Minggu, 21 November 2010

Saat Gaji Karyawan Tertunda.

Sabtu, adalah hari gajian karyawan,  aku terancam tidak bisa memenuhinya.  Beberapa pelangganku seperti kompak untuk menunda pembayaran.  Ada yang karena sedang repot mantu dan alasan lain. Yang paling membuatku goyang adalah pelanggan besarku di Jakarta yang sedang menunaikan ibadah haji dan baru pulang tgl 5 desember nanti, beliau ini tak punya karyawan yang diserahi tugas keuangan,  jadi aku harus menunggu hingga beliau pulang.

Menggaji 50 an karyawan bukanlah jumlah yang sidikit, bahkan menjadi urusan yang rumit bagiku saat ini. Serasa mendapat cobaan, bukan cobaan finansial, tapi cobaan iman.  Sejauh mana imanku akan kemurahanNya, akan pertolonganNya, akan  kuasaNya menciptakan keajaiban  sedang diuji.  Jadi aku harus tenang dan tetap mempercayakan persoalanku pada Allah.

Ketenanganku berbuah manis, kamis lalu Klinik UKM propinsi Jawa Timur memintaku untuk menjadi instruktur 'Melukis di atas Kain'  selama 2 hari,  hari sabtu dan minggu, dengan 60 peserta, plus diberi stand gratis untuk berjualan. Rasanya inilah jalan keluar kiriman Allah dan aku amat bersyukur akan kemurahanNya.

Jumat aku berpesan pada Santi  -karyawan admin yang biasa membagi gaji-, untuk menyampaikan pada mereka tentang gaji yang tertunda hingga senin.  Sabtu  aku berangkat pagi-pagi ke Surabaya dengan ringan, menjemput rejeki  untukku, dan juga untuk karyawan-karyawanku.

Kulewati pelatihan hari itu dengan lancar, hingga sore, saat pengunjung sepi, aku buka sms dari ponselku. Sms dari karyawanku yang membuatku kaget dan naik darah.  Aku yakin betul kalau sms ini sengaja dibuat seolah-olah sms nyasar,  sebagai bentuk protes mereka akan  gaji yang terlambat.  Yang satu isinya,' maaf buk, aku tidak bisa membeli obat untuk ibu karena belum gajian'.  Yang kedua, 'sorry ya teman, aku tidak bisa membantumu karena belum gajian'.  Mereka tahu kalau aku tidak pernah menyimpan nomor mereka kecuali beberapa orang yang dalam struktur organisasi Cantiq berposisi di bawahku,  jadi mereka merasa aman dan yakin aku tidak mengetahui nama pengirim sms ini.

Semula aku merasa kecewa dengan cara mereka menyelesaikan persoalan, mengapa yang merasa ibunya sakit tidak langsung bicara saja dengan Santi atau denganku tentang kesulitannnya, sehingga dia mendapatkan prioritas untuk menerima gaji lebih dulu.  Mereka tahu kok kalau Santi pegang uang dan jumlahnya  masih lebih kalau hanya untuk menggaji satu orang karyawan saja.

Kecewaku yang kedua adalah merasa gagal dalam mendidik mereka.  Karyawan-karyawanku ini kudidik dan kuajak untuk mendekatkan diri dengan Allah.  Tiap pagi sebelum bekerja wajib berdoa dulu dan mengaji beberapa ayat Al Quran, aku sering mendampingi mereka dalam mengulas makna ayat-ayat Al Quran.  Seminggu sekali aku datangkan ustadz, dan aku sendiri kadang menyampaikan materi yang kuambil dari buku Quantum Ikhlas nya Erbe Sentanu.

Soal bersyukur, menerima segala peristiwa dengan ikhlas adalah 'makanan' yang sering aku suapkan  pada mereka.  Belajar untuk tidak menyalahkan orang lain akan segala peristiwa yang menimpa kita itu sesuatu yang mungkin telah mereka hafalkan di luar kepala.

Kecewaku yang sangat emosional adalah merasa bahwa mereka tak cukup barterimakasih padaku, egoku muncul ke permukaan, ampuni ya Allah.  Aku merasa mereka itu datang padaku, meminta pekerjaan, dalam keadaan tidak mempunyai ketrampilan apapun.  Aku mengajari mereka hingga bisa melukis, menyulam, dan berbagai hal yang berhubungan dengan busana. Sekarang saat aku mendapatkan kesulitan kecil ini, mereka membalasku dengan cara seperti ini. Aku menjadi orang yang 'berhitung' dalam kebaikan, dan aku tidak bisa membendung perasaan yang mestinya tidak boleh ada.

Aku rencanakan untuk membriefing mereka senin pagi, lengkap dimulai dengan kata pengantar, daftar isi, pendahuluan,  tinjauan Pustaka, pembahasan, plus kesimpulan dan saran ... hahaha.  Pada bagian penutupnya aku akan katakan," Bila diantara kalian ada yang tidak setuju dengan cara bunda mengelola perusahaan ini, silahkan kalian mengundurkan diri.  Bunda hanya mau bekerja sama dengan karyawan yang bekerja bukan semata-mata mencari uang, tapi untuk mendapatkan ridha Allah".

Lalu kucoba menghapus segala kecewaku itu dengan cara memaafkan mereka.  Perlahan aku menyadari bahwa segala yang terjadi adalah atas ijinNya juga, aku harus menerima kenyataan ini dengan ikhlas.  Beberapa menit aku luangkan untuk mengeliminasi perasaan negatif itu satu persatu.  Aku memaafkan mereka hingga muncul perasaan sayang dan kasihku pada mereka.  Perahan-lahan perasaanku berganti positif , muncul ketenangan dan rasa yang indah akan manisnya makna dibalik semua ini.

Bila perasaan adalah salah satu alat untuk menghubungkan Allah dengan hambaNya,  maka aku merasakan Dia menyapaku, berpihak padaku, menemaniku, mengucapkan kalimat salam.  Sebuah perasaan yang amat indah, saat aku bisa mengucapkan," Allah, aku tidak akan memarahi mereka atau memberhentikan mereka, aku hanya mau mengatakan apa-apa yang Engkau ridha".  Perasaan itu indahnya melebihi jatuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar