Rabu, 09 September 2015

Haji Itu Tidak Penting

 Dear Allah lovers,

Aku pernah menulis tentang haji di 3 tulisan , coba simak dulu : Mabrur sebelum haji 1 , Mqbrur sebelum haji 2 dan Mabrur sebelum haji 3  .

Pernah terpikir olehku, mungkin dengan adanya warung ikhlas Malang yang aku kelola, aku bakalan bisa 'tega' untuk naik haji. Karena aku sudah memberi makan fakir miskin, sudah pula menganjurkan orang lain untuk memberi makan fakir miskin. Tapi kenyataannya aku kok malah jauh dari keinginan ingin naik haji ... hiks .. apa yang salah pada diriku ini ?  begitu pikirku .

Tapi kan untuk berhaji memang ada syarat tertentu , yaitu mampu , mampu secara finansial, mampu secara fisik , mampu secara keamanan .  Dan satu lagi menurutku dia harus mampu secara mental , dalam arti tidak gila dan dalam arti khusus yang aku artikan sendiri : cukup mampukah mentalnya melihat orang di sekelilingnya tinggal di gubug reyot yang tidak bisa disebut gubug apalagi rumah ? cukup mampukan mentalnya melihat orang berjuang menahan rasa lapar dan terpaksa makan dari tong sampah ? cukup mampukah mentalnya melihat orang yang untuk makan saja musti ngasak dari sawah sehabis panen ?

Dan itulah yang terjadi padaku , aku tidak cukup kuat untuk menikmati 'romansa' spiritual bersama Allah, kangen-kangenan dengan peninggalan Rasullullah, sementara di belakangku ada tukang becak yang tidur di becaknya karena tidak mampu bayar kontrakan , ada tetangga yang ngasak di sawah untuk makan, ada manusia yang tinggal di kandang ayam dan di emperan toko.

Ka'bah itu pusat bumi , adalah titik nol yang sebenar-benarnya (bukan Greenwich London) , disana ada semacam arus listrik yang tercipta dari kumparan magnet bumi yang naik ke langit .  Begitu yang pernah kubaca , yang menjadi alasan ilmiah kenapa doa-doa yang dipanjatkan disana adalah doa doa yang makbul .

Nah, dalam diri kita yang kecil inipun ada kumparan magnet dan arus listrik yang bisa naik ke langit, yang secara spiritual kita sendirilah yang menciptakan kumparan itu hingga tercipta 'panah cahaya' yang naik ke langit dari doa-doa kita. Kumparan itu adalah lingkaran dzikir, dzikir dalam arti penghambaan diri kepada Allah yang diwujudkan dalam segala sikap dan perilaku keseharian yang mengabdi kepada Allah. Coba temukan itu dalam diri kita masing-masing.

Haji itu tidak penting bagiku, dan tolong pendapatku jangan dipelintir (haha ... bergaya ala orang penting) , karena yang penting mabrurnya kan ?

Mari renungkan, jumlah jamaah haji Indonesia yang bejibun sampek nunggu 'ratusan tahun' itu bukankah menunjukkan kalau di Indonesia pusatnya orang kaya ? Tapi mengapa masih banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan ? Lah orang-orang kayanya  pada kemana ? Helloooww !!!

Jadi banyaknya jamaah haji di Indonesia itu tidak bisa menjadi tolok ukur kemakmuran sebuah bangsa, hanya menunjukkan banyaknya orang kaya yang egois.  Maaf banget nih, ucapanku jadi kasar begini , kena dampak tsunami hati ... hehehe.

Rasanya tuh, semakin aku mengurusi orang-orang miskin, semakin jauh aku dari keinginan naik haji atau umroh sekalipun. Entahlah bila suatu saat Allah merubah hatiku, aku pasti tidak berdaya. Untuk saat ini tidak .
Keinginanku saat ini adalah membuat tempat tinggal untuk dhuafa , agar mereka tidak perlu lagi tidur di emperan toko, di becak , di bangku pasar, di gubug derita .... Aku masih memikirkan bagaimana caranya , atau ada yang punya usul ? punya uang juga boleh ... hahahahaha.




6 komentar:

  1. Pemikiran yg selalu keren... hanya saja ibadah haji masuk dlm rukun islam spt halnya syahadat, sholat dst.
    Mabrur ukurannya adalah sepulang haji ada perubahan signifikan dalam hal kebaikan beribadahnya (kebaikan akhlaqnya), begitu kt ustadz.
    Sedangkan org miskin dan org kaya diciptakan Allah spt halnya siang dan malam, timur dan barat.
    Jadi sampai kapanpun akan ada orang miskin,karena peran mereka dalam semesta adalah untuk pembelajaran dan ujian ketaatan bagi umat-Nya.
    Wallahu'alam bisowab...

    BalasHapus
  2. jadi teringat kisah seseorang yang mendapat hadiah diberangkatkan ke Mekah untuk berhaji, namun orang tsb menolak. beliau menukarnya dengan jembatan, karena di desanya saat itu sangat membutuhkan jembatan sbg penghubung antar desa, dan ia rasa hadiah itu akan bermanfaat utk orang banyak. semoga beliau mendapatkan pahala haji meskipun tidak jadi pergi. aamiin...

    BalasHapus
  3. Maaf, tdk semua yg berangkat haji itu org kaya, apalagi ditambah cap egois. Byk lho yg petani, nelayan dll yg menabung seribu-dua ribu dan berangkat stlh menunggu bertahun2 stlh cukup tabungannya. Mhn jgn menjudge dan men-generalisir. Lagipula rasanya gak pernah ada yg mengklaim bhw indonesia pusat org kaya hanya dr banyaknya jemaah haji. Sy rasa itu persepsi mbak pribadi. Satu lagi, apakah klo mbak berhaji, lantas habis harta mbak utk membantu mrk yg membutuhkan di sekeliling? Sy rasa nggak, insya Allah. Toh selama ini mba bisa berbuat byk jg krn pertolongan Allah. Harta yg mba sumbangkan pun milik Allah. Berdoa saja spy Allah tetap mempercayai mba sbg perantara kasih sayang Allah utk mrk yg fakir. Wallahua'lam.

    BalasHapus