Selasa, 18 Januari 2011

Sarapanku Pagi Ini

Akhirnya aku duduk di resto sebuah hotel di Bojonegoro, di sepotong pagi yang cerah.
Rasanya masih lelah, membayangkan perjalanan jauh yang kutempuh dalam lima hari terakhir.
Kejenuhan dalam perjalanan sering aku atasi dengan menyapa alam, sawah yang menghampar, angin, langit merah biru berhias mendung, bahkan melihat anak kecil berseragam TK yang mengingatkanku pada Alni, bungsuku yang cantik.
Melihat ibu-ibu yang mengantar anak mereka ke sekolah seperti melihat kebahagiaanku di masa lalu, mengantarkan perasaan hangat di hati.
Sering pula aku menjadi 'live musik' di mobil kami, saat gelap melintas, sedang kami masih dalam perjalanan di tengah hutan, kunyanyikan lagu riang seakan mengajak alam yang muram untuk turut bersenandung bersamaku.

Pagi ini menu sarapan di piringku nasi putih dengan mi dan telur dadar. Duh, penampilannya sungguh tidak mengundang nafsu makan.  Kupaksa mulutku mengunyah lalu menelannya,  rasanya seperti berhenti di dada,  baru beberapa suap kecil aku menutup sarapanku dengan raut wajah yang tidak enak untuk dipandang.
" Mas, kayaknya minyak gorengnya kebanyakan, serik di tenggorokan ", kataku pada suamiku, aku tidak dapat menahan diri untuk tidak mencela makanan yang Allah rizkikan padaku pagi ini.
Aku tunggu suamiku menyelesaikan sarapannya, sambil memenuhi perutku dengan dua cangkir kopi krimer.

Tak sengaja mataku tertumbuk pada meja seberang.  Seorang laki-laki yang sedang berdoa sambil mengatupkan kedua tangannya, tampak khusyu dan lama, matanya terpejam, di depannya sepiring nasi siap disantap. Aku seperti terbawa dalam rasa syukurnya menerima rizki Allah yang berupa sarapan di pagi yang cerah ini.
Aku tersindir, malu pada Allah, bahkan aku tak ingat apakah aku sudah berdoa untuk sarapanku pagi ini?

Banyak hal kecil yang luput kita syukuri, padahal bila perkara kecil itu hilang dari kita, sungguh membuat kita menderita.
Banyak pula orang yang lebih menderita dari kita, mungkin karena bencana dan kekurangan, sehingga untuk sarapan pagi saja mungkin masih harus menahan lapar.
Sedang disini aku merasa menderita hanya karena mie, telor dan minyak yang serik di tenggorokan.

Kusyukuri sarapan istimewaku pagi ini, yaitu seorang lelaki yang tak kukenal yang menginspirasiku untuk mensyukuri makanan, bagaimanapun rupa dan rasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar