Entah kenapa, tiba-tiba saja aku kepingin daftar haji, tapi bukan yang nunggu lama, padahal sedang gak punya uang .... hehehe. Bo'ong dong ya .... biarin, maksudku kan mau nyari info dulu.
"Hah? kamu belum daftar haji? Lama lo nunggunya, ayo daftar sekarang! aku bantu deh.... kalau daftar sekarang, berangkatnya tahun 2025 ", kata seorang teman yang baru saja pulang haji.
"Sekarang haji plus gak njamin, soalnya punya swasta ", lanjutnya.
"Atau ikut dana talangan haji aja", katanya lagi ...... wah wah wah ....
Ada lagi teman yang nawari aku 'arisan haji' ..... nah yang ini nih aku tertarik banget, haji plus lagi, jadi nunggunya gak lama-lama. Aku rasanya yakin banget bakalan ikut, tinggal nunggu mas Hary pulang dari Jakarta, minta ijin dan mengajaknya barengan, aku sudah begitu yakin suamiku bakalan setuju.
Tapiiii, belum lagi ketemu suami, eyang duluan yang njemunuk alias memunculkan diri. Wah, kebetulan nih, dengan semangat sembilan lima aku bercerita tentang arisan haji yang rencananya mau aku ikuti. Dan seperti biasanya, eyang tetap tenang dan nyantai walau lihat orang lagi menggebu-gebu.
"Bener ya eyang, haji itu panggilan, rasanya aku dah dipanggil deh ", kataku full yakin. Eh, jawaban eyang la kok malah ..... kuliah sore lah aku. Huuu.... sore yang mendung ini jadi tambah dingin karena aku rasanya kayak ditelanjangi !!!
"Lah kok bunda malah jadi begini .... coba pelajari lagi tulisan-tulisan bunda dulu", kata eyang .... duh, kena apa lagi niiiih aku ???
"Allah itu maha kaya loh bunda, soal biaya naik haji itu kan mudah saja bagi Allah. Manusia sendirilah yang membatasi dan membuatnya jadi sulit ", kata eyang tenang, akunya ndomblong, kalimat terakhir yang diucapkan eyang itu kan kalimat yang sering aku tulis di blog dan sering pula aku buktikan ........ (hiiii ,,,.. jadi pingin ngumpet aku, malu).
"Sebenarnya bunda kan sudah bisa naik haji dari dulu", sambung eyang lagi.
"Iya siiih, tapi aku rasa-rasa kan uangnya lebih bermanfaat buat orang banyak kalau dimanfaatkan buat hal lain. Contohnya waktu beli kebun kemarin. Ternyata kan dengan adanya kebun itu, kita jadi dekat dengan umat yang terancam pemurtadan, jadi bisa berdakwah dan bisa memberi pekerjaan orang juga. Malah zakatnya Cantiq bisa disalurkan ke masyarakat sana. Eyang tahu nggak? disana ada guru yang gak dibayar sama sekali lo eyang, kasihan kan?", kataku mengeluarkan jurus membela diri.
"Nah ... bunda ingat nggak ada sebuah riwayat yang menceritakan seorang yang tidak naik haji tapi dia mendapat pahala haji mabrur?" tanya eyang.
"Yah, aku pernah membaca, kisah orang yang batal menunaikan ibadah haji karena uangnya dia berikan pada sebuah keluarga yang kelaparan, padahal dia sudah menabung selama puluhan tahun", jawabku. Kisah yang dimaksud eyang ini amat mengharukan, kisah tukang sepatu yang bernama Sa'id bin Muhafah, coba googling dan siapkan tissue ... yaaa, soalnya bikin nangis ceritanya.
"Makanya lebih baik kita fokus ke mabrur dulu, soal berangkat ke Mekah itu urusan mudah ", kata eyang.
Ini temuan baru nih. Umumnya masyarakat, termasuk diriku yang cantik ini (ehm ....) memahami kalau orang haji itu pergi ke Mekah dulu, melaksanakan semua ritual haji lalu pulang ke tanah air dan baru lah mendapat yang namanya haji mabrur, walaupun haji mabrur jumlahnya sedikit bila dibandingkan dengan yang tidak mabrur, tapi kan prosedurnya begitu.
Kalau menurut eyang, lebih baik kejar dulu mabrurnya, urusan ke Mekahnya belakangan. Konsep eyang ini benar-benar melawan arus. Umumnya yang dilakukan orang banyak adalah berusaha ngumpulin duit dulu lewat berbagai jalan, ya menabung, bahkan memakai jasa bank yang berjudul 'dana talangan haji', ngikut arisan haji ........ dll dll.
Kalau eyang berusahanya bukan pada materi, tapi berusaha menyiapkan ruhaniahnya. Urusan materi itu mudah dan sederhana, hanya butuh beberapa puluh juga saja. Kalau urusan ruhaniah lebih kompleks, lebih membutuhkan perhatian khusus, musti lebih fokus dan terarah, ini memang bukan hal mudah. Tapi musti kita lakukan dengan sengaja dan dengan niat yang kuat sehingga tercapai mabrurnya.
Yaah, sebagaimana orang-orang kebanyakan punya niat haji dan sengaja menabung untuk mencapai jumlah ONH, eyang punya niat haji yang kuat juga dan sengaja mengerahkan seluruh kekuatan lahir batinnya untuk menggapai mabrurnya haji, bukan ongkosnya haji.
Dalam sebuah hadist, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani Rasulullah Saw bersabada:
“dari Jabir RA, dari Nabi Muhammad Saw berkata, “haji yang mabrur tiada balasannya kecuali surga”. Lalu beliau ditanya, “apa tanda kemabrurannya ya Rasul?” Rasul bersabda, “memberi makan orang yang kelaparan, dan tutur kata yang santun”. (HR. Ahmad dan Thabraniy, dan lainnya).
Di hadapan eyang sore itu aku duduk terpaku, melihat dalam-dalam ke arah batinku. Andai aku bisa berhaji tahun ini, pastilah aku tidak mendapat haji mabrur, karena ...... banyak sekali hal yang masih terdapat pada diriku yang jauh dari tuntunan Allah. Aku masih emosian dan aku tidak selalu berkata kata lembut, aku juga belum menomorsatukan Allah, aku belum bisa menjaga hatiku selalu baik dan suci ....... oh, betapa banyaknya kesalahanku pada orang-orang yang kusayangi. Dan aku tak pernah sengaja memprogram diriku untuk menjadi lebih baik di hadapan Allah ......
Allah, ampuni dan tuntun diriku ....
(bersambung)
"Hah? kamu belum daftar haji? Lama lo nunggunya, ayo daftar sekarang! aku bantu deh.... kalau daftar sekarang, berangkatnya tahun 2025 ", kata seorang teman yang baru saja pulang haji.
"Sekarang haji plus gak njamin, soalnya punya swasta ", lanjutnya.
"Atau ikut dana talangan haji aja", katanya lagi ...... wah wah wah ....
Ada lagi teman yang nawari aku 'arisan haji' ..... nah yang ini nih aku tertarik banget, haji plus lagi, jadi nunggunya gak lama-lama. Aku rasanya yakin banget bakalan ikut, tinggal nunggu mas Hary pulang dari Jakarta, minta ijin dan mengajaknya barengan, aku sudah begitu yakin suamiku bakalan setuju.
Tapiiii, belum lagi ketemu suami, eyang duluan yang njemunuk alias memunculkan diri. Wah, kebetulan nih, dengan semangat sembilan lima aku bercerita tentang arisan haji yang rencananya mau aku ikuti. Dan seperti biasanya, eyang tetap tenang dan nyantai walau lihat orang lagi menggebu-gebu.
"Bener ya eyang, haji itu panggilan, rasanya aku dah dipanggil deh ", kataku full yakin. Eh, jawaban eyang la kok malah ..... kuliah sore lah aku. Huuu.... sore yang mendung ini jadi tambah dingin karena aku rasanya kayak ditelanjangi !!!
"Lah kok bunda malah jadi begini .... coba pelajari lagi tulisan-tulisan bunda dulu", kata eyang .... duh, kena apa lagi niiiih aku ???
"Allah itu maha kaya loh bunda, soal biaya naik haji itu kan mudah saja bagi Allah. Manusia sendirilah yang membatasi dan membuatnya jadi sulit ", kata eyang tenang, akunya ndomblong, kalimat terakhir yang diucapkan eyang itu kan kalimat yang sering aku tulis di blog dan sering pula aku buktikan ........ (hiiii ,,,.. jadi pingin ngumpet aku, malu).
"Sebenarnya bunda kan sudah bisa naik haji dari dulu", sambung eyang lagi.
"Iya siiih, tapi aku rasa-rasa kan uangnya lebih bermanfaat buat orang banyak kalau dimanfaatkan buat hal lain. Contohnya waktu beli kebun kemarin. Ternyata kan dengan adanya kebun itu, kita jadi dekat dengan umat yang terancam pemurtadan, jadi bisa berdakwah dan bisa memberi pekerjaan orang juga. Malah zakatnya Cantiq bisa disalurkan ke masyarakat sana. Eyang tahu nggak? disana ada guru yang gak dibayar sama sekali lo eyang, kasihan kan?", kataku mengeluarkan jurus membela diri.
"Nah ... bunda ingat nggak ada sebuah riwayat yang menceritakan seorang yang tidak naik haji tapi dia mendapat pahala haji mabrur?" tanya eyang.
"Yah, aku pernah membaca, kisah orang yang batal menunaikan ibadah haji karena uangnya dia berikan pada sebuah keluarga yang kelaparan, padahal dia sudah menabung selama puluhan tahun", jawabku. Kisah yang dimaksud eyang ini amat mengharukan, kisah tukang sepatu yang bernama Sa'id bin Muhafah, coba googling dan siapkan tissue ... yaaa, soalnya bikin nangis ceritanya.
"Makanya lebih baik kita fokus ke mabrur dulu, soal berangkat ke Mekah itu urusan mudah ", kata eyang.
Ini temuan baru nih. Umumnya masyarakat, termasuk diriku yang cantik ini (ehm ....) memahami kalau orang haji itu pergi ke Mekah dulu, melaksanakan semua ritual haji lalu pulang ke tanah air dan baru lah mendapat yang namanya haji mabrur, walaupun haji mabrur jumlahnya sedikit bila dibandingkan dengan yang tidak mabrur, tapi kan prosedurnya begitu.
Kalau menurut eyang, lebih baik kejar dulu mabrurnya, urusan ke Mekahnya belakangan. Konsep eyang ini benar-benar melawan arus. Umumnya yang dilakukan orang banyak adalah berusaha ngumpulin duit dulu lewat berbagai jalan, ya menabung, bahkan memakai jasa bank yang berjudul 'dana talangan haji', ngikut arisan haji ........ dll dll.
Kalau eyang berusahanya bukan pada materi, tapi berusaha menyiapkan ruhaniahnya. Urusan materi itu mudah dan sederhana, hanya butuh beberapa puluh juga saja. Kalau urusan ruhaniah lebih kompleks, lebih membutuhkan perhatian khusus, musti lebih fokus dan terarah, ini memang bukan hal mudah. Tapi musti kita lakukan dengan sengaja dan dengan niat yang kuat sehingga tercapai mabrurnya.
Yaah, sebagaimana orang-orang kebanyakan punya niat haji dan sengaja menabung untuk mencapai jumlah ONH, eyang punya niat haji yang kuat juga dan sengaja mengerahkan seluruh kekuatan lahir batinnya untuk menggapai mabrurnya haji, bukan ongkosnya haji.
Dalam sebuah hadist, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani Rasulullah Saw bersabada:
“dari Jabir RA, dari Nabi Muhammad Saw berkata, “haji yang mabrur tiada balasannya kecuali surga”. Lalu beliau ditanya, “apa tanda kemabrurannya ya Rasul?” Rasul bersabda, “memberi makan orang yang kelaparan, dan tutur kata yang santun”. (HR. Ahmad dan Thabraniy, dan lainnya).
Di hadapan eyang sore itu aku duduk terpaku, melihat dalam-dalam ke arah batinku. Andai aku bisa berhaji tahun ini, pastilah aku tidak mendapat haji mabrur, karena ...... banyak sekali hal yang masih terdapat pada diriku yang jauh dari tuntunan Allah. Aku masih emosian dan aku tidak selalu berkata kata lembut, aku juga belum menomorsatukan Allah, aku belum bisa menjaga hatiku selalu baik dan suci ....... oh, betapa banyaknya kesalahanku pada orang-orang yang kusayangi. Dan aku tak pernah sengaja memprogram diriku untuk menjadi lebih baik di hadapan Allah ......
Allah, ampuni dan tuntun diriku ....
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar