Minggu, 30 Juni 2024

Azab Sakit Gigi

Tiga atau empat hari yang lalu aku mengalami infeksi di gusi dan membuat pipiku membengkak, keras dan rasanya aduhai, padahal 'cuma' infeksi gusi loh, bukan sakit gigi, kalau sakit gigi sih dua-lima kali lipat sakitnya dibandingkan sakitku kemarin.  Tapi aku sudah gak karuan rasanya, tidur sambil 'nggruguh' istilah Jawanya, mengerjakan pekerjaan sederhana pun rasanya berat sekali.  Dan itu adalah akibat dari sikap batinku yang sok tahu.

Sok tahunya begini cerita lengkapnya.

Aku punya geraham bungsu kiri yang harus dicabut, bukan karena dia berlubang, tetapi karena dia pendek, sehingga kalau dipakai mengunyah makanan, maka gusinya jadi terkena imbasnya tekstur makanan, dan bila makanannya keras, jadi sakit.  Tetapi aku bilang pada drg. Yessy, bu dokter cantik langgananku begini, "Saya kumpulkan keberanian dulu ya, Bu."

Tetapi aku tak kunjung punya keberanian, dan lama-lama aku merasa bila gigi gerahamku ini bisa jadi alat kontrol nafsu makanku.   Gara-gara dia 'kan aku jadi nggak makan berlebihan, jadi dengan nakalnya hatiku berkata, "Aku pelihara saja deh ini gigi, ntar kalau sakit 'kan bisa makan bubur saja."  Begicuuuu, bahkan terkadang di kesempatan lain aku membatin berandai-andai, "Kelak kalau gigi ini sudah pada tanggal, masih bisa makan cukup gizi dengan memblender makanan jadi bubur.'

Huh!  Pengandaian-pengandaian itu membuatku kena akibatnya, sakit gusi yang membuatku harus jadi pemilih makanan.  Ternyata makan bubur itu kalau setiap hari yo nggak nikmatlah!   

Pengandaian-pengandaian itu menyadarkanku bila aku ini loh dikasih gigi yang sehat bisa ngunyah makanan kok nggak bersyukur, malah membayangkan seandainya gigiku habis dan bisanya makan bubur saja.  Astaghfirullahal adziim.  Allah, ampuni aku.  

Ternyata, orang yang bersyukur itu adalah orang yang menikmati dengan penuh kenikmatan dan rasa terima kasih atas segala nikmat yang diberikanNya hari ini, saat ini, detik ini, tanpa kata "seandainya".

Sakit gigi atau sakit gusi pun, itu pedih saudara!  Rasanya seperti azab, padahal baru azab sakit gigi saja sudah begini rasanya.

Nah, ada lagi ceritaku soal sakit gigi.

Di masa lalu aku sering sekali sakit gigi sampai aku berdoa pada Allah, "Beri aku sakit yang lain saja ya Allah, asal bukan sakit gigi."

Allah kabulkan doaku dong, sejak itu aku tidak pernah lagi sakit gigi sampai berpuluh tahun lamanya, tapi aku kena GERD yang tak kalah sakitnya dengan sakit gigi.  Oh, lagi-lagi aku salah berdoa.  

Mengapa tidak berdoa saja, "Ya Allah, kumohon jauhkan aku dari segala penyakit, berilah aku sehat dengan kasih sayangMu."  

Berdoa kok minta dikasih sakit selain sakit gigi.  Ada-ada saja.  Allah itu loh Maha menciptakan rasa sakit dengan level-levelnya, tak perlu meminta sakit, bila berbuat kesalahan dengan tubuh ya auto dapat bagian sakit kok.  Lebih enak minta sehat saja agar Allah menuntun jalan ke arah sehat.

Innuri memang sering berbuat kesalahan, kalian jangan ya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar