Senin, 04 Februari 2019

Antara Angkot dan Taksi

Hariku di hari ini sungguh sangat berwarna.

Bersama cantikku Alni, brangkat naik taksi online ke sebuah laboratorium medis di Jl Tangkuban Perahu untuk rongent gigi, pulangnya internet putus (pasti disengaja sama Allah) sehingga tidak bisa memesan taksi online, lalu menelepon taksi offline yang setelah menunggu lama gak datang-datang, sampai aku batalkan pesanan dan memilih naik angkot.

Sejak naik taksi online itu, pelajaran dimulai.

Sopir taksi online itu orang yang mulutnya tidak bisa diam sepanjang perjalanan, orang yang hasrat ngomongnya tinggi.  Ternyata dia juga pembenci pak Jokowi dan sejak awal bicara sudah kentara kebenciannya pada etnis Cina.  Di mobil yang nyaman dan sejuk itu, suasanya benar-benar panas.

Sebaliknya saat aku pulang, naik angkot yang penuh sesak dan panas, Alni duduk berdesakan di depan, terjepit di antara pak sopir dan penumpang di sebelahnya.  Aku duduk menghadap belakang, di depanku seorang kakek yang renta sekali, usia 80 an kutaksir, duduk di pinggir dekat pintu.  Kami saling tersenyum, sang kakek menunjuk buku yang aku pegang lalu mengacungkan jempolnya. Tawaku mengembang , "Mbah kenal sama Gobind Vashdev? ", tanyaku sambil menunjuk nama penulis di sampul buku itu.  Kakek itu mengangguk , tapi dua orang ibu di belakang tertawa, aku tahu maksud tawa itu.

Tak lama dua orang ibu itu turun di Jl A Yani, permisi permisi padaku karena mau atau tidak, ditenggelamkan atau tidak (hahaha) , bokongnya pasti meliuk di depan wajahku. 

"Hati-hati ya bu", kataku pada mereka berdua.  Setelah membayar angkot, ibu-ibu itu berbicara pada si kakek ,"Sudah saya bayarin ya mbah", katanya.  Wah, senang juga bertemu kejadian manis ini, bertemu dengan ibu-ibu yang baik hati, padahal mereka itu ya sesama penumpang angkot, bukan saudara bukan teman, berbuat baik hanya karena kasih dan kemanusiaan.

Kakek renta itu turun di stasiun, ada 3 lagi bapak bapak turun di stasiun dan ketiganya membantu sang kakek yang kesulitan turun karena lemah dan rentanya. Sementara pak sopir dengan sabar menunggu sang kakek turun yang memakan waktu melebihi penumpang biasa. Satu lagi aku lihat kejadian yang manis di panasnya angot dan riuhnya lalu lintas di kotaku.

Dua hal yang berbeda dihadirkan Allah padaku di hari yang sama, naik taksi yang sejuk ber-ac dan mobil yang  nyaman , versus naik angkot yang panas, gronjal gronjal , penuh sesak lagi.  Tapi di taksi yang nyaman itu aku disuguhi kebencian yang menyesakkan , sementara di angkot yang panas dan sesak aku disuguhi kebaikan hati yang menyejukkan.  Rasaku aku lebih nyaman berada di angkot itu.

Sebuah pelajaran berharga.
Bahwa di dunia manapun kebaikan hati akan selalu menyejukkan, di padang gersang sekalipun bisa kita buat sejuk dengan kasih sayang dan ketulusan hati.
Di dunia manapun , kebencian akan selalu menyebarkan aroma tak sedap dan ketidaknyamanan, bahkan di istana yang mewah dan megah akan terasa tidak nyaman bila disitu disebarkan kebencian.

Dan di tempat yang nyaman, akan semakin nyaman bila disitu diwarnai kasih sayang dan kebaikan hati, tempat itu ada di rumahmu sahabat !!! Yuuk kita buat rumah dan lingkungan kita sejuk dan nyaman di luar dan di dalam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar