Senin, 20 Maret 2023

Mengakhiri Kebodohan

 Di titik manakah kamu merasa mendapatkan hidup seperti yang kamu inginkan?

Itu sih pertanyaan di Quora, bukan persis seperti itu pertanyaannya, tetapi maknanya seperti itu.  Pertanyaan itu aku jawab begini:

Di titik kesadaran bahwa ternyata Allah memberi jauh lebih baik dari yang aku bayangkan atau aku inginkan.

Memang banyak sekali cobaan dan ujian dalam hidupku, tetapi ternyata itu adalah cara Allah memahamkan aku akan kebijaksanaanNya.

Hal-hal yang menyedihkan di masa lalu, ternyata menjadi pembelajaran penting yang disyukuri di masa depan.

Hal yang aku tangisi di masa lalu, ternyata itu merupakan cara Allah menyelamatkan aku dari kesedihan yang lebih dalam. Contohnya, dulu pernah nangis-nangis karena putus cinta (ibu tidak merestui aku dan dia), eh ternyata itu cara Allah menyelamatkan aku dari lelaki yang berpotensi menyakitiku. Setelahnya Allah menganugerahiku lelaki yang lebih baik yang menjadi suami tersayangku sampai di penghujung usiaku ini.

Mencermati pertanyaan tentang hidup yang kamu inginkan? Aku inginkan? Apa bedanya dengan Allah inginkan?

Di masa tua ini, menyatukan keinginan diri dengan keinginan Allah itulah yang terpenting, karena di situlah puncak kebahagiaan.

Dalam hidup ini manusia banyak menginginkan sesuatu, sementara keinginan Allah lebih baik daripada keinginan manusia itu sendiri. Jadilah manusia banyak disiksa oleh keinginan-keinginannya sendiri, keinginan yang lahir karena ketidaktahuan ataukah kebodohannya?

Innuri sudah di tahap mau mengakhiri kebodohan ini, jadi aku mau mengalir bersama kehendak/keinginan Allah saja. Itu artinya aku memilih bahagia dan tidak disiksa oleh keinginanku sendiri yang aku tak tahu apakah baik atau malah menyakiti aku.

Salam kasih dari Innuri di Malang.

Aku terpesona pada kata-kataku sendiri, 'mengakhiri kebodohan', maka aku jadikan judul tulisan di sini.

Ya, kebodohan selalu membawa kepada penderitaan dan kemiskinan, bukan soal miskin harta, tetapi miskin jiwa.  Jadi ingat pelajaran Pak Hans bahwa orang yang bodoh itu adalah orang yang tidak hidup jiwanya, kebodohan seperti itulah yang aku maksud, bukan orang yang matematikanya dapat D.

Saat Kamu tak Bahagia, Kamu Keluar dari Islam.

 Kemarin malam, setelah menyelesaikan pergulatan batin (biyuh! pergulatan batin??? ... haha) yang bagiku cukup seru, aku menyadari suatu hal yaitu :

     Ketika aku tidak bahagia, sebenarnya saat itu aku telah keluar dari Islam.

     Ketika aku galau, maka aku bukan lagi muslim.

Mengapa demikian?

Karena arti islam atau muslim itu adalah kondisi seseorang yang berpasrah kepada Allah.  Dalam arti yang lebih  mendalam, manusia-manusia muslim adalah manusia yang selaras dengan kehendak Tuhan.  Orang yang selaras dengan kehendak Tuhan adalah orang tanpa keluhan, tanpa protes, just mengalir saja mengikuti kehendak Tuhan yang dia terima dengan rasa bahagia (rasa yang indah).

Jadi orang islam atau muslim itu adalah orang-orang yang bahagia, tak peduli 'label' agamanya apa, asal kondisi batinnya selaras dengan kehendak Tuhan.

Baiklah.  Innuri mau cerita sedikit latar belakangnya kenapa Innuri sampai pada kesimpulan seperti ini.

Innuri sedang menyimak ulang kuliah pak Hans tentang Stoisisme dan mencatatnya dalam buku, ya masih dapat 2 materi kuliah sih, tetapi sudah mendapat kesimpulan seperti yang aku tulis di atas.

Begini.

Ada 4 ajaran penting di dalam stoisisme, yaitu:

- Logos atau dunia keilahian

- Alam yang berarti Tuhan 

- Apatis yaitu kondisi jiwa yang sudah terlepas dari emosi negatif seperti marah, takut, nafsu, dll.  

- Ataraksia yang berarti damai

Logos adalah kecerdasan / intelegensi tertinggi yang merembes ke mana-mana, jadi segala-galanya terhubung dengan logos.  Untuk hidup damai, maka harus terhubung dengan logos dan alam.

Karena orang stoik menyebut Tuhan dengan alam.  Segala sesuatu adalah bagian dari sistem tunggal yang disebut alam.

Kehidupan kita sudah disebut baik bila selaras dengan alam dan hidup kita ditentukan oleh logos.  Manusia di dunia ini hanya sedang memainkan peran dalam sebuah drama kehidupan.  Jadi jalani peranmu dengan sebaik-baiknya.

Orang-orang stiok adalah orang yang percaya dengan takdir, dan untuk bahagia hanya perlu menerimanya / menyetujuinya.   Aku menyebutnya menerima peran kita dengan perasaan yang indah / perasaan bahagia.

Coba kaitkan ini dengan makna muslim / islam yaitu orang yang berpasrah kepada Allah, maknanya sama 'kan? Bahkan aku merasa orang stoik bisa menjelaskan lebih mendalam makna berpasrah kepada Allah itu bagaimana.

Aku lanjutkan catatanku dari kuliah pak Hans ya.

Manusia itu adalah tukang rekam atau tumpukan memori.  Manusia dikaruniai akal yang terkoneksi dengan akarnya akal yaitu Tuhan / alam.  Hidup kita akan baik-baik saja selama kita terkoneksi dengan akarnya akal ini.

Siapa yang membuat koneksi antara akal - akarnya akal ini terganggu?  Nafsu!

Nafsu membuat kita dipermainkan perasaan marah-takut-senang, kondisi diobok-obok nafsu ini disebut Pathos.  Orang yang bisa menaklukkan pathosnya disebut Apatis (point ke-3 dari ajaran stoik)

Jadi apatis adalah kondisi batin yang tidak dipengaruhi oleh emosi.

Buah dari apatis adalah ataraksia atau damai (poin keempat dari ajaran stoik)

Hasil dari semua itu adalah Eudaimonia atau kebahagiaan.

Nah, sandingkan ataraksia dengan islam yang artinya damai, selamat. Nyambung 'kan?

Di dalam stoik, orang yang galau atau ada kekacauan di dalam batinnya, berarti orang itu lagi tidak sejalan dengan alam / Tuhan.  Untuk mengatasi galaunya ya tinggal menyambungkan lagi koneksinya dengan alam / Tuhan.  Sesederhana itu, tetapi tidak mudah ya.  Innuri sempat melewati pergolakan batin yang seru selama beberapa hari untuk sampai pada pemahaman ini.  

Berbagai ajaran baik yang diturunkan ke bumi ini, baik oleh para Nabi, para filsuf atau para bijak, semua itu memang sudah skenario dari Tuhan Yang Satu, agar bisa saling menjelaskan satu sama lain seperti yang aku alami.  Agar bila seseorang tidak cocok dengan penjelasan suatu ajaran, dia bisa mencarinya di ajaran yang lain.  Wong tujuannya sama, yaitu selaras dengan kehendak Tuhan.

Salam manis dari Innuri di Malang.



Minggu, 19 Maret 2023

Terciduk

Bagaimana perasaanmu hari ini sahabat? Bahagiakah? Atau sedang galaukah?

Bila kalian sedang galau, jangan-jangan kalian telah terciduk.  Terciduk tanpa kalian sadari.  Banyak hal bisa menculik kita dari kebahagiaan yang semestinya bisa kita nikmati detik ini, saat ini, hari ini.

Terciduk oleh masa lalu barangkali, berada dalam bayangan indahnya mungkin, atau penyesalan-penyesalan atas kebodohan yang pernah dilakukan di masa lalu, atau malah merindukan seseorang di masa lalu yang orangnya sudah menghilang.  Innuri jadi teringat lagunya Maia." ...tapi kini dia menghilang, ku tak tahu entah di mana, diariku ku merindukannya, kekasihku kau ada di mana?"

Atau terciduk ke masa depan, biasanya masa depan membawa paket kekhawatiran, bayangan-bayangan suram, atau skenario-skenario indah tetapi menipu.

Begitulah pikiran sering mempermainkan kita, begitulah cara kerja mereka merampas kebahagiaan kita dan menjerumuskan kita dalam gelapnya rasa galau.

Saking kejamnya pikiran yang tak terkendali, agama menyebutnya syetan.  Syetan yang masuk lewat pembuluh darah, mengendalikan pikiran-pikiran kita.  

Ya, bila kita tidak bisa mengendalikan pikiran, itulah yang terjadi.  Bila kita tak mau mengendalikan pikiran, itu sama saja dengan membuka kunci pintu kepedihan yang ujungnya nanti bisa sangat gelap.

Bagaimana mengendalikannya?

Sadari pikiran-pikiran liarmu, eling Gusti Allah. Pandangi pikiranmu, lalu katakan padanya,"Konangan kowe." artinya 'kamu ketahuan'.

Kalau Innuri sih, melihat pikiran-pikiran liar itu 'menyergap' seperti asap yang masuk ke kepala atau ke dada. Warna asapnya tergantung tingkat kejahatannya, semakin kejam pikiran, semakin gelap dia.  Alhamdulillah Innuri punya penglihatan tajam yang amat membantuku untuk tersadarkan.

Itulah salah satu makna zikir yang luar biasa, yang bisa kufahami sekarang.

Katakan tidak, seberapa pun indahnya apa yang ditawarkan oleh masa lalu atau masa depan, karena ujung-ujungnya adalah zonk.  Jangan tertipu.  Kejamnya pikiran itu sering bersembunyi pada hal-hal manis, hal baik bahkan hal-hal yang terlihat bijak dan heroik.  Jangan tertipu.  Nanti perlahan-lahan kamu akan dibelokkan ke hal yang menghancurkan dirimu sendiri, setidaknya hatimu sendiri.

Itulah stategi syetan yang halus sekali, sehalus serambut dibelah tujuh.  Jangan mau digulung / dikuasai sesuatu yang mengarahkanmu pada kesedihan, tetapi berbuatlah sebaliknya, beradalah di luarnya agar kau bisa  kuasai dan gulung godaan-godaan itu.

Hiduplah di sini dan saat ini, itulah salah satu makna bersyukur, tak ada yang disesali, tak ada yang dikhawatirkan.  Hanya menikmati suguhan indahNya, mensyukuri segala yang berlalu.  Bila hari ini dijalani dengan rasa syukur, maka masa depan akan bertambah-tambah nikmatNya.

Jangan biarkan diri terciduk syetan yang bekerja lewat pembuluh darah yang mengalir terus ke urat nadi kita.  Segera ingat / eling / zikir, berbicaralah dengan Allah, berakrab-akrablah dengan Dia yang lebih dekat dari urat lehermu sendiri.

" ... jangan kamu jatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri ..." dari Al Baqarah ayat 2.


Sabtu, 18 Maret 2023

Apakah yang paling sulit dalam hidup?

 Aku rajin main quora sekarang, entah mengapa, terasa asyik ketika menjawab pertanyaan dan dibaca banyak orang. Uh! lagi-lagi ego ya, sukanya mendapat pengakuan.

Kemarin ada pertanyaan seperti ini : Apa yang paling sulit dalam hidup?

Coba jawaban kalian apa?

Kalau Innuri jawab ini.

Hidup di sini dan saat ini. Karena masa lalu sering menarik-narik dalam kenangan dan kerinduan akan indahnya saat itu. Masa depan juga sering menyeret dalam pengandaian-pengandaian yang tidak penting dan skenario kekhawatiran-kekhawatiran yang 90% tidak pernah terjadi.

Menikmati keindahan berada di sini dan saat ini adalah kebahagiaan sekaligus kemewahan bagi orang-orang yang belum bisa mengendalikan pikirannya, Orang itu adalah aku.


Ada yang setuju denganku?