Rabu, 02 Maret 2011

Hamba Allah atau Hamba Materi ?

Pernah melihat orang yang menyombongkan kekayaannya? Yang petentang petenteng menceritakan jumlah penghasilan dan harta bendanya?
Aku hampir melihatnya... hehehe, saat sahabatku bercerita tentang seorang teman yang dulu rendah hati tapi sekarang berubah menjadi sombong karena merasa kaya dan sukses.  Sahabatku bercerita sambil memperagakan cara jalan dan cara bicara si sombong.... aku menatapnya geli.
Dalam hati aku tidak berani mencemooh si sombong, belum tentu aku lebih baik dari dia, aku hanya mendoakannya dan mohon Allah melindungiku dari sifat sombong.
Tapi tetap saja hati ini merasa heran, hari gini membanggakan harta benda? di usia yang sudah sore begini? Please deh.... banyak yang lebih penting untuk dipikirkan, eman banget membuang energi untuk sesuatu yang tidak ada efek depannya untuk kebaikan kita dan orang lain.

Jelas aku merasa aneh dan heran, karena hari-hariku diwarnai dengan proyek prestisius, mendekatkan diri pada Allah.  Aku pernah mohon pada Allah agar Dia mendekatkan aku dengan orang-orang yang bisa membuat aku semakin dekat denganNya, aku juga minta agar aku dikelilingi teman yang semakin membuat aku mencintaiNya.
Rasanya Allah mengabulkan doaku, dimanapun dan kapanpun aku berada, rasanya aku selalu bertemu dengan orang yang mendukungku untuk membaguskan diri di hadapan Allah.  Ibaratnya, saat aku nyangkut di dahan pohonpun aku bertemu teman yang semakin menambah dekatnya aku dengan Allah.
Pembicaraan orang-orang di lingkaran kehidupankupun adalah pembicaraan yang saling menguatkan satu sama lain dalam mendekatkan diri pada Allah dan melayani sesama.

Memangnya kita makhluk materi? begitu pertanyaan di hatiku saat mendengar cerita sahabatku itu.
Aku merasa diriku ini makhluk Allah, menghamba pada Allah, itulah pilihan hidupku.

Tapi... eit, tunggu dulu.  Tak semudah itu menklaim diri sendiri menjadi hamba Allah, musti ada buktinya.
Maka datanglah ujian itu....

Dari sumber yang bisa aku percaya, seorang mantan karyawan yang sudah membuka usaha sendiri, telah membanting harga dan membuat pelangganku berpindah padanya, plus mencontek disain yang kubuat untuk pelangganku ini.  Oh, seharian perasaanku terombang ambing, perasaan yang ga jelas, antara ga terima, cemburu, kesal, marah.......
Kucoba tenangkan diri, berwudhu, berbaring, memejamkan mata, memasrahkan diri dan mohon petunjuk Allah.  Aku coba memaafkan, mengikhlaskan.....
Akupun tenang, pandangan batinku menjadi lebih jernih. 
Aku mulai bertanya pada diriku sendiri :
Makhluk apakah aku? bila aku makhluk materi, aku boleh marah, benci dan sakit hati, karena hakku dirampas orang lain.  Bila aku makhluk materi, maka kehilangan materi akan menjadi sumber penderitaan bagiku.
Bila aku makhluk Allah, aku akan ijinkan Dia mengatur hambaNya, membagi rejeki hambaNya.  Tak selalu seseorang memperoleh rejeki dengan cara fair, semua terserah Allah.  Aku bersyukur diberiNya banyak rejeki dengan cara fair, urusan orang lain memperoleh rejeki adalah urusan dia dengan Allah, bukan hakku untuk protes dengan cara sakit hati....

Aku merasa tenang dan damai.  Dalam kedamaian hatiku, aku teringat kata-kata seorang teman.
Temanku ini pengusaha manik-manik dan telah mengekspor produknya ke berbagai negara.  Aku pernah berkunjung ke workshopnya di Banyuwangi, saat itu dia bercerita dengan santainya.
" Aku baru saja ditipu bule, empat puluh lima juta.  Aku ikhlaskan. Saat itu aku bilang, Allah pasti ganti dengan yang  lebih baik dan lebih banyak. Benar saja, ga pakai lama aku deal enam ratus juta... ".

Bagus sekali resepnya menghadapi kegagalan.  Aku terinspirasi untuk menirunya.  Akupun mengucap dalam hati, ya Allah, gantilah aku dengan pelanggan yang lebih baik.

Sederhana sekali urusan orang yang beriman, nurut saja apa yang Allah beri karena Dia mampu memberi lebih dari yang bisa kita bayangkan.

Bila kita menjadi hamba Allah, maka materi akan menjadi hamba kita.
Bila kita menjadi hamba materi, maka materi itulah yang akan menyiksa kita.

2 komentar: