Senin, 20 Maret 2023

Saat Kamu tak Bahagia, Kamu Keluar dari Islam.

 Kemarin malam, setelah menyelesaikan pergulatan batin (biyuh! pergulatan batin??? ... haha) yang bagiku cukup seru, aku menyadari suatu hal yaitu :

     Ketika aku tidak bahagia, sebenarnya saat itu aku telah keluar dari Islam.

     Ketika aku galau, maka aku bukan lagi muslim.

Mengapa demikian?

Karena arti islam atau muslim itu adalah kondisi seseorang yang berpasrah kepada Allah.  Dalam arti yang lebih  mendalam, manusia-manusia muslim adalah manusia yang selaras dengan kehendak Tuhan.  Orang yang selaras dengan kehendak Tuhan adalah orang tanpa keluhan, tanpa protes, just mengalir saja mengikuti kehendak Tuhan yang dia terima dengan rasa bahagia (rasa yang indah).

Jadi orang islam atau muslim itu adalah orang-orang yang bahagia, tak peduli 'label' agamanya apa, asal kondisi batinnya selaras dengan kehendak Tuhan.

Baiklah.  Innuri mau cerita sedikit latar belakangnya kenapa Innuri sampai pada kesimpulan seperti ini.

Innuri sedang menyimak ulang kuliah pak Hans tentang Stoisisme dan mencatatnya dalam buku, ya masih dapat 2 materi kuliah sih, tetapi sudah mendapat kesimpulan seperti yang aku tulis di atas.

Begini.

Ada 4 ajaran penting di dalam stoisisme, yaitu:

- Logos atau dunia keilahian

- Alam yang berarti Tuhan 

- Apatis yaitu kondisi jiwa yang sudah terlepas dari emosi negatif seperti marah, takut, nafsu, dll.  

- Ataraksia yang berarti damai

Logos adalah kecerdasan / intelegensi tertinggi yang merembes ke mana-mana, jadi segala-galanya terhubung dengan logos.  Untuk hidup damai, maka harus terhubung dengan logos dan alam.

Karena orang stoik menyebut Tuhan dengan alam.  Segala sesuatu adalah bagian dari sistem tunggal yang disebut alam.

Kehidupan kita sudah disebut baik bila selaras dengan alam dan hidup kita ditentukan oleh logos.  Manusia di dunia ini hanya sedang memainkan peran dalam sebuah drama kehidupan.  Jadi jalani peranmu dengan sebaik-baiknya.

Orang-orang stiok adalah orang yang percaya dengan takdir, dan untuk bahagia hanya perlu menerimanya / menyetujuinya.   Aku menyebutnya menerima peran kita dengan perasaan yang indah / perasaan bahagia.

Coba kaitkan ini dengan makna muslim / islam yaitu orang yang berpasrah kepada Allah, maknanya sama 'kan? Bahkan aku merasa orang stoik bisa menjelaskan lebih mendalam makna berpasrah kepada Allah itu bagaimana.

Aku lanjutkan catatanku dari kuliah pak Hans ya.

Manusia itu adalah tukang rekam atau tumpukan memori.  Manusia dikaruniai akal yang terkoneksi dengan akarnya akal yaitu Tuhan / alam.  Hidup kita akan baik-baik saja selama kita terkoneksi dengan akarnya akal ini.

Siapa yang membuat koneksi antara akal - akarnya akal ini terganggu?  Nafsu!

Nafsu membuat kita dipermainkan perasaan marah-takut-senang, kondisi diobok-obok nafsu ini disebut Pathos.  Orang yang bisa menaklukkan pathosnya disebut Apatis (point ke-3 dari ajaran stoik)

Jadi apatis adalah kondisi batin yang tidak dipengaruhi oleh emosi.

Buah dari apatis adalah ataraksia atau damai (poin keempat dari ajaran stoik)

Hasil dari semua itu adalah Eudaimonia atau kebahagiaan.

Nah, sandingkan ataraksia dengan islam yang artinya damai, selamat. Nyambung 'kan?

Di dalam stoik, orang yang galau atau ada kekacauan di dalam batinnya, berarti orang itu lagi tidak sejalan dengan alam / Tuhan.  Untuk mengatasi galaunya ya tinggal menyambungkan lagi koneksinya dengan alam / Tuhan.  Sesederhana itu, tetapi tidak mudah ya.  Innuri sempat melewati pergolakan batin yang seru selama beberapa hari untuk sampai pada pemahaman ini.  

Berbagai ajaran baik yang diturunkan ke bumi ini, baik oleh para Nabi, para filsuf atau para bijak, semua itu memang sudah skenario dari Tuhan Yang Satu, agar bisa saling menjelaskan satu sama lain seperti yang aku alami.  Agar bila seseorang tidak cocok dengan penjelasan suatu ajaran, dia bisa mencarinya di ajaran yang lain.  Wong tujuannya sama, yaitu selaras dengan kehendak Tuhan.

Salam manis dari Innuri di Malang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar