Selasa, 25 Januari 2011

Mengubah Hambatan menjadi Peluang

( Sebelum membaca tulisan ini, lebih enakan baca dulu 'Mudahkanlah urusan orang lain', karena ada hubungannya )
Sms di kereta itu akhirnya aku balas, aku katakan bahwa satu pelajaran buat dia, agar melatih diri untuk fokus pada orang lain.  Dia meminta maaf dan mengatakan sesuatu yang memaksaku untuk memberinya pelajaran yang kedua.
Dia mengatakan, bahwa untuk mengirim email dia harus menyempatkkan diri dan entah keberatan apa lagi yang aku tidak ingat.

Yang aku ingat malah pelajaran kewirausahaan jaman kuliah dulu.  Dosenku yang Presiden Direktur beberapa perusahaan, hampir di setiap memberikan kuliah selalu bilang bahwa entrepeneur itu adalah seorang yang mampu merubah hambatan menjadi peluang. Saking seringnya beliau mengatakan kalimat sakti itu, hingga rasanya begitu membekas di ingatanku dan di kemudian hari menjadi senjata ampuh untuk mengarungi samodra kehidupan, bukan hanya di dunia bisnis.

Sebuah hambatan kadang bukan hanya kita seorang yang mengalaminya, saat bbm naik dua kali lipat, atau harga-harga kebutuhan pokok yang naik, dan banyak peristiwa lain yang menimpa bangsa kita.  Semua orang mengalami hal yang sama, tapi setiap orang memberi reaksi yang berbeda.  Reaksi inilah yang akan mempengaruhi hasil akhir yang ingin kita capai.

Aku ambil sebuah contoh sederhana, sepotong pengalaman yang aku alami di awal tahun 2010.
Anakku Aden kena demam berdarah dan diopname di RS Hasan Sadikin Bandung.
Sudah beberapa hari berlalu dan thrombosit Aden sudah baik dan pagi itu sudah boleh pulang, tapi aku masih harus menunggu urusan administrasi yang lama.
Aku duduk di lobby ruang anyelir sambil membaca buku Quantum Ikhlas jilid 2.  Bapak di samping kiriku (bapak A) bertanya tentang buku yang aku baca, lalu kamipun terlibat dalam pembicaraan tentang ikhlas.  Bapak di samping kananku (bapak B) yang mendengar pembicaraan kami akhirnya tertarik juga.
Bapak A yang lebih mudah memahami ikhlas akhirnya meninggalkan diskusi kami lebih dulu.  Tinggallah aku dan bapak B ngobrol mengisi penantian kami.
Bapak B yang terlihat masih muda dan usianya jauh di bawahku itu bercerita bahwa dia disini untuk menunggui temannya yang sakit, sudah bisa pulang juga hari ini.  Dia bercerita betapa dia tidak tega meninggalkan temannya yang jauh dari sanak famili ini, tapi disaat yang sama dia merasa betapa sia-sia waktu yang dia buang untuk menunggu. Aku yang sedang menggebu mempelajari quantum ikhlas tentu saja dengan penuh semangat mendakwahi dia tentang ikhlas, tapi rupanya agak sulit juga meyakinkan lelaki ini untuk mengambil keuntungan dari ikhlas.

Seperti berjodoh, di ruang tunggu untuk ngantri membayar, kami bertemu lagi di tempat duduk yang bersisian pula. Antrian untuk membayar ternyata panjaaang sekali, satu ruangan hampir penuh diisi oleh famili pasien yang sudah diperbolehkan pulang RS. Kali ini dia bercerita tentang keluh kesahnya dia sebagai petani,  lalu mengeluhkan tentang lamanya menunggu.
Aku sendiri yang sedang mempelajari QI, mencoba mempraktekkan salah satu materi di buku tersebut, yaitu fokus yang merupakan kesesuaian antara perasaan, pikiran, ucapan dan perbuatan kita. Fokus akan membantu mempercepat terkabulnya keinginan kita. Diam kita untuk fokus merupakan pekerjaan besar yang akan mempengaruhi 'tampilan' layar kehidupan kita.
Bapak B terus saja mengeluh dan menyalahkan keadaan, bahkan nasibnya yang tidak menyenangkan sebagai petani.  Dia melihat diriku sebagai seorang yang mempunyai keberuntungan yang besar dan peluang yang lebih menjanjikan.

Demikianlah, aku dan bapak B terjebak dalam situasi yang sama, yaitu menunggu yang menjemukan, tapi aku dan dia mengambil sikap yang berbeda.  Aku menganggap menunggu sebagai sebuah peluang untuk mempraktekkan ilmu ikhlas yang sedang kupelajari, sedangkan bapak B menyibukkan dirinya dengan sejuta keluh kesah tentang keadaan dan hidupnya.

Aku tak pernah bertemu dengan bapak B lagi, jadi aku tidak tahu bagaimana kesudahan nasib atas pilihan sikapnya.  Yang bisa kutahu adalah diriku sendiri, beberapa bulan setelah berlatih fokus di ruang tunggu RS Hasan Sadikin,  Allah berkenan mewujudkan apa yang aku fokuskan. Ajaib, mencengangkan dan sekaligus membahagiakan.

Tak ada alasan lagi bagiku untuk mengeluhkan hidup ini, merubah hambatan menjadi peluang merupakan suatu seni yang menambah indah aliran hidup ini.  Saat terjebak dalam hutang yang banyakpun, aku anggap sebagai peluang untuk membuktikan kepada diriku sendiri betapa rahmat dan pertolongan Allah amat luas.  Maha Kuasanya Dia, Maha Mengejutkannya Dia, adalah hal yang perlu kubuktikan pada diriku sendiri, untuk menambah iman dan cintaku padaNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar