Senin, 30 Juni 2014

Orang Beriman Dan Materi

"Apa memang orang beriman dan hidup di zona Ilahi memang harus sedikit kebagian materi ?", pertanyaan seorang sahabatku.



Saat ramadhan seperti ini, biasanya aku suka mengikuti serial 'Para Pencari Tuhan' di sctv, tapi untuk ramadhan sekarang, dua kali nonton, aku kok jadi gimanaaaa yaaa ....

Caranya menempatkan orang-orang yang berlaku benar dan yang berjuang di jalan Allah itu cukup menyinggung perasaan,  seolah-olah orang seperti itu selalu saja berada dalam kesulitan dunia.  Lihat nasib bang Jack yang tinggal di masjid dan tidak punya rumah, lihat nasib pejuang kemerdekaan yang lurus jalan hidupnya tapi hidup menggelandang hingga tidak punya tempat pemakaman saat dia meninggal.  Lihat nasib ustadz Ferry yang rumah saja masih mengontrak, lihat nasib pak Jalal yang kaya dan dermawan tapi tiba-tiba jatuh miskin. 

Apakah dunia memperlakukan orang-orang baik dengan cara seperti itu ? Apakah Allah mempersulit kehidupan orang-orang yang baik ? Apa orang beriman dan hidup di zona ilahi memang harus sedikit kebagian materi ?

Wah, wah.

Ukuran materi itu memang relatif, contohnya aku, bagi sebagian orang hidupku ini amat sangat sederhana, bagi sebagian yang lain aku ini amat berkelimpahan, bagi yang lain lagi aku ini biasa-biasa saja.  Nah kan ?

Sebenarnya bagi orang-orang yang beriman yang imannya benar , tidak menjadi soal baginya, apakah hidupnya berlimpah materi atau tidak, yang penting cinta dan keridhaan Allah berfihak kepada dirinya.  Dan orang beriman juga menyadari bahwa kekayaan itu mempunyai fungsi sosial, bukan cuma soal kenyamanan pribadi.  Fungsi sosialnya bisa dalam bentuk bersedekah, dalam  berdakwah, atau maksud Allah yang lain yang tidak terpikir oleh kita.

Sementara bagi orang-orang kafir, dunia ini adalah tempat kesenangan hingga waktu yang ditentukan, setelah itu tidak ada lagi kesenangan baginya di akhirat, demikian yang sering tergambarkan di al quran.

Jadi kesenangan dunia itu bukan hal penting bagi orang-orang yang beriman. Tapi bukan berarti orang-orang yang beriman lantas nelangsa terus selama hidup di dunia loh ya, walaupun kebahagiaan itu tidak seperti yang terlihat dan tidak seperti ukuran orang yang melihat.

Yang sering dilupakan orang adalah Allah itu Maha Adil dan Bijaksana.  Di setiap strata sosial, Allah selalu menurunkan para walinya untuk menuntun umat manusia dalam memurnikan tauhid.  Jadi, orang-orang yang ditunjuk Allah itu (yang pastinya adalah orang-orang yang beriman), selalu bisa dijumpai di setiap strata sosial. Otomatis, soal materi itu cuma soal 'menyamakan kedudukan' dengan target dakwah mereka.

Untuk lebih jelasnya, aku kasih contoh begini :

Allah menempatkan ustadz Virien yang sederhana di 'lapangan dakwah' orang-orang pegunungan yang miskin dan sederhana. Masyarakat seperti itu amat difahami ustadz Virien, demikian juga gaya hidup dan pendekatan yang dilakukan ustadz Virien cocok banget dengan masyarakat sana.

Masyarakat sekitar pesantren Gubug tinggal di rumah berdinding bambu dan berlantai tanah, dan ustadz Virien bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan seperti itu, karena dia sendiripun dari keluarga sederhana dan memilih hidup sederhana.

Tapi bukan berarti mas Virien menderita dengan keadaan itu, beliau amat menikmati tugasnya dan beliau juga bukan orang yang kekurangan materi.  Allah mencukupi beliau dengan berbagai hal dan berbagai cara.

Jadi soal materi yang tampilannya sederhana, itu hanyalah alat untuk memudahkan komunikasi antara seorang ustadz dengan masyarakat yang dibinanya

Ada juga para wali Allah yang bekerjanya di kalangan para artis, kelompok menengah, kaum sosialita, golongan pejabat, yang tentu saja membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda.

Oh, jangan dilupakan ada juga seorang wanita yang suka ngeblog, target dakwahnya tentu orang yang suka internetan, .....ehm.  Di dunia nyata wanita ini memang sengaja memilih hidup yang sederhana, dia bilang itu untuk menjaga orang lain dari  rasa iri, dan dia juga lebih suka menyatu dengan masyarakat bawah. 

Yang perlu difahami,  Allah menempatkan posisi kita adalah sesuai kebijaksanaanNya yang maha tinggi.  Orang-orang beriman yang ditempatkan Allah dalam kesederhanaan, itu bukanlah cara Allah menghinakan dirinya, tapi semua itu mengandung fungsi.

Walaupun iman tidak identik dengan keberlimpahan materi, orang-orang beriman pasti selalu dicukupiNya, dijamin rejekiNya dan selalu dalam pertolongan dan kasih sayangNya.  Makanya Indah gak setuju dengan cara Dedy Mizwar menggambarkan nasib orang-orang beriman, meskipun hanya di sinetron.  Mudah-mudahan beliau membaca blog Innuri ini ya.

Senin, 16 Juni 2014

Ujian Yang Mengungkap Sejatinya Kita

Belum lama aku bilang, pesta demokrasi itu pesta ujian.  Sekarang aku bilang, bahwa ujian itu mengungkap sejatinya diri kita.

Mungkin banyak di antara kita mengalami dan melihat sendiri, betapa dulu kita punya teman-teman yang amat baik dan halus tutur bahasanya, bahkan suka menulis status yang religius.  Tiba-tiba berbalik begitu rupa,  berubah menjadi sinis (ini taraf paling ringan), ada yang sampai mengumbar kata-kata kasar dan caci maki, dan yang paling parah turut menyebarkan fitnah dan kebencian.

Pesta demokrasi alias pesta ujian ini telah mengungkap bagaimana sejatinya kita, makhluk apakah kita ? hamba Allah ? ataukah hamba hawa nafsu yang mengumbar segala keburukan yang tersimpan di hati kita.

Padahal segala kata yang kau ucapkan, kau tulis dan kau rasakan di dadamu, semua musti dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Pesta ujian ini telah mengungkap dimana sebenarnya kita posisikan Allah. Bila Allah berada di atas segala-galanya, maka hati kita pastilah dipenuhi cinta.  Bila posisi Allah sudah diletakkan dibawah makhluk, yang muncul adalah disharmoni, yang salah satu tandanya adalah bila kita mengucapkan sesuatu, maka bangkitlah semangat  kebencian , menyakiti  dan merusak.  Naudzubillah.

Buat kalian yang punya fanatisme yang besar kepada  salah  seorang capres, bolehkah aku bertanya pada hatimu ? apakah yang kalian bela ? dan siapakah yang kalian bela ? sampai segitunya kalian rela mengotori diri sendiri dengan aib, fitnah dan ucapan yang menusuk teman kalian yang berbeda pilihan ?

Aku ingin mengajak kalian berlayar ke sebuah pulau yang teduh dan damai.  Yang bisa hidup di pulau itu hanyalah cinta, kasih sayang dan kebaikan. Bila kalian pernah tahu betapa indahnya cinta, maka kalian akan berjuang sepenuh kekuatan menuju pulau itu meskipun dengan menempuh berbagai usaha.

Pulau itu adanya di hati, hati yang penuh cinta dan kedamaian.

Syukurku kepada Allah karena aku sungguh tidak bisa membenci , aku begitu  menyayangi pak Prabowo dan pak Jokowi, aku menghargai mereka berdua sebagai manusia yang unik dengan kelebihan dan kekurangannya.  Seandainya salah satu dari mereka menjadi presiden, maka aku bisa menerimanya dengan penuh rasa gembira dan syukur dan aku optimis Indonesia akan menjadi lebih baik di tangan beliau yang terpilih.

Kubayangkan seandainya aku terlalu memuja salah satu diantara keduanya, hatiku bisa sakit bila pujaan hatiku tidak jadi presiden, dan kebencianku bisa meluap-luap kepada yang menjadi presiden.  Padahal yang sakit ya hatiku sendiri, yang menderita ya aku sendiri.

Kebencian adalah cara paling ampuh menyakiti diri sendiri.

Tidakkah lebih menarik menjadi pribadi yang berhati damai dan penuh kasih ?




Kamis, 12 Juni 2014

Makin Terpuruk Setelah Dekat dengan Allah ?

"Bunda, apa iya sih semakin kita mendekat dan memperbaiki diri di hadapan Allah, rasanya makin terpuruk ?  Nyesek di dada, bunda ", tanyanya.

Apa iya ya ? apa iya begitu  ?
Kalau ada yang merasa seperti itu, pasti ada yang salah dengan dirinya.  Karena Allah itu memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka bagi orang yang bertakwa dan bertawakal kepadaNya, juga memberi jalan keluar dari segala kesulitannya.

Dan mari kita bedah diri.  Renungkanlah :

Target hidup ini bukanlah agar masalah-masalah itu selesai atau pergi, tapi targetnya adalah ridha Allah (untuk ini kita yang musti ridha duluan sama Allah).

Bila sudah jelas tujuan hidup itu untuk apa, yang jadi masalah cuma soal 'Allah ridha apa nggak sama aku ?'  Dan kalau sudah jelas begitu, maka permasalahan lainnya bukan  menjadi hal besar lagi, biar saja mengalir menurut kehendak Allah, sementara kita tetap menjalani hidup sesuai tuntunanNya, tetap bekerja mencari karuniaNya, ya beribadah, ya memperbaiki diri, semua dijalani dengan  ikhlas dan penuh rasa syukur.  Dan biasanya bila kondisi jiwa sudah ikhlas seperti ini, pertolongan dan keajaiban dari Allah datang 'gumrudug' istilah jawanya, alias datang berduyun-duyun.

Nah, sekarang bila logikanya dibalik. Kok sekarang merasa makin terpuruk setelah mendekatkan diri pada Allah? berarti musti intropeksi diri lagi, pasti yang dicari bukan semata-mata  keridhaan Allah, orientasi hidupnya masih 'agar masalah selesai', yang berarti masih bersifat duniawi.

Seseorang yang mendekatkan diri pada Allah, dengan hati yang 'kemrungsung' , dan selalu bertanya (seolah tidak sabar),  "Kapankah pertolongan Allah datang? ".  Adalah orang yang di dalam hatinya terfokus pada masalah , bukan pada Allah.  Maka tidak heran bila masalahnya makin membesar, karena fokus akan mendatangkan apa yang dia fokuskan. 

Tentu berbeda bila kita fokus pada Allah, kita bisa mengabaikan segala masalah dan menggantinya dengan memperbesar rasa syukur dan ikhlas kita.  Allah adalah prioritas hidup kita.

Hal seperti ini memang halus sekali, musti dicari hingga di lipatan-lipatan hati, niatnya memperbaiki diri musti diluruskan lagi, musti karena Allah semata-mata.

Ingatlah, segala usaha untuk membaikkan diri di hadapan Allah, itu bukanlah cara agar masalah cepat selesai, melainkan sebuah cara meraih ridhaNya saja, bila Allah sudah ridha, maka semuanya tinggal 'kun fayakun'. Jadi jalanilah semua dengan tenang, tetap fokus pada Allah.

Minggu, 08 Juni 2014

Tak Kunjung Punya Rumah

Minggu ini Allah pertemukan aku dengan 2 orang teman dengan keluhan yang sama, yaitu tidak kunjung punya rumah.  Yang satu masih muda dan satunya lagi sudah menjelang 50 tahun. Barangkali ada yang bisa kalian pelajari dari pembicaraanku dengannya, dengan mengganti kata rumah dengan hal lain yang tidak kunjung kalian dapatkan.

Ini  percakapanku  dengan salah satunya, dengan kalimat yang aku samarkan sedemikian rupa untuk merahasiakannya tanpa mengurangi makna pembicaraan  :

Teman : Mbak, kenapa sekian lama berumah tangga, tak juga kunjung punya rumah sendiri ? Padahal segala daya upaya sudah kami usahakan, aku dan suami pun sudah bekerja keras. Aku sering resah memikirkan hal ini.

Aku   : Yang perlu diperbaiki itu niat hidup ini. Niat hidupnya musti untuk Allah, beribadah kepada Allah . Bila prioritas hidup ini untuk Allah, pasti Allah cukupi semua hal yang kita perlukan dalam hidup ini. Tidak perlu resah karena tidak punya rumah sendiri karena itu bukan tujuan hidup, rumah adalah sarana hidup. Tetaplah tujuan hidup itu Allah saja , banyak bersyukur dengan apapun yang dimiliki saat ini. dan nikmatilah hidup ini.

T :  Kadang saking kepengennya punya rumah dan usaha di tempat sendiri, aku  sering istighfar 1000 kali setiap hari, membaca surat al mulk dan surat al waqiah ,tujuannya agar Allah segera  mengabulkan doaku, tapi Allah memang masih menguji kesabaranku mbak.

A :  Itulah yg aku sebut Allah hanya kita gunakan untuk kepentingan kita. Pernahkah berpikir apakah kepentingan Allah saat  menciptakan kita ? Istighfar hanya untuk ditukar dengan rumah .... Maaf , ini memang perlu saya katakan. Berdoalah memohon  sama Allah, percayakan harapan kepada Allah, Allah pasti memberi yang terbaik.

T :  Iya mbak saya juga mencoba pasrah sama  Allah. Cuma kadang Allah ngasihnya lama sedangkan sekarang kurang  4 bulan saya habis kontrak dan belum ada kepastian boleh  diperpanjang apa tidak,  kadang  punya  perasaan nelangsa mbak

A :  Nah itu dia, lah wong prasangkanya sama Allah 'Allah ngasihnya lama' ... ya jelas saja Allah Maha Mengabulkan prasangkamu itu , lama beneran kan ? mbok ya yakin sama Allah, memangnya Allah kurang apa kok yo diragukan, kok yo dikomplain seperti itu.  (aku menjawab dengan perasaan  gak terima Allah kok dibilang lamban)

T :  Makasih mbak karena mbak pikiran aku jdi terbuka .Allah memang segala2nya

Sementara temanku yang satunya, dia selalu mengeluh kok hidupnya begitu sulit dan selalu saja terpuruk.  Dia bilang, masak hampir setengah abad usianya, masih saja jadi "kontraktor" dan dia terus menerus mengucapkan kalimat-kalimat semacam ;' tidak kunjung punya rumah', 'sebentar lagi kontrakan habis'.

Aku bilang padanya bahwa perasaannya yang begitu nelangsa karena tidak punya rumah itulah yang telah meng'cancel' doa-doanya sendiri.  Perasaan 'tidak punya' begitu dominan, hingga menghalangi datangnya 'punya'.

Ini adalah kebenaran dari ayat al quran yang mengatakan bahwa orang yang bersyukur itu akan ditambah nikmatnya oleh Allah, sedangkan yang kufur, maka azabNya sangat pedih.  

Pemberian Allah begitu banyak, tak terhitung dan tak terdefinisikan, bila kita menerima semua itu dengan perasaan "tidak punya" , bukankah ini berarti menyepelekan Allah dan menyepelekan pemberianNya yang berarti menghinaNya ?  Makanya  Allahpun tidak menghargai mereka sebagaimana mereka tidak menghargai pemberian Allah.

Sahabatku sayang, 
Banyak orang seperti itu, dengan keinginan mereka masing-masing, rumah, anak, pekerjaan, jabatan, dan beraneka keinginan lain.  

Eyang bilang, Jangan kepingin apa-apa, tapi punyalah apa-apa.  Maksudnya, dengan mempersembahkan hidup kepada Allah, maka Allahpun mencukupi kita dengan segala yang kita perlukan.
 
 

Kamis, 05 Juni 2014

Bak Menatap Tarian Semesta


Terpaksa nulis lagi soal pilpres .... hmmm .... karena beberapa pertanyaan yang nyangkut di inboxku. Beberapa mengusik tanganku yang tidak gatal ini untuk menulis.

Bagaimana kita tahu bila petunjuk itu dari Allah ? begitu pertanyaannya. Yang memilih nomer 1 ngakunya karena mendapat petunjuk, yang memilih no 2 bilangnya juga mendapat petunjuk, yang tidak memilih juga bilang itu petunjuk.  Lantas ?

Begini sahabat,
Petunjuk Allah itu sifatnya sejuk, damai, membahagiakan, menentramkan hati, dan menghasilkan perasaan bahagia dan penuh kasih kepada semesta dan seisinya.

Maka, bila sudah mohon petunjuk Allah, lalu mendapat petunjuk, tapi masih ragu, apakah benar itu petunjuk Allah ataukah bukan ? Ujilah dengan beberapa hal ini :

- apakah hati ini amat bernafsu agar pilihan kita menang ? Bila iya, maka itu bukan petunjuk Allah, karena petunjuk Allah itu membuat hati kita otomatis pasrah dan ikhlas siapapun yang memenangkan pemilu ini. 

- apakah kita begitu marah dengan link dan status teman yang menjelekkan pilihan kita ? bila iya, maka itupun bukan petunjuk Allah, karena sifat petunjuk Allah itu mendamaikan hati, tidak membuat hati mudah terbakar.

- apakah bila membaca tulisan negatif tentang presiden yang tidak kita pilih, maka spontan hati ini merendahkan dia ? memuji setinggi langit capres yang kita pilih dan merendahkan yang lain ? bila iya, maka itupun bukan petunjuk, karena petunjuk Allah membuat hati kita tidak akan bisa merendahkan siapapun.

- apakah kalian begitu percaya hingga meletakkan harapan yang tinggi bahwa capres pilihan kaliankah yang bisa memperbaiki Indonesia ? bila iya, maka kalian musti mengembalikan lagi harapan hanya kepada Allah.

Petunjuk Allah itu menuntun hati kita pada kedamaian dan kasih sayang, apapun yang berlawanan dengan sifat damai dan kasih , itu adalah petunjuk hawa nafsu yang berteman dengan syetan.  Semoga Allah melindungi diri kita, keluarga dan segenap teman kita dari hal demikian.

Urusan siapa yang menjadi presiden itu bukan urusan kita, karena yakin itu sudah ditentukan Allah sebelum dia dilahirkan. Urusan kita adalah memilih dan menyebarkan kedamaian dan kasih sayang, sebagai rahmat bagi  semesta.

Perasaan kita saat berada dalam posisi mendapat petunjuk seperti yang aku gambarkan  tadi, indahnya luar biasa, bak menatap tarian semesta.  Setiap melihat sebuah peran dimainkan, hati kita spontan mendoakan, memercikkan kasih, agar semua kembali dalam harmoni. 

Laksana peri bersayap, dengan tongkat ajaib yang memercikkan bintang-bintang, terbang kesana kemari, setiap yang tersentuh olehnya akan kembali dalam rengkuhan Allah yang penuh kasih dan kedamaian.





Senin, 02 Juni 2014

Memilih Presiden Dengan Hati (3)


Untuk pilpres tahun ini, kalian memilih siapa ? Pasangan nomer 1 atau nomer 2, atau tidak memilih ?
Untuk pilpres tahun ini kalian berfihak kepada siapa ? pasangan nomer 1, nomer 2, tidak berfihak, atau sepertiku ,berfihak kepada Allah.

Memilih dan berfihak, itu dua kata yang berbeda, bisa jadi jawabannya sama, bisa juga tidak.  Aku memilih salah satu pasangan dan aku berfihak kepada Allah, bagaimana dengan kalian ?

Sahabatku sayang,
Tahukah kalian bahwa sebenarnya Allah sudah menetapkan siapa yang pasti menjadi presiden Indonesia untuk periode mendatang, bahkan sebelum mereka dilahirkan.  Allah Maha Tahu apa yang bakalan terjadi esok hari dan bahkan apa yang bakalan terjadi seribu tahun lagi.  Aku beriman akan hal ini.  Itulah mengapa, aku tidak mau membuang waktuku, mengotori nafasku, membasahi lidahku dengan lempar-lemparan komentar negatif tentang capres yang tidak aku pilih.

Yak ! Dunia ini adalah tempat ujian, dan sekarang kita bangsa Indonesia sedang pesta ujian yang terbungkus dalam pesta demokrasi. Inilah ujian nasional itu ! Tidak penting siapa yang menjadi presiden nanti, itu bagiku,  entah bagi kalian.  Karena yang penting adalah bagaimana bangsa Indonesia melewati pesta ujian ini dengan sukses.  Sukses dalam arti tidak gontok-gontokan , bisa saling menghargai, memaafkan, menjaga silaturahim (tali kasih sayang)  dan bisa menjaga ketakwaan.

Sukses dalam arti yang aku sebutkan tadi adalah hal yang tidak mudah, terlebih bagi kalian yang punya fanatisme yang besar kepada salah satu capres. Marah saat ada teman menghina pilihan kalian, itu sudah gagal dalam point menahan marah.  Ikut membagikan hal negatif tentang capres, itu sudah termasuk dalam mata  rantai membuka aib orang lain dan  mencari kesalahan yang dilarang agama. Bila hal negatif itu tidak benar, maka sudah terjebak dalam rantai fitnah yang lebih mengerikan dibandingkan pembunuhan.

Karenanya aku lebih suka cari aman saja, aman dari kemurkaan Allah , dengan jalan berfihak kepada Allah.  Yang jadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana cara berfihak kepada Allah ?

Allah sudah menetapkan bagi dirinya kasih sayang, maka berfihak kepada Allah itu berarti berfihak kepada kasih sayang.

QS. Al-An'aam (Al-An'am) [6] : ayat 12

[6:12] Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.

Ya, aku memang punya pilihan, dan aku insyaAllah mencoblos salah satu pasangan capres.  Tapi aku berfihak kepada Allah, aku berfihak kepada kasih sayang.  Aku menghargai kedua pasangan capres karena keempat orang itu telah ditetapkan Allah menjadi calon pemimpin bangsa ini.

Aku menghargai ketetapan Allah, karenanya aku tidak akan bisa menghina salah satu dari mereka walau bukan pilihanku.  Aku  tidak terima bila salah satu dari mereka dihina dan dilecehkan di media, walaupun yang dihina bukan pilihanku.

Apakah kalian beriman bahwa Allah Maha Tahu apa yang bakalan terjadi esok hari ? dan siapa presiden yang ditetapkanNya untuk bangsa Indonesia ? Maka mengapa kalian saling menyakiti satu sama lain hanya karena berbeda pilihan ?

Aku menghargai ketetapan  Allah yang memilih 2 pasangan capres cawapres , dan aku memandang semuanya dengan kasih sayang, tidak tega menyakiti mereka atau pendukung mereka dengan komentar yang menyakitkan.

Seandainya kalian semua bisa mengambil sikap sepertiku, maka insyaAllah  kalian akan bisa melihat keindahan cara pandang Allah, seolah-olah kita diangkatNya ke suatu tempat yang tinggi, memandang Indonesia dengan hiruk pikuknya dengan pandangan kasih sayang.  Itu hal yang amat indah.