Jumat, 24 Oktober 2014

Jangan Ingin Terlepas Dari Hutang

 Dear Allah lovers ,

Aku mengusung cerita soal hutang lagi niiih, kalau bosan, teruskan membaca yaaa ..... hehehe.

Jadi ceritanya beberapa sahabat fb curhat soal hutang yang bertumpuk  yang tidak sebanding dengan pendapatan. Yang membuat hari-harinya dilalui dalam tekanan dan keinginan yang begitu kuat akan terlepasnya dari hutang.

Maka aku bilang padanya , "Jangan punya keinginan terlepas dari hutang" . Loh kok , memangnya orang tidak boleh ingin terbebas dari hutang ? Yaaah, boleh boleh , tapi .....

Banyak orang ingin terbebas dari hutang, tapi kenyataannya malah semakin dalam terpuruk dalam hutang.  Makanya aku bilang jangan ingin terlepas dari hutang, karena keinginan seperti ini tidak menolong. Lantas ?
Hehehe .... sabar yaaa, aku mau cerita dulu.

Aku punya teman yang hutangnya bejibun dan tiap kali bertemu dia, selalu saja aku dengar keluhannya tentang besarnya beban cicilan yang musti dia bayar tiap bulan. Lalu dia menjual sebidang tanahnya yang laku kira-kira 1 M untuk dia pakai menutup semua hutangnya.  Saat aku bertemu dia lagi , dia bilang leganya seperti terlepas dari lubang jarum.

Tapi rasa leganya tidak berumur panjang, karena tidak berapa lama sesudah cerita bahagia itu, bisnisnya  merugi dan tutup, buntutnya dia malah bingung mencari pekerjaan.  Padahal semasih hutangnya menumpuk, bisnis itu berjalan dan turut andil membantunya mencicil hutangnya, tapi dia selalu saja mengeluh  karena bisnisnya terbebani hutang.

Dia tidak sadar telah tertipu dengan logikanya sendiri, dia pikir setelah hutang lunas, masalah akan selesai.  Dia pikir setelah bisnis tidak terbebani hutang , maka bisnis itu akan semakin berkembang dan semakin lancar jaya, kenyataannya  malah mandeg jaya.  Betapa sempit pikiran manusia.

Makanya aku bilang jangan menginginkan hutang lunas, ntar kejadiannya mirip-mirip temanku ini.  Karena sebenarnya masalah yang kita hadapi bukanlah soal hutang, tapi soal pola pikir alias mind set.

Sejauh manusia masih berpola pikir materi, maka dia akan selalu berputar-putar dalam jeratan persoalan finansial dan susah menikmati kehidupan yang indah dan luar biasa ini. Kasihan bukan ?

Manusia itu sempit sekali cara berpikirnya, saat dia nganggur tidak punya pekerjaan, dia berpikir satu-satunya masalah besar yang dihadapi manusia adalah  soal pekerjaan, bila mendapat pekerjaan maka masalah akan selesai, padahal tidak juga kan ?

Demikian juga saat dia sedang terlilit hutang, dia kira masalah besar yang dihadapinya cuman hutang, dan menganggap masalah akan selesai bila hutangnya lunas.  Padahal Allah Maha Kuasa menurunkan seribu masalah lainnya yang tak kalah merepotkannya bila dibandingkan dengan hutang.

Jadi sebenarnya masalah itu jangan diselesaikan cuma dari permukaannya saja, tapi juga musti diselesaikan akar permasalahannya.  Nah akar permasalahannya ini nih yang musti dicari.

Begini sahabat,

Allah itu Maha Satu. Sudah satu dan satu satunya Tuhan, masih Maha lagi, jadi jangan main-main gitu loh dalam menomor satukan Allah.

Bagi kalian yang punya hutang, coba dipikir, manakah yang lebih melegakan dan membahagiakanmu antara bertemu orang yang mau ngasih duit sak brankas sama bertemu Allah dalam shalat ?

Apa jawabmu dan apakah buktinya ?  Jawaban harus jujur dan disertai bukti yang disyahkan oleh KPK .... eits ... kok jadi ngelantur nih Indah ? .... hehehe.

Bayangkan kalian habis berwudhu dan bersiap hendak shalat, lalu kedatangan tamu yang hendak memberi uang sak tak kresek (karena gak jadi sak brankas).  Mana yang didahulukan ? menemui tamu itu dulu karena waktu shalat masih panjang, atau bergegas shalat dulu untuk bersyukur karena Allah telah mendatangkan orang yang membawa uang untuk kita ?

Yang aku ceritakan hanyalah sebuah contoh yang sederhana.  Tapi yang kita alami setiap hari kadang tidak sesederhana itu, melainkan kejadian-kejadian yang perlu dimaknai dengan kehalusan perasaan yang menuntut kita untuk berpegang kuat pada tali Allah.

Pernah pada suatu hari aku sedang butuh-butuhnya uang, pokoknya kepepet pakai banget.  Pelanggan yang aku harap membayar dengan uang tunai, ternyata tidak membawa uang tunai, tidak juga membawa kartu atm, karena bermaksud membayar dengan mobile banking.  Eh, hpnya tidak bisa dipakai mobile banking, mau tidak mau, aku musti bersabar menunggu transferan besok, padahal kebutuhan sedang mendesak pakai banget.

Tiba-tiba aku mikir begini , wah, beginilah kalau berharap pada manusia, sekarang aku berharap pada Allah saja, pasti hasilnya lebih banyak.  Dan tak kusangka tak kuduga, pelangganku itu membayar cash.  "Oh, ternyata ada jeng ", katanya sambil mengeluarkan amplop tebal dari dalam tasnya.

Allah itu mintanya dinomor satukan, maka segala pengharapan, segala tujuan, segala niat, segala galanya kehidupan ini hanyalah untuk Allah.

Makanya jangan menginginkan terlepas dari hutang, tapi inginkanlah Allah, rindukanlah Dia melebihi rindunya kita pada cahaya saat terbenam dalam kegelapan, inginkanlah Dia melebihi inginnya kita pada udara segar saat terjebak dalam ruangan sempit dan pengap,  inginkanlah Dia melebihi inginnya kita pada duniaNya, berjalanlah padaNya, bergegaslah padaNya.

Perjalanan hidup ini adalah perjalanan jiwa menuju Allah, semakin mendekatiNya, satu-satu ikatan dunia terlepas, bila semakin banyak ikatan dunia terlepas, maka Allah semakin melimpahi kita dengan kenikmatan spiritual dan sekaligus kenikmatan dunia.

Inginkanlah Allah melebihi inginnya kalian terlepas dari hutang, maka hutang tidak akan lagi mengikatmu.

Salam manis.

Kamis, 16 Oktober 2014

Kematian Itu Indah

Aku punya seorang sahabat penderita kanker, dan dia sering menulis status, bahwa hidup ini bisa sewaktu-waktu diambilNya, sedangkan kita belum cukup berbuat baik.  Beliau sendiri dalam masa-masa sehatnya senantiasa berbagi kebaikan, seolah-olah 'mengejar' kesempatan yang diberikan Allah , jangan sampai waktu yang Allah berikan tersia-sia.

Yang amat mengharukan, kadang dalam keadaan sakitpun beliau tetap menyebarkan inspirasi buat orang-orang terdekatnya, yang melihat sampai gak tega.

Bagi kita-kita yang jarang mikirin kematian, bila mendengar kata mati , apa sih yang terlintas di pikiran kalian sahabatku ? Sesuatu yang mengerikan ? yang memisahkan kita dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita ? yang berarti terputusnya amal kebaikan kecuali amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang saleh ? yang berarti musti menyiapkan diri untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatan kita ke hadirat Allah ?

Sedangkan bagiku (dan mungkin juga bagi kalian) kematian itu adalah hal yang indah, walau aku belum pernah mengalami mati.  Cuma membayangkannya kok enak banget , enaknya karena ..... karena ..... aku musti mengajak kalian 'berkelana' ke alam bayangan dulu nih.

Bayangkanlah sahabat,
Bagi kalian yang  punya orang tua yang baik dan penuh kasih, dengan masa kecil penuh kenangan indah.  Lalu kalian besar, kuliah di kota lain, sendirian. Suatu saat bila tiba saatnya pulang mudik , bukankah kalian merasa bahagia ? Membayangkannya saja sudah membuat hati yang penuh rindu jadi senang bukan kepalang.

Itu adalah kisah kerinduan kita pada orang tua yang penuh kasih.  Sedangkan Allah, lebih dan lebih kasih pada diri kita, sungguh cintaNya tidak bisa dibandingkan dengan cinta makhluk. Tidakkah kita selalu rindu untuk pulang kepadaNya ?

Apakah kematian membuat kita berhenti berbuat baik ? Bagaimana bila Allah menghendaki lain ? Adalah pikiran kita yang sempit ini yang menyangka bahwa kematian membuat kita tak lagi bisa berbuat baik, hingga kita musti mengejarnya semasih hidup.

Pikiran kita yang sempit menganggap bahwa kematian adalah akhir dari kehidupan di dunia, pikiran kita yang sempit menganggap bahwa orang yang mati tidak bisa melakukan apa-apa,  benarkah begitu ? Bagaimana bila aku bilang bahwa kita bisa hidup dalam kematian ? .... Susah dimengertikah ?

Secara sederhana, bila kita mengajarkan sesuatu yang baik kepada orang lain, dan dia menjalankannya, maka apa yang kita ajarkan menjadi 'hidup' dalam diri orang itu, walau matipun, kita bisa tetap hidup dalam 'perbuatan' orang lain yang mengikuti kita. Itu adalah salah satu contoh yang amat sederhana.  Contoh yang lebih rumit dari itu aku tidak berani mengungkapkannya, karena terlalu sulit dijelaskan dan terlalu sulit untuk difahami.

Yang penting kita meniatkan hidup ini untuk mengabdi pada Allah, dan sepanjang hidup ini kita mendekatiNya hingga semakin mengenalNya, merindukanNya, hingga kematian itu menjadi sesuatu yang indah di mata kita.  Saat kembalinya ciptaan dalam buaian kasih sang Pencipta, itulah puncak romantisme yang dialami anak Adam.

Rabu, 15 Oktober 2014

Jangan Pernah Merasa Rugi

Jadi ceritanya, ada seorang sahabat menyewa rumah di tempat strategis dan membuka kios kue, sayangnya dalam perjalanan waktu, kios kue tersebut tidak keurus.  Saat dia sempat mengurus, kue yang tidak laku  banyak, jadi dilema buat dia, apakah meneruskan jualan kue ? sementara bila dihitung dari barang yang tidak laku maka itungannya rugi , sementara bila berhentipun kok sayang, karena sudah terlanjur mengontrak dengan biaya yang mahal.  Apakah perlu berubah haluan mengintip usaha yang lain yang tidak dikejar masa kadaluwarsa ?

Dan jawabanku saat itu adalah ; " Dalam menghadapi segala kendala dalam bisnis, modalnya tenang dan senang.   Walau mbak sudah banting stir jualan yang lain, sejauh perasaannya masih belum bisa tenang dan senang dalam menjalaninya, tidak akan membuat kondisi membaik, jadi berlatihlah dulu menghadapi segala hal dengan tenang dan senang".

Rugi dan untung itu sebenarnya tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Saat kue yang tidak laku banyak, sebenarnya kita bisa beruntung dengan membaginya ke tetangga, ke panti asuhan, ke kaum dhuafa, orang-orang yang lapar dan lain sebagainya. Dan perasaan kitapun musti merasa untung , karena bisa berbuat baik.

Jadikanlah perbuatan baik sebagai kesenangan dan target kita dalam bisnis. Mungkin ada yang bertanya : Target bisnis itu kan keuntungan dalam hitungan uang, kok mbak Innuri menyuruh menargetkan kebaikan ? memangnya yayasan sosial ?

Hmmm hmmm .... buka al quran lagi yaaa, apakah Allah menyuruh kita matre seperti itu ? apakah Allah menyuruh kita berusaha / berbisnis untuk mendapatkan uang banyak ,  keuntungan banyak atau materi yang berlimpah ?  Tidak bukan ? Tapi Allah menyuruh kita mencari karuniaNya dan memerintahkan kita berbuat baik sebanyak-banyaknya.  Dan soal materi , Allah berjanji akan mencukupi kita (maka yakinlah akan janjiNya).

JANGAN PERNAH MERASA RUGI .  Apapun yang terjadi dalam bisnis, bila niatnya untuk berbuat kebaikan karena Allah, maka kita pasti untung terus.

Perasaan negatif seperti 'rugi' , adalah perasaan yang berbahaya , yang sama saja dengan doa yang tidak terucap, yang membuat kita akan mendapatkan apa yang kita doakan.

Seorang pelaku usaha, sebaiknya memelihara perasaan 'bahagia' dengan jalan banyak bersyukur, perasaan seperti inilah yang melancarkan segala urusannya.  Sebelum dia memanage orang lain dalam usahanya, lebih dulu dia musti pintar memanage perasaannya.

Berbisnislah dengan kasih sayang , dan ingatlah saat kita memutuskan untuk berbisnis dengan kasih sayang, kita pasti mendapatkan ujiannya.

Contoh soalnya dari  si mbak yang kuceritakan di depan, dia menggaji seorang karyawan untuk menjaga out letnya, ternyata keuntungan dari out let tersebut  tidak bisa menutup biaya sewa dan gaji karyawan.  Apakah perlu memberhentikan karyawan ?

Aku balik bertanya ; bukankah mbak juga menerima pesanan on line dan mendapatkan keuntungan ? Bukankah keuntungan itu bisa dipakai untuk menutup kerugian out let ? yang berarti mbak kan tidak rugi to ?

Aku ingin bertanya lagi padanya ; siapakah yang mendatangkan pembeli online / offline buat mbak? Apakah mbak merasa sudah pintar bermain internet hingga menganggap bahwa ramainya pesanan online adalah karena kepintaran mbak berpromosi lewat internet ?

Padahal Allahlah dibalik semua itu.

Jadi soal untung dan rugi itu ternyata tipuan belaka, untuk menguji kita, apakah kita menjadi orang yang bersyukur yang selalu merasa untung ? ataukah menjadi orang yang kufur nikmat yang selalu saja mengeluh dan terfokus pada kendala ? 

Seorang ahli syukur akan menempatkan masalah di tangannya, bukan di hatinya. Karenanya dia mudah melihat berbagai solusi yang bisa mengatasi permasalahannya. Sebaliknya bagi orang yang terfokus pada kendala , dia mudah sekali diombang ambingkan permasalahan.


Minggu, 12 Oktober 2014

Bukan Cuma Sedekah

Saat pameran di Grand City kemarin , bertemu seorang teman fb , kami ngobrol tentang usaha, lalu dia bilang begini :"Memang ada ya efeknya sedekah ke bisnis kita ?".  Dan saat itu aku jawab sambil mamerin senyumku yang paling manis :"Aku sudah gak mikir lagi soal efeknya, karena yakin Allah pasti mencukupkanku.  Yang aku pikir malah berbuat kebaikan sebanyak mungkin ".

pameranku di Grand City, batik berpadu dengan brownies

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku menemukan kesimpulan baru bagi diriku, bahwa bukan cuma sedekah saja yang mempengaruhi kehidupan kita secara utuh , yang menyangkut kebahagiaan, keberlimpahan rejeki , kedamaian hati , dll.  Apa saja kebaikan yang kita lakukan, pasti mempengaruhi segala hal dalam hidup kita termasuk lancarnya bisnis.

Kebaikan yang aku maksud, selain kebaikan yang tampak, juga menyangkut kebaikan hati , seperti mudahnya hati untuk memaafkan dan memahami orang lain, hati yang penuh kasih sayang dan suka mendoakan orang lain, hati yang ikhlas dengan apapun kejadian yang Allah berikan.

Yang aku sebut terakhir adalah hal yang paling sulit , yaitu 'ikhlas dengan apapun yang Allah berikan'.  Karena ini sulit, kita perlu menemukan cara dan jalan untuk sampai pada keikhlasan seperti itu. Aku sendiri perlu mendalami 'mekanisme' apa yang perlu dtempuh untuk sampai pada point penting ini.

Aku memahami dulu bila ikhlas adalah perbuatan baik yang bisa kita berikan kepada diri sendiri. Bila berbuat baik kepada orang lain saja aku mau, mengapa aku enggan berbuat baik kepada diri sendiri ? Nah !

Setelah itu aku musti memahami lagi bahwa setiap hal buruk yang kita terima dari orang lain / keadaan, itu adalah buah dari 'tanaman' kita di masa lalu.  Jadi salahkan saja diri sendiri yang telah menanam dengan benih yang buruk. Dan terima sajalah orang lain dengan sikapnya yang njengkelin. Anggap dia sedang 'mencuci' dosa-dosa kita, dengan catatan kita musti ikhlas dan memaafkannya.

Sekarang rasakanlah hati yang ringan dan bahagia , jangan lagi memelihara kejengkelan hati , itu sama saja dengan memberi sampah yang bau kepada diri sendiri.

Senin, 06 Oktober 2014

Berkurban Sepanjang Tahun

"Berkurban itu tidak harus dengan kambing atau sapi", itu kata suamiku, pendapatnya sungguh mengejutkan, tapi aku sedang mau membahas pendapatku sendiri saja , yang penasaran dengan pendapat suamiku kuucapkan selamat penasaran ..... hehehe.

Gara-gara menyaksikan sendiri terjadinya penumpukan daging kurban di beberapa tempat, aku jadi merenung.  Aku sendiri mendapat kiriman dari beberapa orang yang totalnya mencapai 6 kg !

Daging kurban melimpah-limpah di rumahku, di kebunku (di daerah Gua Cina - Bajul Mati Malang Selatan), dan di pesantren Gubug.  Apakah karena distribusi yang tidak merata ? ataukah karena saking makmurnya umat Islam hingga lebih banyak yang berkurban dibanding yang tidak ?

Aku merenung.  Selain merenungkan daging kurban, juga merenungkan perintah zakat fitrah yang berupa makanan pokok di hari raya Iedul Fitri. Coba ikutan merenung, dan sampailah pada kesimpulan bahwa yang kita lakukan di kedua hari raya itu adalah memberi makanan pokok dan lauknya ! Yang berarti amat penting mengeluarkan kedua jenis bahan makanan itu, bukan hanya saat hari raya saja.

Terlebih bila dihubungkan dengan ayat tentang memberi makan fakir miskin yang banyak sekali disebutkan dalam al quran, terlihat nyata adanya keterkaitan yang kuat.  

Pesan yang bisa aku tangkap adalah kita disuruh berbagi yang berupa makanan / bahan makanan sepanjang tahun , sedangkan moment di kedua hari raya, saat kita membayar zakat fitrah dan berkurban itu adalah 'gong'nya, sebagai puncak pesta-nya, dan juga sebagai pengingatnya, yang mengingatkan kita bahwa kita punya kewajiban terhadap fakir miskin (plus 7 golongan lainnya) sepanjang tahun.

Itulah kesimpulanku, apa kesimpulan kalian ?

Pertanyaan selanjutnya, apa hikmah yang tersembunyi dibalik perintah berbagi makanan ? mengapa makanan ? mengapa bukan berbagi duit saja ?

Kayaknya sih, untuk memahami itu kalian musti rajin berbagi makanan / bahan makanan dulu. barulah sampai pada menemukan hikmahnya.

Ada 3 kebutuhan dasar manusia yaitu makan, sandang dan papan, sementara  manusia musti saling membantu sesamanya agar bisa hidup layak dalam arti terpenuhinya 3 kebutuhan dasar ini. Cara yang paling tepat sasaran  adalah membantunya memenuhi kebutuhan perutnya dulu, agar mereka bisa berusaha untuk mendapatkan kebutuhan lainnya. Kita tahu, manusia tidak bisa berusaha dalam keadaan yang lemah karena perut kosong dan kelaparan.

Bagaimana fakir miskin bisa keluar dari jeratan kemiskinan bila setiap hari yang mereka usahakan hanyalah upaya memenuhi kebutuhan perutnya saja, dari hari ke hari berputar-putar saja dalam upaya mempertahankan hidup. Kapan mikirin hal lain ? kapan mikir pendidikan yang bisa meningkatkan taraf hidup ?

Bila kita bisa membantu urusan makanan mereka, kita sudah melepaskan mereka dari sebuah beban, agar mereka lebih leluasa memikirkan masa depan mereka dan keluarganya.

Ingat tulisanku di awal tentang pendapat suamiku bila berkurban tidak harus dengan binatang sembelihan ? Aku tidak setuju dengan pendapatnya, tapi aku mencoba mengerti .... hmmm .... coba renungkan saat mereka menerima daging kurban yang bertumpuk, tapi tidak punya beras?

"Daging kurban boleh dijual gak dik oleh penerimanya ?", tanya suamiku lugu ,"Yaah, untuk beli beras misalnya ".

"Ya boleehlah , terserah sama si penerimanya laaah", kataku.

Bila pendapat suamiku ; 'berkurban tidak harus menyembelih binatang', maka pendapatku adalah ; 'berkurban tidak harus di hari raya Iedul Adha'.  Bingung ya dengan pendapat kedua calon ahli kubur ini ? hihihihihi ....

Sudahlah, pendapatku dan pendapat suamiku tidak penting.  Sekarang mari kita renungkan lagi fenomena qurban di masyarakat.

Saat Iedul Adha, kita lihat banyak orang sibuk melaksanakan qurban dan sibuk berbagi.  Yang menjadi pertanyaan adalah ; di hari-hari yang lain apakah mereka masih disibukkan dengan berbagi dan mengurus fakir miskin ? Semoga jawabannya iya, yang berarti mereka telah mendapatkan esensi dari perintah berkurban.

Akan halnya aku, tiba-tiba jadi punya pikiran nyeleneh, aku kok kepingin mengalah saja saat hari raya qurban.  Yang aku maksud dengan mengalah, aku tidak berkurban di hari raya kurban karena yang berkurban sudah banyak, aku mau berkurbannya di hari-hari lain yang tidak ada orang berkurban.  Mungkin 'gaya berkurbanku' ini bakalan diprotes para ahli agama .... tapi kali ini aku ra urus .... karena .... karena .... ada ceritanya sih.

Baiklah aku mau cerita, walau dengan menitikkan air mata. Entah kenapa, Allah mendekatkan aku dengan golongan kaum dhuafa (kaum yang lemah).  Banyak diantara mereka yang untuk makan saja susah, kadang seharian tidak makan bila tidak ada yang memberi, karena mereka juga tidak berani berhutang. Merekapun bukan orang yang malas, bahkan mereka bekerja keras dengan jam kerja melebihi kerjaan orang kantoran.

Banyak yang tidak mikirin mereka setelah usai pesta kurban. Jadi , aku ambil kesempatan ini. Dan mungkin juga berkurbannya jadi ikutan pendapat suamiku yang tidak harus dengan kambing, sapi atau unta, mungkin dengan 'menyembelih' beras, nasi bungkus, ayam, kue dll.  Dan mungkin juga nilai kurbanku jadi setara dengan menyembelih seekor-dua ekor kambing setiap bulannya, bahkan setara dengan seekor sapipun boleh bila Allah berkenan.

Bila ada yang bertanya ; apakah itu bukan menyalahi syariat ? .... maka aku jawab, apakah berkurban seperti caraku dilarang Allah ? ayat mana yang melarang ?

Masih setahun untuk sampai pada Iedul Adha lagi, apakah nantinya pada 'puncak pesta' kurban, aku berkurban lagi atau tidak ? Itu terserah Allah, pasti Allah menuntun hatiku untuk memutuskan.  Yang jelas, aku mau berkurban sepanjang tahun, setiap hari, setiap ada yang membutuhkan dan aku ada.

Bagaimana dengan kalian ?


Jumat, 03 Oktober 2014

Jangan Menghayati Penderitaan


Siang tadi menjenguk saudara yang masuk rumah sakit.  Sebelum jatuh sakit, saudaraku ini punya masalah yang bertumpuk, sudah hutangnya banyak, usahanya morat marit, istrinya berselingkuh, dan anaknya bermasalah.  Seperti sebuah paket yang komplit.  Tapi bukankah Allah tidak pernah salah kirim paket ?

Yang menarik bagiku adalah analisa suamiku saat kami pulang.

"Allah itu Maha Adil dan maha tetap hukumNya. Sebuah kenyataan pahitpun adalah akibat dari kesalahan di masa lalu", katanya.

"Kamu perhatikan cara dia mengucapkan kata 'yaaa Allah' ?", kata suamiku lagi.

"Memang kenapa?".

"Mestinya bukan seperti itu cara mengucapkan asma Allah yang Maha Agung".

"Mestinya?", aku penasaran, karena dia memang sering sekali mengucapkan kata 'yaaa Allah' , dengan kepala yang ditundukkan dan tangan yang menopang dahi, dengan wajah yang nelangsa penuh penderitaan.

"Dia mengucapkan asma Allah dengan penuh penghayatan akan penderitaannya, bukannya malah menjadi tenang karena yakin Allah pasti menolongnya", ini adalah ringkasan pembicaraan panjang antaraku dan suamiku. Membuatku belajar bagaimana cara memaknai kata 'merendahkan diri' di hadapan Allah saat menyebut asmaNya.

QS. Al-An'aam (Al-An'am) [6] : ayat 42
[6:42] Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
 
QS. Al-A'raaf (Al-A'raf) [7] : ayat 205
[7:205] Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
 
QS. Huud (Hud) [11] : ayat 23
[11:23] Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
 
QS. Al-Mu'minuun (Al-Mu'minun) [23] : ayat 76
[23:76] Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri.
 
Dari ayat-ayat yang aku sebutkan, jelas sekali, bahwa saat Allah menimpakan azabNya berupa apapun hal yang menyengsarakan , adalah supaya kita memohon kepada Allah dengan tunduk merendahkan diri.  

Tunduk merendahkan diri itu berarti mengakui kelemahan diri, mengakui segala kesalahan diri, mengakui kebesaranNya, meyakini kekuasaanNya dan meyakini pertolonganNya, menghayati kasih sayangNya.

Kita diperintahkan untuk tunduk merendahkan diri, bukannya menyalahkan orang lain, merasa diri sendiri benar dan paling terdhalimi, dan menghayati penderitaan.

Banyak kasus pasangan berselingkuh yang aku temui, umumnya yang tidak berselingkuh merasa dirinya lebih benar dan lebih suci dibandingkan pasangannya.  Mereka tidak sadar bahwa pasangan berselingkuh adalah akibat kita berselingkuh dari Allah , ini kata ustadzku. 
 
Bila merasa bahwa hidup ini kok banyak masalah dan penderitaan, datanglah kepada Allah dengan tunduk merendahkan diri.  Akui bahwa kita memang pantas menerima semua itu , jangan menyalahkan keadaan atau menyalahkan siapapun, lebih-lebih menyalahkan Allah yang terbungkus dalam kalimat-kalimat yang nelangsa.  Jangan menghayati penderitaan, tapi hayatilah sifat-sifatNya yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

Jangan menghayati penderitaan, karena penderitaan yang dihayati tidak bakalah mau pergi. Hayatilah kebahagiaan dengan jalan mensyukuri nikmat-nikmatNya.