Kamis, 08 September 2011

Rasa Kata Kata

Ternyata bukan hanya masakan yang ada rasanya, kata-kata juga ada rasa manis, pahit, asem, pedas.  Seperti masakan juga, kalau kepedasan bikin perut sakit, kalau kata-kata yang pedas bikin hati sakit.  Sakitnya karena kata-kata, lebih dalam lukanya dan bila sembuh lebih nyata bekasnya.

Ada kata-kata yang begitu biasa, tapi bila terangkai dalam sebuah kalimat, kedengarannya jadi 'aneh'. Tadi siang, aku menerima sms yang bunyinya :" Dik, minta tlg carikan PRT, klu ada, mksh".  Si pengirim sms adalah teman yang lama sekali tidak bertemu, dan lama sekali tidak kontak.  Aku membaca sms ini dengan senyum penuh arti.

Inilah arti senyumku : hati-hati menggunakan kalimat perintah , walaupun diawali dengan kata tolong.  Kalimat perintah biasanya diucapkan oleh ibu ke anaknya, guru ke muridnya, bos ke karyawannya, atasan ke bawahannya, suami ke istrinya.  Kalau sama teman sih, coba ganti dengan kalimat ini :" Dik, gimana kabarnya?Gimana bisnisnya? mudah-mudahan lancar.  Kudengar disana gampang nyari PRT ya, apa betul? "  Bila si penerima adalah seorang teman yang baik, dia akan mengerti kalau si pengirim sms sedang membutuhkan bantuannya mencari PRT.   Beda bukan dengan sms pertama tadi? tujuannya sih sama, kalimatnya yang berbeda membuat reaksi si penerima berbeda pula.

Arek suroboyoan malah kalau bertemu teman yang dirindukannya akan bilang," Hei! gendheng kamu! suwe ra ketemu".  Yang digendheng gendhengkan bukannya marah, tapi malah ketawa ......  Aneh ya?  Karena rasa kata gendheng disitu menunjukkan betapa dia amat merindukan temannya. 

Kalau cerita anak-anak di butik lain lagi.  Aku sering dengar salah satu dari mereka memanggil temannya dengan sebutan 'say', kupikir mesra banget nih, memanggil say singkatan dari kata sayang.  Ternyata eh ternyata ....... say itu singkatan dari 'bonsai' karena anaknya pendek..... hahaha.
Ada lagi panggilan 'Mon' yang kupikir namanya Mona atau apa gitu, ternyata itu singkatan 'monyet' .... weleh weleh.

Kata-kata yang biasa saja juga bisa jadi pedas bila penempatannya 'pas', misalnya menyebut orang yang banyak bicara dengan kata 'berkicau' atau 'berceloteh' atau 'nyerocos' atau bahasa malangannya 'sudabreng'.  Orang bisa tersinggung berat bila dikatakan demikian, lebih aman hindari kata-kata ini.

Aku kalau lagi kesal banget ke karyawan, kadang suka tercetus omongan begini ,"Mau tak pecel?",  atau ,"Ayo tak masukin mesin cuci kamu "...... biasanya karyawanku malah tertawa, tapi kalimat ini bukan kalimat lucu bagi suamiku yang orang kulonan dan berhati halus itu......

Kita sebagai muslim suka lupa bahwa kita musti mempertanggung jawabkan setiap kata dan perbuatan kita kepada Allah.  Dalam berkata-katapun, kita mustinya berpatokan pada Al Qur'an dan sunah Nabi.  Kita adalah muslim, lupakan kalau kita orang suroboyoan atau orang malangan, atau orang kulonan. Kata-kata halus tapi nylekitpun bukanlah kata-kata seorang muslim, terlebih kata-kata kasar.

Diantara patokan dalam berbicara adalah :

-  Jangan mengolok-olok dan memanggil dengan gelaran yang buruk, atau memandang rendah orang lain,  misalnya : gendut, kurus seperti tiang listrik, bonsai, goblog dll dll

QS. Al Hujurat[49:11] Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.


- Jangan bicara terlalu keras atau terlalu pelan, pertengahan saja, agar orang lain mudah menangkap pembicaraan kita.
- Hindari bicara kasar dan menyakitkan, atau bicara halus tapi menyakitkan.
- Berbicaralah dengan penuh perhatian terhadap orang lain, dengarkanlah pembicaraannya dan hormatilah pendapatnya. Hindari berdebat walaupun anda benar dan hindari memotong pembicaraan.

“Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani)

- Jangan bergunjing, mencela atau mengutuk , jangan bicara kotor/keji.

” Seorang mu’min itu bukanlah pencela atau pengutuk atau yang keji pembicaraannya" (HR Bukhari, disahihkan oleh Al Abani)

-Jangan membicarakan apa yang kamu dengar.

“Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar" ( HR Muslim)

- Berbicara yang baik atau diam.  Tinggalkan pembicaraan yang sia-sia.

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia”. (QS. An-Nisa [4]: 114 )

”dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” (QS. Al  Mukminun [23] : 3).

Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari 6018 Muslim 47)

- Berbicaralah dengan hati yang penuh kasih, sehingga kata-kata yang keluar dari bibir kita adalah kata-kata yang baik dan menyejukkan hati yang mendengarnya.  Saat hati kita dipenuhi rasa jengkel, marah dan benci, diamlah dulu, eliminasi semua perasaan negatif, bila hati kita sudah damai, silahkan berbicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar