersyukur.  Aku menjadi ahli dalam mencari celah-celah yang bisa disyukuri di tengah-tengah cobaan yang berat itu.

Apakah Allah menghendaki aku untuk menjadi seputih alam semesta? tanpa emosi, menerima apapun yang ditakdirkanNya  dengan rela, selalu berbaik sangka padaNya hingga tiada kesedihan. Yang diinginkannya hanyalah mematuhi Allah.  Bila demikian, aku akan melakukannya dengan penuh harapan akan kasihNya ( catatan 26-1-2009 ) 

Awalnya aku menemukan energi alam semesta, pagi-pagi di rumah ibu mertua Ngawi. Aku berada di Ngawi karena Insan yang masih sakit minta pindah sekolah ke Ngawi, dan aku mendampinginya saat ujian akhir SD.
Pagi-pagi belum terang benar, aku duduk di teras setelah selesai menyapu, aku berdzikir dengan dzikir pagi subhanallah wabihamdih subhanallahaladzim astaghfirullah. Aku tenggelam dalam kenikmatan dzikir, dan merasakan diriku memasuki pusaran energi alam semesta, perlahan-lahan aku merasakan tanganku terasa hangat, seperti menggenggam segumpal energi.  Akupun mencoba 'mempermainkan' energi itu.

Aku melihat alam semesta begitu putih dan kuat, tapi juga begitu lembut, tanpa emosi, datar dan luaaaassss....Kita adalah bagian dari energi murni alam semesta.  Untuk memanfaatkan energi itu, cukup dengan menyelaraskan diri dengan alam, meminta dengan nama Allah energi mereka untuk membantu kita, dan menyalurkannya ke mana saja kita kehendaki.

Siang setelah aku 'menemukan' energi itu, Insan terjatuh dari pohon mangga di depan rumah, untungnya tidak terlalu tinggi, tapi membuat kakinya tidak bisa berjalan normal dan mengeluh sakit. Aku lalu memanggil tukang pijat langganan ibu yang rumahnya tak jauh dari sini, tapi kaki Insan tidak bisa sembuh juga.  Akupun mencoba ketrampilan baruku, tak kusangka Insan bisa berjalan normal dengan transfer energi.  Tapi ya mestinya setelah ditransfer energi, kakinya dipakai istirahat dulu hingga benar-benar pulih.  Insan malah dipakai lari-lari, ya dia mengeluh sakit lagi dan minta ditransfer energi lagi.

Setelah kucoba pada Insan, esok paginya aku sakit kepala dan sembuh dengan transfer energi. Sejak itu aku memanfaatkannya untuk keluargaku, dan sering juga aku gunakan untuk teman yang sedang dalam masalah kesehatan tanpa mereka ketahui.
Pernah pembantuku sakit kepala di rumahnya, aku transfer energi dari jauh, besoknya dia bilang bisa bangun dengan segar dan bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Pernah juga ustadz Virien mengeluh sakit dan lemah, padahal aku membutuhkan bertemu dia.  Aku transfer energi, alhamdulillah dia bisa sehat dan bersepeda motor sejam untuk menemuiku!

Energi murni alam semesta itu bisa mengusir energi jahat (guna-guna, sihir dll) tanpa mengalahkan mereka. Karena sifatnya yang putih suci, kuat tetapi halus lembut, secara otomatis membuat energi yang berlawanan dengan sifatnya akan menyingkir dengan rela dan dengan sendirinya (catatan 7-1-2009)

Untuk mencoba merasakan energi murni alam semesta ini dimulai dari hati yang ikhlas.  Setelah sholat lima waktu, cobalah menyelaraskan diri dengan alam semesta, merasakan kemurnian energi, menzerokan diri, memunculkan sifat tunduk patuh tanpa banyak alasan di hadapan Allah, karena begitulah sifat alam semesta, tunduk patuh. Diri kita secara otomatis jauh dari sifat dan selera rendah.

Energi murni alam semesta itu sifatnya memperbaiki, membangun, memulihkan, menormalkan, menetralkan. Berdasarkan pengalamanku, dia tidak bisa 'membunuh' atau 'mematikan'.  Contohnya untuk sakit yang ditimbulkan oleh virus dan bakteri, seperti batuk atau diare, energi ini tidak bisa digunakan untuk membunuh kuman dan bakteri.  Dia hanya membantu memberi kekuatan tubuh, agar tubuh sendirilah yang memunculkan kekebalannya.

Kadang juga proses penyembuhan membutuhkan syarat tertentu, misalnya kondisi pasien harus tenang, makanya saat transfer energi dilakukan, sebaiknya pasien dalam keadaan berdzikir dan posisi tubuh dalam keadaan relaks.  Setelah proses transfer energi dilakukan, kadang-kadang dibutuhkan istirahat yang cukup untuk membantu proses penyembuhan.

Setelah kita bisa merasakan energi murni alam semesta, untuk mentransfernya ke orang lain, cukup dengan niat di pikiran kita. Bila kita sudah menyatu dengan alam semesta, energi ini seperti teman kita yang begitu memahami kebutuhan kita untuk membantu sesama.  
Biasanya kalau aku menstranfer energi untuk anak-anakku yang jauh di Bandung dan di Yogya, aku 'menitipkannya' pada 'teman-temanku' di Bandung dan Yogya, aku meminta mereka memberikan energi untuk anak-anakku sesuai yang mereka butuhkan. Energipun mengalir sesuai permintaanku. Energi murni alam semesta itu teman yang teramat baik, dia bisa kutitipi orang-orang yang kusayangi, maka mereka akan menjaga dan menyayangi orang-orang yang kucintai karena Allah.

Bukan hanya saat sakit saja aku memanfaatkan energi murni alam.  Saat perasaanku sedang tidak enak, aku biasa mengeliminasinya, seolah menguapkannya, sedang alam akan menetralisirnya. Biasanya perasaanku segera menjadi tenang dan tanpa beban.
Begitupun saat aku mengkhawatirkan orang-orang yang kusayangi yang sedang jauh dariku, aku akan menitipkan mereka pada alam untuk dijaga keselamatannya dengan ijin Allah.  Sunguh, alam adalah teman yang teramat baik dan juga teman yang bisa dipercaya.

Sabtu, 09 April 2011

Pertemuanku Dengan Bioenergi

Setahun yang lalu, aku kena batuk dan berobat ke dokter langganan di RS Muhammadiyah.  Sekali berobat kok batuknya masih bandel, aku bermaksud untuk kembali lagi untuk kedua kalinya.  Ternyata dokter langganan sedang tidak ada, digantikan oleh dr. S.  Dari beliau ini aku bertemu dengan bioenergi yang digunakan untuk penyembuhan.

Kali pertama bertemu dengan dr. S, aku ditanya tentang sakit yang kuderita, lalu beliau mengeluarkan sesuatu, semacam kalung dengan bandul kristal besar.  Pikiranku langsung nangkep, ini kan pendulum?

Beliau mengangkat pendulum itu di hadapanku, kristalnya bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri.  Lalu dr S bicara sendiri, kukira dia sedang bicara dengan pendulumnya, dan pendulum itu menjawab dengan cara bergoyang ke kiri dan ke kanan yang bermakna tidak, atau bergoyang lurus ke arahku bila bermakna ya.  

Dan aku mengerti pendulum itu menjawab dengan benar!  Yah tentu aku mengerti bila jawaban itu benar karena yang ditanyakan dr S ke pendulum itu ttg perasaanku.  Begini nih kalimatnya,
" Perasaan pasien ... tenang ...(pendulum itu bergerak lurus ke arahku yang berarti ya) ... gelisah (pendulum itu bergerak ke kanan dan ke kiri seolah anak kecil yang menggelengkan kepala) ...."

Beliau memberiku obat, tapi beliau meganjurkanku untuk tes alergi, karena batuk yang tidak kunjung sembuh dengan antibiotika, kemungkinan karena alergi makanan atau zat tertentu.

Begitulah, setelah obat itu habis, batukku memang berkurang, tapi masih ada sisa batuk yang cukup mengganggu, mungkin aku perlu tes alergi ke tempat praktek dr. S di poli BIO E di RSI Aisyiah.
Akupun kesana, ternyata selain di tes alergi, aku juga diterapi dengan bio energi selama kira-kira setengah jam.

"Tes alergi dan terapi disini menggunakan energi kwantum. Ini tehnologi canggih.  Kalau dalam fisika klasik, kita menulis surat memakai kertas dan mengirimkannya lewat pos, kalau fisika kwantum, kita menulis sms memakai hp dan pesan kitapun terkirim dalam hitungan detik". Dr. S menjelaskan padaku panjang dan lebar mengenai prinsip penyembuhan dengan terapi bio energi.

Untuk melakukan tes alergi, beliau menggunakan semacam logam yang lentur, yang dipegang beliau antara aku dengan serum alergen, bila aku tidak alergi dengan benda tersebut, maka logam itu akan bergoyang lurus, tapi bila aku alergi maka logam itu akan berderak ke kanan dan ke kiri seperti anak yang menggeleng.  Cara kerjanya hampir sama dengan pendulum yang kemarin beliau gunakan untuk mendeteksi perasaanku (rupanya perasaan amat berpengaruh dalam penyembuhan).

Ternyata aku alergi dengan beberapa jenis makanan selain dengan debu, salah satunya adalah wortel. Oh, pantas saja batukku tidak sembuh-sembuh karena tiap pagi aku dibuatkan jus wortel campur apel oleh pembantuku.

Begitulah perkenalanku dengan bioenergi.

Aku yang suka iseng, pernah mencoba memakai kalungku sebagai 'pendulum'.  Kalung ini terbuat dari manik-manik jepang yang kurangkai sendiri dengan bandul batu kalimaya yang indah yang dibelikan suamiku, corak alami batu kalimaya ini bertuliskan kata Allah dalam huruf arab. 
 
Aku coba menghubungkan batinku dengan batu kalimaya ini sambil menggantungnya dengan tanganku. Aku suruh bandul itu berputar searah jarum jam, dia nurut, aku suruh berhenti, nurut juga, aku suruh bergerak ke kanan dan kiri.  Lalu aku bertanya tentang perasaanku dan dia menjawab dengan benar.

Ini bukan magic atau animisme, ini hanya salah satu kebenaran dalam prinsip kuantum, bahwa setiap benda mempunyai kecerdasan dan setiap benda bisa menerima dan mengirim sinyal.

Kadang bila aku ingin tes alergi untukku atau anakku, aku gantung kalungku antaraku dengan alergen, maka kalung itu bisa bergerak yang menunjukkan apakah aku cocok dengan makanan itu atau tidak. Dengan begini aku telah bisa tes alergi sendiri tanpa keluar uang, cerdas bukan? Tapi biasanya sih, biar alergi kumakan juga kalau aku kepingin ... hehehe, ndableg ya Innuri?

Ternyata bukan hanya makanan yang bisa dideteksi kesesuaiannya dengan tubuh kita, obat-obatan juga. Kemarin aku pulang dari Ngawi, batuk hingga tenggorokanku terasa 'kental' dan sakit saat dipakai nelan.  Padahal aku baru saja dua hari sembuh dari batuk, masak harus ke dokter lagi, membayangkan minum pil yang gede-gede sudah membuatku malas.  

Akupun mencoba memakai kalungku untuk mendeteksi kesesuaian tubuhku dengan obat batuk yang tersedia di rumah.  Ternyata... aku cocok dengan sirup obat batuk anak-anak yang bertuliskan di labelnya tanpa alkohol, maka aku minum saja sirup obat batuk Alni dan berhasil, tenggorokanku terasa ringan. Bila malam mulai terasa dingin biasanya batukku akan menjadi-jadi, sekarang bahkan aku bisa menulis blog ini tanpa batuk. 

Sebagai penutup, aku cuplik pendapat seorang filsuf Yunani, Hippocrates (500 th SM) , let food be your medicine and medicine be your food.  Jadikan makanan itu obatmu dan obatmu itu makananmu, karena keduanya memiliki sumber yang sama.  Kukira, makanan yang bisa menjadi obat adalah makanan yang sesuai dengan tubuh kita, yang dalam Islam disebut halalan thoyiban, halal dan baik.

Rabu, 06 April 2011

Tak Pernah Kehilangan

Hand phone yang kupakai sekarang adalah hp jadul banget, jaman majapahit pokoknya. Tapi aku masih malas menggantinya dengan yang baru, karena hpku ini mengandung nilai sejarah dan dia pernah mengajarkanku satu hal.  Pelajaran yang sangat bernilai, bahkan hingga sekarang aku masih menggunakan 'ilmu' ku itu dalam menjalani kehidupan.

Gini nih ceritanya.
Saat suamiku membelikanku hp ini, dia termasuk generasi awal hp yang slim dan bisa ngapain saja, bisa internetan, ada kamera 3 megapixel, video, memory internal yang lumayan hingga aku bisa menulis banyak hal di hpku ini. Jaman duluuuu harganya 2 jt lebih, termasuk mahal untuk ukuran saat itu.

Aku kadang menulis ringkasan buku yang kubaca di hp itu, biasanya sih buku islami. Kadang pula aku tulis berbagai peristiwa mengesankan dan kesimpulan-kesimpulan hati yang perlu aku ingat dalam mengarungi kehidupan.  Yang banyak adalah pelajaran tasawuf dari ustadz Virien, biasanya beliau memberi pelajaran lewat sms yang kemudian aku simpan sampai sekarang.  Intinya, aku menggunakan hpku itu untuk mendekatkan diri dan membaguskan diri di hadapan Allah, selain untuk berkomunikasi dengan pelanggan, karyawan, keluarga dll.

Suatu hari, aku bersama suami, Insan dan Alni bermaksud pergi ke rumah ustadz Virien. Saat itu Insan masih SD dan dia hanya mau belajar kalau sama ustadz Virien, yang berarti menambah kesibukanku, wira wiri mengantar Insan les ke rumah mas Irin -begitu Insan memanggilnya-.

Sudah habis maghrib waktu itu, kami belum makan malam semua.  Melihat ada warteg bakso di pinggir jalan, suamiku berhenti, aku turun duluan sementara suamiku memarkir mobilnya.  Saat turun itu aku tidak sadari kalau hp yang kutaruh di pangkuan terjatuh di pinggir jalan. 

Baksonya sudah habis ternyata, suamiku belum sempat turun, aku mengajaknya nyari warung bakso yang lain. Kira-kira dua ratus meter dari tempat itu, aku menemukan warung bakso yang bersih dan kelihatannya enak.  Saat mau bayar, aku nyadar kalau hp dan dompetku hilang.  Aku khawatir juga, selain ga kebayang  untuk beli hp lagi, aku juga merasa sangat kehilangan banyaknya catatan penting di hp itu.
"Mungkin terjatuh saat turun dari mobil di bakso sana mas", kataku.

Lega sekali rasanya bisa kutemukan lagi hp kesayangan dan dompet merah muda yang tergeletak di pinggir jalan dekat beberapa orang bapak-bapak yang duduk di warung tak jauh dari tkp.  Sewaktu aku pungut, ada panggilan tak terjawab dari butik langganan.  Berarti saat hilang tadi, hpku sempat bunyi dan nyala, tapi tak seorangpun di dekat sini yang mendengar dan melihat, padahal jarak antara lokasi jatuh dan orang-orang yang duduk-duduk di warung hanya beberapa langkah saja.  Benar-benar tidak masuk akal.......

Dari situlah aku mendapat pelajaran berharga, bahwa :

Segala sesuatu yang kita persembahkan untuk Allah, tidak akan pernah hilang.

Kesimpulan batinku ini selalu kuingat hingga kini.  Aku jadikan patokan dalam menjalankan usaha dan menjalani seluruh kehidupanku.  Aku persembahkan Cantiqku untuk mengabdi pada Allah, bahkan aku merasa tidak ikut memiliki usaha ini, semua milik Allah, aku sudah memasrahkan seluruh diriku kepadaNya.  Aku sediakan diriku untuk mengabdi padaNya dengan cara yang Dia kehendaki.
 
Perjalanan mendekat dan mengabdi pada Allah kadang mengalami 'pembelokan arah', untuk itu  Allah perlu mengembalikan aku lagi pada tujuanku semula dengan berbagai jalan.
Bila aku mengalami kehilangan atau kegagalan, yang pertama aku koreksi adalah imanku dan sudah benarkah arah tujuan batinku ?

Senin, 04 April 2011

Bak Berada Di Tengah Sekumpulan Bidadari

Hari ini, tgl 4 april 2011, Cantiq diliput TV One, untuk acara Tahukah Anda.
Seperti TV lain yang pernah meliput Cantiq, crew TV yang datang tugasnya hanya meliput, kapan akan ditayangkan mereka tidak tahu.  Biasanya mereka sms kalau mau tayang, tapi sering meleset juga sih.  Jadi kubilang saja ke karyawanku, kalau mau lihat mereka di TV ya setel saja TV One dari jam 16.30 sampai jam 17.00, dari Senin sampai Sabtu.

Selain meliput proses produksi di workshop Cantiq, kali ini baju dan kain-kain produksi Cantiq diperagakan oleh model dari Joko Roro Kabupaten Malang (semacam Abang None Jakarta) di taman wisata Mendit.  Ini untuk kesekian kalinya aku berhubungan dengan Joko Roro. Beberapa orang dari mereka sudah aku kenal, karena pernah memperagakan baju-bajuku sebelumnya.

Menyenangkan sekali berinteraksi dan berhubungan dengan gadis-gadis dan jejaka yang good looking ini.  Selain ganteng-ganteng  dan cantik-cantik, mereka punya tata krama yang baik sekali, tutur kata yang halus, penuh perhatian, rendah hati dan penuh penghargaan terhadap orang lain, bahkan terhadap karyawanku. Saat bergurau dengan temannya, mereka bisa tertawa dengan sopan hingga tidak membuat orang lain risih atau merasa terabaikan. Bersama gadis-gadis ini, aku seperti berada di tengah sekumpulan bidadari. Begitu bagusnya tata krama mereka, sampai bila mereka tidak setuju dengan baju yang aku tawarkan, tidak membuatku tersinggung atau jengkel.  Mereka mampu menolak, tapi fihak yang ditolak tetap merasa dihargai, susah bukan menjadi orang seperti ini?

Aku jadi ingat perjumpaanku dengan seorang mantan None Jakarta beberapa tahun lalu.  Tentu saja si none ini sudah begitu terkenal, bukan hanya di dalam negri saja tentunya, bahkan pernah menjadi model untuk majalah luar negri sana.  Tapi tahukah..... si none ini begitu lembut hati dan penuh perhatian, saat aku bicara tentang usahaku, dia menatapku dengan bahasa tubuh yang membuatku merasa menjadi orang yang penting dan begitu dihargai, padahal dia tentunya mempunyai jadwal yang sangat padat.

Bergaul dengan orang-orang luar biasa seperti itu menjadikanku teringat saudariku yang sudah mampu  menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslimah, maksudku yang sudah berjilbab. 
Seandainya muslimah berjilbab mampu menunjukkan tata krama setinggi dan selevel mereka, aduhai alangkah indahnya 'pemandangan'.
Harapanku seketika berubah menjadi impian, seandainya Islam dibawakan dengan cara yang elegant seperti itu, woww!!!

Sering aku jumpai muslimah berjilbab tapi maaf......kurang bisa membawakan diri dengan baik (tidak tahu tata krama maksud saya, sekali lagi maaf... ) 
Sering pula aku jumpai aktifis islam yang merasa sok benar sendiri, hingga sikap, tatapan mata dan bahasa tubuhnya terkesan meremehkan (baca; merendahkan) orang yang tidak sependapat dengan mereka.  Bagaimana Islam bisa diterima dengan baik, bila sasaran dakwahnya merasa tidak dihargai?

Rasanya sih, kita umat Islam, membutuhkan "Sekolah Kepribadian Islam", agar bisa membawakan diri (membawakan Islam maksud saya) dengan cara yang lebih enak, adem dan mengesankan.  Bukankah Islam adalah agama kasih sayang untuk semesta alam (rahmatan lil alamin)?

Baiklah, mari kita mulai dari diri sendiri.

Mari mencoba menatap orang lain dengan kacamata kasih sayang.  Seburuk apapun orang yang sedang kita hadapi, Allahlah yang sedang mengirimkannya kepada kita, terimalah dia apa adanya.   Bila kita tidak setuju dengan perilakunya yang kita anggap tidak benar, doakanlah dan bersyukurlah karena pertolongan Allahlah  kita menjadi orang yang benar. 
Jangan under estimated terhadap siapapun, karena kita tak pernah tahu hendak ke arah mana manusia berproses. Yang ahli neraka saat ini bisa menjadi ahli surga esok hari, hanya Allah yang tahu.

Pernah aku merasa jengkel terhadap beberapa orang pengemis yang datang ke rumah, karena hampir tiap hari orangnya itu itu saja dan masih muda pula, masih kuat bekerja.  Akupun ngomel dan menghibah mereka.
"Sayang, Allahlah yang mendatangkan mereka kepada kita, cobalah menerima dengan ikhlas", suamiku mengingatkan.  Akupun sadar, sikap dan ucapanku sama sekali tidak bisa merubah keadaan, mungkin hanya doa tulus dan kasih sayang plus uang yang tidak seberapa yang mereka butuhkan.  Mengapa berat menghadiahi mereka doa?

Kasih sayang adalah pekerjaan hati, dan sesuatu yang kita bangun dari hati akan memunculkan 'tampilannya' di kepribadian kita, hingga tampak saat kita bicara dan berinteraksi dengan orang lain. Tanpa kita sadari kita sudah berdakwah dengan kepribadian kita. Mudah bukan?

Jumat, 01 April 2011

Si Kecil Yang Menyelamatkan Rumah Masa Kecilnya

Hal yang paling kutunggu di tiap sabtu adalah pulang ke Ngantang, ke rumah ibu.
Membayangkan kedua orang tua yang sudah sepuh dan cuma bertiga dengan bulik, membuatku ingin sesering mungkin melihatnya.

Rumah  yang ibu tempati sekarang adalah rumah kuno yang ibu beli saat aku sudah menikah dan berumah tangga sendiri, jadi aku tidak mengalami tinggal lama di rumah ini.  Rumah ini dindingnya terbuat dari bata yang tebaal sekali, dengan pintu dan jendela yang terdiri dari dua lapis, satu lapis membuka keluar dan lapisan dalamnya didominasi kaca yang membuka ke dalam.  Seperti benteng rasanya berada di rumah ini.

Saat pagi tiba, sinar matahari pagi jatuh menerangi kamar, ruang keluarga dan dapur. Aku suka melihat cahayanya turun ke dapur, cahayanya yang bergaris-garis jatuh ke lantai, meja dan peralatan dapur, seolah memberikan spirit kepada yang berada di dapur untuk menghidangkan masakan terenak. Sungguh berbeda dengan dapur orang kota, yang rumah penduduknya penuh sesak hingga tak menyisakan ruang untuk sinar matahari masuk ke dalam rumah.

Pagiku di rumah ibu biasanya disibukkan dengan pergi ke pasar, beli lontong pecel dan belanja sayur.  Kadang pula aku memancing ke bendungan tak jauh dari rumah ibu, tentu saja bersama pengawal setia, suamiku.

Kira-kira 200 m dari rumah ibu ada rumah ibu yang lama, rumah masa kecilku yang sekarang ditempati kakak. Alni paling suka bersepeda ke rumah kakak pagi-pagi, sedang ayahku -kekek Alni- mengikutinya dari belakang, bahagianya menatap mereka berdua berolahraga dengan gembira.
Rumah kakak itulah yan paling banyak menyimpan kenangan buatku.

Rumah itu rumah besar dengan 7 kamar tidur, dengan dua ruang keluarga, dua dapur, yang satu dapur kayu bakar dan satunya lagi dapur 'orang kota'. Besar ya, dan melelahkan juga membersihkan rumah ini.
Dulu di masa remajaku,  aku punya kamar di loteng, yang aku pakai di siang hari saja.  Aku suka melukis, membaca, belajar  atau menulis di kamar atas  itu, hampir sepanjang hari sepulang sekolah aku menghabiskan waktu disitu. Bila teman-temanku mencariku, ibu pasti bilang pada mereka kalau aku 'manggung'. Mungkin maksudnya berada di kamar panggung seperti rumah burung dara itu...

Dari kamar panggungku, pemandangan bagus sekali, bisa melihat pepohonan yang berdiri kekar dengan sinar matahari menembus di sela-selanya, juga gunung dan bukit. Teristimewa saat sore hari, aku suka sekali menatap langit merah senja membayang diatas pegunungan, dan aku selalu menunggunya hingga gelap turun dan adzan maghrib berkumandang.
Di kamar itu aku menghasilkan banyak lukisan dan juga banyak tulisan, sebagian tulisanku aku kirim ke majalah remaja dan kadang-kadang aku mendapat 'kejutan' dengan menerima honor lumayan yang tidak kusangka-sangka.

Pernah teman-teman sekelasku dari SMA N Batu main ke rumahku di Ngantang, aku ajak mereka ngobrol di kamar yang terletak di bawah kamar panggungku.  Mereka begitu surprise saat membuka jendela, kebun kopi tepat disebelah kamarku, hijau daunnya menyapa ramah dengan harum bunga kopi yang putih warnanya.  Yah, rumah ini memang dikelilingi kebun kopi, tetanggaku  hanya ada di depan rumah, ga punya tetangga kanan kiri.

"Aduh enaknya rumah Indah", kata mereka serempak. Ya, rumah ini memang membuat semua orang betah berlama-lama berada disini.  Kuduga karena ibuku pandai menata rumah sehingga terkesan hangat dan nyaman.

Aku pernah lo 'menyelamatkan' rumah masa kecilku ini. 
Ceritanya, saat musim hujan biasanya kayu bakar tidak cepat kering, karenanya setelah selesai memasak, nenek suka menumpuk kayu bakar diatas perapian yang masih hangat, agar esok pagi, kayu sudah kering dan bisa dipakai memasak, tumpukannya tinggi sekali dan mengepulkan asap yang bergulung-gulung.

Saat itu aku sudah rajin mengerjakan shalat tahajud tiap malam, meski hanya dua rekaat saja.  Malam itu saat aku berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, tak seperti biasanya, aku melihat dapur terang benderang membuatku ketakutan dan membangunkan orang tuaku. Oh, astaga!!! ternyata api menyala-nyala di dapur, menjilat-jilat ke atas hampir mencapai plafon. Spontan kami bergotong royong memadamkan api.

Ibupun memuji-muji diriku," Inilah hikmahnya sholat tahajud".
Tanpa sadar Indah kecil telah mengajari seluruh anggota keluarganya untuk memperhatikan amalan sholat tahajud.
Semakin tua, aku semakin mengerti hikmahnya sholat tahajud, bukan hanya menyelamatkan diri dari kebakaran di dunia. 'Kebakaran' di akhirat sungguh lebih berbahaya dan lebih kekal abadi, musti lebih serius untuk kita pikirkan bagaimana upaya menyelamatkan diri darinya.

Marilah bertahajud, untuk mencintaiNya dan untuk menjaga orang-orang yang kita cintai dari bahaya 'kebakaran' di akhirat.