"Bagaimana perasaanmu saat mengadu kepada Allah?", tanya suamiku padanya. Dia seorang sahabat yang sedang mendapat cobaan berat dalam rumah tangganya, sang istri berselingkuh, sedang usahanyapun sedang terpuruk dan terjerat hutang milyaran.
"Aku tidak kuat, semua masalah seperti berputar di ingatanku", jawabnya.
Pertanyaan suamiku itu adalah pertanyaan kunci, dan jawabannya menggambarkan akan jadi apa masalah yang sedang dihadapinya.
Saat dia menjawab bahwa semua masalah seperti berputar di memorinya ketika mengadu pada Allah, ini pertanda bahaya, karena bukan Allah yang menjadi prioritas hidupnya, melainkan bagaimana menyelesaikan masalah itu.
Aku sering sekali bilang, hidup itu bukan soal menyelesaikan masalah, melainkan soal mengabdi kepada Allah. Orang-orang yang mengabdi kepada Allah dan memfokuskan dirinya untuk berbuat baik menyebarkan rahmat bagi semesta karena Allah, mereka itulah yang diangkat segala masalahnya oleh Allah. Bagi orang-orang seperti ini, masalah adalah alat mendekatkan dirinya kepada Allah.
Semestinya orang yang mengadu kepada Allah dalam doa-doanya, hatinya menjadi tenteram, merasakan kesejukan kasih sayang Allah dalam lindunganNya meskipun persoalannya belum terselesaikan, hatinya sudah yakin duluan akan jaminan dan pertolonganNya.
Berdoa yang malah membuat masalah seperti berputar di kepalanya, ini bukan doa, tapi mengeluh kepada Allah. Berdoa itu memohon dengan yakin, memasrahkan segala persoalan dengan penuh rasa percaya akan kasih sayang dan pertolonganNya. Ingatlah, berdoa itu bukan mengeluh.
Adakalanya kita menangis saat berdoa, menangisi himpitan persoalan. Ya menangis sajalah, setelah hati merasa lega, beban terlepas, segeralah menangis karena bersyukur dan terharu akan kasih sayangNya.
Allah itu Maha Esa, Maha Satu dan Maha Nomor satu. Bila permasalahan kehidupan begitu menguasai hati, ini pertanda bahaya, karena masalah sudah menggeser keesaan Allah di hati. Jangan menyalahkan siapapun bila yang terjadi masalah akan semakin membesar dan semakin menghimpit.
"Dia belum berubah, belum dibukakan hatinya ", katanya tentang istrinya. Dan ini juga perasaan yang musti diwaspadai, karena dia merasa dirinya lebih baik dari istrinya, sejenis perasaan sombong, merasa dirinya lebih benar dan lebih suci dari yang lain. Dia menginginkan orang lain menjadi seperti yang dia mau, ini bahaya lagi, karena dirinya bukan Tuhan yang bisa merubah orang lain sesuka hatinya. Semestinya dia menerima dengan ikhlas, apapun keadaannya, itu adalah paket dari Allah, lalu memperbaiki diri dan kembali berfokus kepada Allah.
Banyak masalah rumah tangga yang sumbernya karena yang satu merasa lebih benar, lebih baik dan lebih suci daripada pasangannya. Coba direnungkan, siapa coba yang mau dituding lebih bobrok oleh pasangannya sendiri ? Padahal, Allah menjodohkan yang baik dengan yang baik, sedangkan yang tidak baik tentunya dengan yang tidak baik pula. Ini berarti pasangan kita mencerminkan diri kita sendiri bukan ?
Perselingkuhanpun ada prosesnya, dan dia ikut andil dalam proses itu, ini kenyataan yang musti diakui dengan jujur. Pasangan berselingkuh karena kita berselingkuh dengan Allah, demikian kata ustadzku. Jadi kalau punya pasangan berselingkuh, lebih dulu tengok hati, apakah kita telah menduakan Allah ?
Ingatlah sahabat, berdoa itu memasrahkan dan memohon kepada Allah, berdoa itu bukan mengeluh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar