Kamis, 09 Desember 2010

Bunga Yang Berayun Seperti Kepak Sayap Kupu-Kupu

Aku pernah dibawa terbang, ke taman bunga yang berada antara hangat dan sejuk, dengan cahaya yang terangnya tidak menyilaukan dan tidak pula panas,  dengan kolam yang berair jernih, dan bunga-bunga yang berayun seperti kepak sayap kupu-kupu.  Indahnya membuat ingin seterusnya berada disana.

Itu semua kualami saat berbaring di rumah sakit beberapa tahun yang lalu, kena demam berdarah, dengan trombosit yang rendah sekali sampai harus tranfusi darah.  Tubuh lemah dan tidak boleh banyak bergerak, apalagi turun dari tempat tidur.  Suamiku menunggu dengan setia, siang malam.

Mengingat itu semua membuatku menitikkan air mata, betapa elok caraNya menghiburku, membuatku semakin merindukanNya. Mengingat itu semua membuat semakin  bertambah-tambah imanku, betapa Maha Kuasa Dia menciptakan keindahan yang tak terbayangkan oleh kita.  Ingat bagaimana surga dilukiskan sebagai sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh manusia keindahannya.

Allah, aku percaya akhirat, surga dan neraka.  Rasanya aku tak punya masalah dengan imanku, hingga pada suatu kesempatan berbincang dengan Bpk kiai di pondok pessantren Tirtoyudo.

Beliau masih muda, tapi pembawaannya langsung menyiratkan 'bobot'nya, apalagi saat beliau bicara. Saat beliau bicara tentang tauhid, membuatku jadi bertanya pada diriku sendiri," Sebenarnya sudah berimankah aku?"  Panjang lebar beliau berbicara dengan kami berdua, aku dan suamiku, tentang tauhid.

Salah satu yang kuingat adalah ,"Orang yang tauhidnya benar, dia tak pernah menghina orang lain, meskipun hanya di dalam hatinya.  Bahkan kepada seorang gelandangan yang makan dari tempat sampah pun, hatinya tunduk, kita tidak tahu, mungkin orang itu adalah orang yang dekat dengan Allah. " kata beliau. Lalu aku dibuat terpana oleh penuturan baliau dalam menafsirkan beberapa ayat Al Quran dan menghubungkan antara ayat yang satu dengan yang lain, aku merasakannya sebagai penafsiran yang sangat dalam dan tidak biasa.

" Hati orang yang tauhidnya benar itu tunduk,  ndingkluk  (beliau mengisyaratkan dengan tangannya yang tertekuk di pergelangan)  begini di hadapan manusia.  Jangan sampai hati kita menyimpulkan atau mengomentari sesuatu hal yang ada di depan mata kita, hanya Allahlah yang tahu hakekatnya ", lanjut beliau.

" Kekasih-kekasih Allah itu tersebar di masyarakat, tidak harus kiai,  jangan sampai kita mempunyai hati yang jelek kepada mereka, bisa kewales ( mendapat balasan Allah) kita ".

Pulang dari pondok di Tirtoyudo itu perasaanku sungguh tidak karuan, gelisah. Betapa bertaburan dosa dan kesalahanku.  Aku suka memandang rendah orang lain, aku suka sinis bila ada peminta-minta yang datang membawa map, apalagi orang yang meminta sumbangan dengan cara bershalawat dan berdzikir dari dalam mobil sementara anak buahnya berjalan dari rumah ke rumah membawa kotak sumbangan. Padahal suamiku suka mengingatkanku dengan mengatakan, " Dik, yang membawa mereka ke hadapan kita adalah Allah ".

 Aku suka memarahi karyawan yang tidak faham-faham dengan tugas yang aku berikan padanya, padahal bukan pilihan dia untuk berpendidikan rendah sehingga tidak mudah memahami.

Bila kita yakin bahwa dibalik semua kejadian adanya dengan ijinNya, dibalik semua perilaku orang adalah Allah, maka mengapa kita mencela skenarioNya.  Mungkin inilah salah satu yang harus kufahami,  dan aku juga mesti lebih meluaskan hati dengan menyayangi dan mendoakan mereka.

Ustadz Virin bilang padaku ,"Allah sudah mengajari bunda lewat rasa, setelah sebelumnya lewat berbagai peristiwa dalam hidup ".

Meski jatuh bangun, ingat dan lupa lagi, kucoba memahami maksud Kiai tentang tauhid yang benar.  Pernah aku merasakan bahwa tauhid itu adalah suatu rasa yang indah, saat dimana tidak ada yang lebih berarti bagi kita selain Allah, tidak manusia, apalagi uang dan materi.

Aku rasakan bahwa jalan menuju tauhid adalah jalan yang Dia ciptakan untuk hamba yang dipilihNya, hanya kemurahanNya yang membuat orang bertauhid, bukan karena usahanya. Perasaan seperti ini indahnya melebihi bahagia.  Makanya kita berdoa di setiap shalat, membaca al Fatihah, memohon petunjuk dan pimpinanNya.

Ingat taman bunga yang berada antara sejuk dan hangat, dengan kolam yang berair jernih, dengan bunga yang berayun seperti kepak sayap kupu-kupu .... itu hanyalah sebuah tempat, jangan aku merasa puas hanya karena pernah berada disana.  Merasa sudah disayang Allah, padahal masih jauh perjalanan tauhid yang harus ditempuh, dan keindahan demi keindahan menunggu disana...

Bapak Syamsul Alam almarhum (semoga Allah merahmati beliau) pernah mengajariku, bahwa dalam perjalanan keimanan seseorang ada maqam2 tertentu, atau stasiun-stasiun , kita bergerak dari stasiun satu ke stasiun berikutnya seiring dengan naiknya nilai keimanan kita, hingga bertambah dekat dengan tujuan kita yaitu Allah.  Saat itu aku hanya memahami, tapi belum merasakan betapa indahnya pemandangan di stasiun2 itu dan betapa semakin indah saja pemandangan saat kita semakin dekat dengan tujuan kita, Allah. Tapi bagaimana juga indahnya pemandangan-pemandangan itu , tetaplah bukan tujuan.

Jangan terpesona dengan keindahan yang kita lihat di sepanjang perjalanan menujuNya, jangan lalai dan jangan mudah dipalingkan dari Allah, karena keindahan yang abadi hanyalah berada di sisiNya saja, menyatu dengan kasihNya dan memancarkan kasih itu ke seluruh alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar