Jumat, 09 Maret 2018

Terjebak Meenuhankan Diri Sendiri

Terjebak Menuhankan Diri Sendiri
#innuriinspirasi

Menginjakkan kaki di pulau Lombok untuk ke lima kalinya, kali ini aku berangkat dengan sedikit terpaksa, tapi ternyata ini adalah cara Allah memaksaku ke dalam sebuah pembelajaran yang luar biasa.

Mas Yanto, kakak mas Hary mau pulang ke Lombok dengan membawa mobil sendiri, tapi tidak berani bila hanya berdua dengan mbak Lis, istrinya yang kakak iparku. Mas Hary diajaknya menemani dan mas Hary mengajak istrinya agar ada yang menemani pulang, nah, istrinya mas Hary itu adalah aku ... haha , yang merasa bukan diajak tapi dipaksa dengan cara yang halus sekali.  Bingung nggak ya dengan ceritaku?

Yang penting aku di Lombok sekarang, dengan sedikit terpaksa, banyak juga boleh, ehm. Pasalnya, aku meninggalkan Alni yang saat ini sedang menjalani Ujian Akhir Sekolah. Kepergianku ini berarti aku tidak bisa mendampingi cantikku belajar dan tidak ada yang mengawasinya menggunakan gadget. Aku meninggalkan butikku, walau sudah ada Windi yang mengurusnya. Aku meninggalkan warung ikhlasku walau sudah ada mak Rom yang mengurusnya.  Aku juga meninggalkan lap top dengan draft buku ketiga yang belum sampai separuh aku tulis. Meninggalkan wifi dengan aneka sajian renyahnya.

Aku merasa saat ini aku lebih nyaman dan bahagia bila berada di Malang dan aku merasa mas Hary sudah merenggut kebahagiaan itu. Pada hari kedua di Lombok kemarahanku sudah tidak tertahankan lagi.

"Kenapa sih ke Lombok saja minta ditemani? Aku pernah kan ke Lombok sendiri dan aku berani?", kataku pada suamiku, dan kamipun bertengkar.

Aku merasa perlu melakukan meditasi untuk meredakan gejolak hatiku sendiri. Bertengkar di rumah orang pasti terdengar sinetron banget atau ludruk banget deh.

Seketika hatiku merasa nyaman setelah sesaat mengheningkan pikiran. Rupanya aku sedang menjalankan "pendidikan" untuk melepaskan egoku dari setiap hal yang aku merasa akan kacau tanpa kehadiranku. Aku telah menuhankan diriku sendiri rupanya. Dimana di setiap hal yang aku urus seperti anakku, butikku, warung ikhlas, semua itu tergantung kepadaku.  Menurut anggapanku sendiri, semua tidak bisa meraih suksesnya tanpa peranku.  Disinilah letaknya, aku telah menuhankan diriku sendiri.

Saatnya mencerabut semua kesalahan itu.  Saatnya memasrahkan segalanya kepada Allah, saat mengikhlaskan semuanya kepada Allah dan membiarkan Allah menunjuk siapa saja dan bagaimana cara dan jalannya, agar semua menemukan sukses dengan arahan dan kendali dari Allah.

Rupanya, keberhasilan di masa lalu merupakan 'jebakan' memperbesar ego, menuhankan diri sendiri.  Ini memang halus sekali.  Tapi saat bisa terlepas dari jeratan ego semacam ini, rasanya keluar dari penjara gara-gara mendapat remisi, grasi dan rehabilitasi sekaligus dari Sang Maha Raja Diraja.  Dan aku bisa merasa disini, saat ini dan dalam keadaan ini aku bahagia.

Ajaibnya, ketika hati sudah ikhlas dan pasrah begini, Allah bukakan padaku cara mengendalikan urusan jarak jauh.  Walau bukan hal baru bagiku, tapi ketika pikiran sibuk menyalahkan suami, sedikitpun tak terlintas di pikiranku cara ini.

Terimakasih ya Allah. Biar kehendakMu saja yang terjadi atas diriku, anakku, usahaku dan siapapun yang terkait denganku. KehendakMulah yang terbaik, terhebat dan terindah.


Salam selamat pagi dari Lombok Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar