Selasa, 04 Januari 2011

Jangan Takut Ditolak

Untuk menempuh perjalanan sejuta langkah, kita mulai dari satu langkah awal.
Bagi seorang yang memulai usaha, setelah membangun mind set dan heart set yang benar, punya produk (tidak selalu produknya sendiri) untuk dijual, lalu memasarkannya.

Saat bertemu dengan teman-teman sesama pengusaha, kadang aku suka bertanya, bagaimana dulu saat mereka memulainya.  Kebanyakan mengatakan kalau mereka memulai dari hobby, lalu teman yang melihatnya menyukai lalu memesan. Lewat promosi dari mulut ke mulut pesanan semakin bertambah dan jadilah usahanya bertambah besar dengan puluhan karyawan.

Cantiq butikku semula adalah supplier untuk butik, dipasarkan sendiri oleh suamiku, dari butik ke butik, karena saat itu produk hand painted tekstil termasuk barang 'aneh', jadi tidak bisa bergerak di kelas bawah. Saat memulai kita langsung menetapkan target market untuk kalangan menengah ke atas.  Dalam membuat produkpun kita sesuaikan dengan selera mereka, mulai dari bahannya yang bagus dan disainnya yang tidak pasaran.

Seiring berjalannya waktu dan trend mode, juga mengingat jumlah karyawan yang terus bertambah dan Cantiq harus menyediakan pekerjaan yang banyak buat mereka, akhirnya satu item produk yaitu kerudung lukis, kami buat untuk kelas pasar.  Selain suamiku, kini Cantiq juga punya bagian marketing yang menangani pemasaran di kelas menengah ke bawah.

Pemasaran kami sukses, ditandai dengan permintaan yang terus mengalir. Inilah yang sering ditanyakan calon wirausaha, bagaimana kiat sukses memasarkan?
Mungkin keberanian untuk mulai memasarkan jadi modal utama bagi pemula. Ditambah keyakinan akan produk yang kita tawarkan, juga segmen pasar yang dituju musti jelas dulu biar tidak salah masuk. Jangan sampai kita menawarkan produk eksklusif ke pasar besar misalnya, pasti ditolak, mungkin karena harganya kemahalan atau trend modenya belum meluas sampai ke kalangan bawah.
Survey harga kadang perlu dilakukan untuk membuat penawaran yang masuk akal dengan pemilik toko.

Yang tak kalah pentingnya adalah mental pemasar, jangan takut gagal dan jangan mudah menyerah.
Mungkin saat menunjukkan contoh produk kita, calon pelanggan akan berkomentar seenak bibirnya, tetaplah tenang dan jangan terpancing emosi.  Kadang komentar mereka layak juga diperhitungkan untuk meningkatkan kuallitas dan daya saing produk kita.

Orang sering melihat kesuksesan orang lain dari hal yang enak-enaknya saja, jarang yang ingin mempelajari bagaimana kesuksesan itu terbentuk. Komentarnya bisa macam-macam.
" Dia kan sering diajak pameran, makanya terkenal ".
" Lukis busana kan ga banyak, makanya pesanannya ramai terus ". Dan komentar semacamnya. Mereka ga tahu saja, bagaimana perjuangan suamiku memperkenalkan produk kami ke berbagai kota, mendapat penolakan sana sini karena busana yang dilukis masih jarang dan rata-rata pemilik butik khawatir produk kami tidak laku.

Pernah aku ikut suami menawarkan produk kebaya lukis kami ke toko-toko di Surabaya, dan aku melihat sendiri begitu menyakitkannya reaksi pemilik toko.  Ada yang hanya menggeleng sambil mencibirkan bibir, bahkan melihat produk kami saja seperti orang sakit mata. Suamiku sampai berhenti menawarkan karena ga tega melihat aku kelelahan dan sakit hati.

Kadang aku geli juga merasakan betapa kontradiksi kenyataan yang dialami suamiku. Di kalangan pengusaha dan dinas pemerintahan dia begitu dihormati, selain sering menjadi nara sumber dia juga ketua koperasi UKM se Malang Raya.  Di desa kami dia juga disegani, apalagi di depan karyawan.  Tapi saat dia bertugas sebagai marketingnya Cantiq, dia begitu tidak diwongke (dimanusiakan) alias tidak dihargai, tapi dia tetap tenang dan tetap berpikir positif.  Kata suamiku pula, dia tak pernah lupa menggunakan jurus dzikirnya, hingga kadang dia melangkah seperti dituntun.

Bagaimana? Sudah berani memasarkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar