Rabu, 30 Maret 2011

AURA

Salah seorang karyawanku, ibu muda dengan paras yang hitam manis,  gigi yang berderet putih saat dia tersenyum, matanya bulat lebar mengingatkanku akan penari Bali. Tapiiii... saat dia perlu bicara denganku, aku merasa ketakutan berdekatan dengannya, hingga spontan aku bilang,"Tolong, jangan dekat-dekat aku".
Begitupun saat dia menatapku untuk menerima penjelasan akan pekerjaan yang harus dikerjakannya, aku begitu ketakutan melihat sorot matanya. 
Aku begitu tak mengerti kenapa bisa begini, hingga tanpa bisa kutahan, aku mengkonsultasikan perkara ini pada ustadz Virien, dia kan HRDnya Cantiq, jadi tepatlah sasaran curhatku.
" Dia istri temanku. Pantas saja bunda ketakutan, karena dia tidak mengerjakan sholat", kata ustadz Virien.
" Hahh???", aku kaget sekali. Karyawanku ada yang tidak sholat??? padahal...... pikirankupun berputar-putar.

Itulah sepenggal pengalamanku tentang aura.
Aura kerap diartikan sebagai cahaya yang memancar dari dalam diri seseorang.
Ada banyak teori tentang aura, bahkan ada banyak latihan  untuk bisa melihat aura.  Tapi untuk orang ajaib sepertiku, tidak memerlukan latihan rupanya.  Langsung dan to the point, aku bisa melihat dan merasakan aura orang lain... jadi hati-hati saja bila bertemu denganku... hehehe.

Bisa merasakan aura orang lain bagiku merupakan sebuah anugerah untuk membuatku bersemangat membaguskan diri di hadapan Allah, sekaligus membuktikan pada diriku sendiri kebenaran ajaran yang dibawa Nabi terkasih Muhammad saw.  Bayangkan bila anda bisa melihat efek menakutkan yang keluar dari pribadi orang yang tidak shalat, tentunya membuat kita tak berani meninggalkan shalat.

Aura yang berupa cahaya yang memancar dalam diri seseorang ternyata bisa berubah-ubah mengikuti 'sesuatu' yang bersumber dari dalam batinnya. Pernah kulihat seorang yang 'gelap gulita', peteng dhedhet bahasa jawanya, yang belakangan dia ngaku sendiri karena banyak dosa, setelah orang ini menempuh jalan taubat, mulai terlihat cahayanya, mula-mula hanya setitik di dadanya, memancar terus seiring dosa-dosa yang berguguran.  Mudah-mudahan dia konsisten dengan jalan taubatnya, hingga cahayanya memancar dan meluas melebihi jangkauan fisiknya.
Begitupun karyawanku yang hitam manis itu.  Karena Allah dia menjadi baik. Mungkin salah satu sebabnya, di Cantiq diwajibkan ngaji beberapa ayat Al Qur'an sebelum kerja, plus pengajian rutin seminggu sekali, membuatnya tergerak untuk menaati Allah.  Kini aku sudah tidak ketakutan lagi bila berhadapan dengannya, tatapan matanyapun lebih lembut.

Orang-orang saleh adalah orang yang mempunyai pancaran 'cahaya' yang luas sekali, amazing!  Bahkan aku bisa 'mencium' keberadaan orang saleh di daerah yang aku sendiri masih asing.  Begitu kuatnya pengaruh aura orang saleh kepada lingkungannya, hingga misalnya di daerah itu ada seorang yang sedang putus asa, dia bisa tabah tanpa tahu sebabnya.... Hmm , anda boleh percaya boleh tidak.... Tapi ada suatu riwayat yang mengatakan, saat umat Islam dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz, serigala di hutanpun bisa berdampingan dengan damai bersama kambing gembalaan.... Begitu kuatnya aura seorang pemimpin yang memimpin karena Allah dengan cara Allah.

Di dunia ini hanya satu orang saja yang memiliki aura yang luar biasa, bahkan hingga beliau meninggal, manusia di jaman kini masih bisa merasakan auranya, lihatlah betapa kaum muslim begitu mencintai dan mengidolakannya.
Ibaratnya, bila aura orang saleh 'daya jangkaunya' hanya sekecamatan, maka beliau mempunyai daya jangkau sedunia, dari manusia terdahulu sampai kemudian, bahkan hingga ke akhirat, beliau tetap kita harapkan syafaatnya  Anda sudah bisa menduga siapakah beliau bukan?  Dialah Nabi Muhammad saw, yang bila kita bertemu dengannya, dalam diamnya kita bisa menangkap kata-katanya, dan dalam diamnya beliau membuat kita tenang, damai dan haru yang luar biasa.

Aura ternyata bukan hanya dimiliki oleh manusia saja, rumahpun mempunyai aura, barangkali aura rumah berhubungan dengan aura pemiliknya.
Ibuku pernah membeli rumah kuno, dulunya rumah ini sereeem banget, kayak gak ada 'lampunya'.  Aku sendiri heran, kenapa ibu mau membeli rumah 'angker' begini. Tapi ternyata setelah rumah itu ditempati ibu, auranya jadi terang benderang, membuatku selalu rindu pulang kesana, halamannyapun dipenuhi bunga warna warni. Bila aku duduk-duduk di teras, maka tiupan angin akan menyejukkanku, tampak gunung Selokurung yang seakan begitu dekatnya, dan bila sore membayang, cahaya merahnya dengan jelas membias di puncak gunung, sebuah komposisi yang indah.

Aura sebuah pondok pesantren lebih mempesona lagi, barangkali karena pengaruh lantunan ayat suci dan dzikir yang terus menerus dilakukan santrinya siang dan malam.
Aku pernah mengajar menjahit dan sulam pita di pondok pesantren Tirtoyudho, jauh di perbatasan antara Malang dan Lumajang. Biasanya aku kesana memakai celana dan tunik, celana ini untuk memudahkanku berboncengan sepeda motor saat suamiku gak bisa mengantar.  Tapi ga tahu sebabnya, aku sering merasa ingin memakai gamis, rasanya lebih sreg dan lebih sesuai syariah.  Begitulah aura pondok pesantren Tirtoyudho, dia mengajakku lebih benar dalam menjalankan agama.

Mungkin pengalamanku yang satu ini tidak bisa disebut aura, karena bukan cahaya yang kulihat, melainkan  'bentuk asli' orang-orang yang sedang berlalu lalang di hadapanku.  Allah pernah memperlihatkan kepadaku dalam suatu pertemuan.  Orang-orang itu ada yang berwajah binatang (aduh, maaf harus mengatakannya), ada yang berbentuk tokoh pewayangan (mungkin orang ini begitu mengidolakan si wayang hingga menganalogikan dirinya seperti tokoh wayang idolanya), ada macam-macam pokoknya....Indah lupa....

Benarlah apa yang dikatakan dalam Al Qur'an, bahwa manusia itu derajatnya bisa seperti binatang atau lebih rendah dari itu, bila hanya mempedulikan pemuasan hawa nafsunya saja.

Kita juga musti hati-hati dalam mengidolakan seseorang. 
Aku sih lebih memilih mengidolakan ibunda kaum muslimin, para istri Nabi.  Walau kondisi dan situasiku berbeda, menjadi seperti mereka adalah dambaanku, dan kuyakin Allah yang Maha Tahu akan mengantarkanku kesana.  Tidak ada ayat di dalam Al Qur'an yang melarang kita menjadi pribadi semulia mereka kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar