Senin, 16 Juni 2014

Ujian Yang Mengungkap Sejatinya Kita

Belum lama aku bilang, pesta demokrasi itu pesta ujian.  Sekarang aku bilang, bahwa ujian itu mengungkap sejatinya diri kita.

Mungkin banyak di antara kita mengalami dan melihat sendiri, betapa dulu kita punya teman-teman yang amat baik dan halus tutur bahasanya, bahkan suka menulis status yang religius.  Tiba-tiba berbalik begitu rupa,  berubah menjadi sinis (ini taraf paling ringan), ada yang sampai mengumbar kata-kata kasar dan caci maki, dan yang paling parah turut menyebarkan fitnah dan kebencian.

Pesta demokrasi alias pesta ujian ini telah mengungkap bagaimana sejatinya kita, makhluk apakah kita ? hamba Allah ? ataukah hamba hawa nafsu yang mengumbar segala keburukan yang tersimpan di hati kita.

Padahal segala kata yang kau ucapkan, kau tulis dan kau rasakan di dadamu, semua musti dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Pesta ujian ini telah mengungkap dimana sebenarnya kita posisikan Allah. Bila Allah berada di atas segala-galanya, maka hati kita pastilah dipenuhi cinta.  Bila posisi Allah sudah diletakkan dibawah makhluk, yang muncul adalah disharmoni, yang salah satu tandanya adalah bila kita mengucapkan sesuatu, maka bangkitlah semangat  kebencian , menyakiti  dan merusak.  Naudzubillah.

Buat kalian yang punya fanatisme yang besar kepada  salah  seorang capres, bolehkah aku bertanya pada hatimu ? apakah yang kalian bela ? dan siapakah yang kalian bela ? sampai segitunya kalian rela mengotori diri sendiri dengan aib, fitnah dan ucapan yang menusuk teman kalian yang berbeda pilihan ?

Aku ingin mengajak kalian berlayar ke sebuah pulau yang teduh dan damai.  Yang bisa hidup di pulau itu hanyalah cinta, kasih sayang dan kebaikan. Bila kalian pernah tahu betapa indahnya cinta, maka kalian akan berjuang sepenuh kekuatan menuju pulau itu meskipun dengan menempuh berbagai usaha.

Pulau itu adanya di hati, hati yang penuh cinta dan kedamaian.

Syukurku kepada Allah karena aku sungguh tidak bisa membenci , aku begitu  menyayangi pak Prabowo dan pak Jokowi, aku menghargai mereka berdua sebagai manusia yang unik dengan kelebihan dan kekurangannya.  Seandainya salah satu dari mereka menjadi presiden, maka aku bisa menerimanya dengan penuh rasa gembira dan syukur dan aku optimis Indonesia akan menjadi lebih baik di tangan beliau yang terpilih.

Kubayangkan seandainya aku terlalu memuja salah satu diantara keduanya, hatiku bisa sakit bila pujaan hatiku tidak jadi presiden, dan kebencianku bisa meluap-luap kepada yang menjadi presiden.  Padahal yang sakit ya hatiku sendiri, yang menderita ya aku sendiri.

Kebencian adalah cara paling ampuh menyakiti diri sendiri.

Tidakkah lebih menarik menjadi pribadi yang berhati damai dan penuh kasih ?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar