Kamis, 06 Maret 2014

Bahasa Pasir


 Siang ini Kelud membawa satu pelajaran lagi buatku dan semoga buat kalian juga sahabat.

Dia salah seorang penduduk desa yang dekat dengan Kelud, sempat mengungsi dan masih saudara. Siang itu dia datang ke rumah, setelah seminggu lebih balik ke desanya yang sudah aman untuk ditempati.

Saat seminggu lalu dia balik lagi  ke desa, salah seorang saudaranya membantu dia dengan membawa 6 orang kuli dan tukang untuk membersihkan rumahnya, dan saudaranya itulah yang membayar gaji tukang-tukang itu.  Dan apa cerita yang dibawanya kali ini ?

Hmmm ..... dia bercerita , tapi kukira lebih tepatnya mengeluh, tentang pasir yang masih menumpuk, rumah yang bocor,  almari yang basah dan pakaian yang berbau busuk. Padahal saudaranya sudah membantunya dengan melaundri 4 karung pakaiannya dan membawanya kerumahnya di Malang.

Bagian belakang rumahnya ambruk atapnya, karena tidak kuat menahan pasir Kelud.  Ambruknya pas di ruangan tempat dia menaruh almari pakaian, buku dan berbagai barang penting.  Aku sempat menengok rumahnya kala pulang ke Ngantang seminggu lalu.

Aku begitu heran melihat pasir bisa memilih,  pasir di sebuah rumah bisa lebih tebal dari rumah sebelahnya.  Seperti menyatakan diri, inilah bahasa pasir, yang selalu tunduk pada perintah Tuhannya.

Kembali bercerita tentang dia yang siang itu datang ke butikku.  Dia yang selama ini aku mengenalnya sebagai orang yang selalu saja mengeluh tentang berbagai hal dalam hidupnya, tapi dia sendiri menyatakan diri sebagai orang yang bersyukur .... hmmm .... bingung kan ?

Ya, tapi aku tidak bingung.  Karena seorang ahli syukur tidak perlu mendeklarasikan diri sebagai seorang ahli syukur, melainkan terbaca dari pembicaraan yang selalu menyejukkan siapapun.

Manusia bisa mengeluarkan output yang persis isian di dalamnya. Bagaimana kita memandang hidup ini ? dari arah mana titik perhatian kita fokuskan ? itu terbaca dari pembicaraan kita.

Sebagaimana seorang pengeluh melihat setengah gelas air, dia akan bilang, kok dikit banget, masih kurang setengah.  Sedangkan ahli syukur bilang, alhamdulillah mendapat setengah gelas.

Seorang ahli syukur akan bilang, alhamdulillah rumahku sudah bisa ditempati, akupun punya saudara yang bisa membantuku membersihkan rumah dan baju-bajuku.  Sedangkan seorang pengeluh akan selalu saja merasa kurang ini, kurang itu dan selalu merasa kurang tentang apa saja.

Dan seorang pengeluh berakhir dengan gundukan kesulitan yang dibuat oleh pikirannya sendiri, seperti gundukan pasir vulkanik di sepanjang pinggiran jalan di kecamatan kecil di ujung barat kabupaten Malang, Ngantang yang indah dengan danau di tengahnya dan gunung menjulang mengelilinginya.

Sedangkan pasirpun bersyukur dijatuhkan Allah ke mana saja Allah menghendaki,  menyampaikan pesan tanpa kata.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar