Sabtu, 15 Februari 2014

KELUD


14 February 2014

Menjelang tengah malam, gunung Kelud meletus dengan tinggi letusan 17 km.
Tidak jelas ini azab ataukah teguran, yang jelas bencana membuka tampilan sebenarnya kita.  Sepertiku yang cemas memikirkan keluarga, cemas karena mas Hary sedang tidak di sampingku, cemas memikirkan bagaimana menjemput keluargaku di Ngantang sementara tidak satupun manusia bisa aku hubungi.

Mengapa tidak menyandarkan semua pada Allah saja ? Imanku telah bebal.

Ya, bencana ini telah menyingkap bagaimana sebenarnya kita. Bagaimana aku, bagaimana kamu, bagaimana mereka ?  Walau tak usah menilai orang lain, marilah mengoreksi diri sendiri.

Detik-detik sampainya keluarga ke rumahkupun tiba, dengan mobil penuh debu vulkanik tebal, dan wajah-wajah kuyu.  Antara suka dan nelangsa.

Mendengar cerita mereka bagaimana semua terjadi, rasanya aku sedang membaca al quran, seperti membuka lembar kisah azab turun. Langit pekat terbelah kilat bercahaya, bunyi dentuman yang memekakkan telinga,  disusul hujan deras, tapi bukan air yang turun, melainkan pasir , kerikil dan batu, di malam saat manusia terlelap dan tidak menyadari apa yang bakal terjadi.

Mendengar cerita mereka, bagaimana dalam perjalanan ke Malang, menyaksikan ada dapur tetangga sudah roboh, teras tetangga runtuh, dan orang-orang berjajar di pinggir jalan menanti mobil evakuasi, padahal biasanya mereka berjajar seperti itu karena nonton karnaval.

"Orang Ngantang banyak dosanya sih", kata kakakku singkat.
"Sungguh aku tidak tega memotret bencana", kata keponakanku.

Dan inilah, tatkala dosa-dosa manusia naik ke langit, bagai menguapnya air menjadi titik-titik molekul air, berkumpul menjadi mendung dosa, lalu jatuhlah ke bumi sebagai tetesan hukuman dan teguran Allah.

Di hari pertama bencana, banyak keluarga terpisah, dan banyak diantara mereka pergi hanya dengan pakaian yang melekat di badan, hanya sempat memikirkan keselamatan diri sendiri.  Dan ternak-ternakpun ditinggalkan, persis yang terlukis di al quran , di hari unta yang bunting ditinggalkan ....

Sungguh baru kemarin aku bertemu dengan saudaraku yang dari Ngantang, yang aku minta tolong dia mengambil lalu mengantar obat untuk ibu.  Terkenang saat berpisah di halaman parkir RS Saiful Anwar, aku bilang padanya ;"Jangan kapok ya kalau aku minta tolong lagi".  Sekarang merekalah yang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan.

Bila sekedar gunung yang bernama Kelud, hanya setitik  di peta bumi, sudah begini memporakporandakan jutaan manusia, bagaimanakah bila tiupan sangkakala sudah berbunyi ? Kuharap aku tidak menyaksikan hari itu ya Allah.

Sungguh aku berlindung kepada Allah dari melihat dan berada di dalam bencana azab.

Sesungguhnyalah di bumi ini tidak ada tempat lari dari Allah, dari hukuman atau karuniaNya, dan sesungguhnya di setiap inci bumi , terdapat dua hal, azab atau karuniaNya.  Manusia tinggal memilih, bila memilih  limpahan karuniaNya, maka hendaklah dia menjadi orang yang bertakwa.

Al quran menulis bahwa azab turun pada kaum yang tidak mau beriman dan menyembah Allah. Bila demikian, maka bencana ini merupakan sebuah teguran, sudahkan kita menyembah Allah ? masihkah kita menyembah hawa nafsu, materi, jabatan, kekayaan, kedudukan ?

Kelud,
abu dan pasir yang dibawanya seperti memilih, seolah bersayap dan bebas jatuh kemanapun dia mau.  Tak ada seorang ilmuwanpun bisa memprediksi sebelumnya, kekuatan letusannya atau kemana arah angin membawa material yang dibawanya, dia hanya mau mematuhi Allah, kemana Allah memerintahkannya, maka disitulah dia akan jatuh.

Kelud,
barangkali sudah cukup pelajaran lewatmu, berhentilah berdentum dan marilah kami bersamamu memakmurkan bumi.


ooooOooooo




Teristimewa buat semua sahabat yang mencemaskan keadaanku sekeluarga, baik lewat fb, inbox, sms dan telepon, aku ucapkan terimakasih sedalamnya.  Semoga Allah senantiasa menjaga iman kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar