Minggu, 12 Desember 2010

Tuhan Sudah Membalasnya

P Hanafi -seorang teman-  menulis di status fbnya  ," Biar Tuhan saja yang membalas kejahatan mereka, karena hanya Dia yang berhak menghakimi kita ". Yah dia benar sekali, bahkan tanpa kita mengharap Tuhan membalas kejahatannya, Dia tetap akan memberi balasan atas setiap kejahatan yang dilakukan makhlukNya.  Aku pernah mengalaminya sekitar enam tahun yang lalu.

Saat itu aku mengikuti pelatihan ekspor yang diadakan di Surabaya selama 3 hari, semua peserta berasal dari kabupaten Malang dan menginap di hotel tak jauh dari tempat pelatihan.
Saat kami semua melihat-lihat show room hasil produksi UKM Jatim di gedung Pusat Pelatihan Ekspor, seorang bapak dari dinas Koperasi Kab. Malang datang menghampiriku, lalu bilang, " Bu Indah nanti dijadwalkan pameran di Jakarta bersama ibu X. Itu orangnya ", beliau menunjuk seorang ibu yang masih muda tak jauh dari tempatku berdiri.

Aku sudah biasa pameran dengan berbagi stand begini, biasanya stand ukuran 3 m persegi dipakai berdua, dan gratis. Karenanya saat di hotel, begitu punya kesempatan berbincang dengan ibu X yang baru kukenal  ini, aku mencoba bicara padanya tentang pameran mendatang.
Ga tahu bagaimana mulanya kok ibu-ibu peserta banyak yang ngumpul di kamarku, termasuk ibu X. Aku bilang pada ibu X, " Kata bapak dari dinas kita bakalan pameran bareng di Jakarta ".
" Maksudnya pameran ... (aku lupa pameran apa), di gedung ... (aku lupa)? ", tanyanya.  Aku mengiyakan.  Dan tak kusangka-sangka dia marah besar, meledak-ledak di hadapan ibu-ibu yang sedang berkumpul di kamarku.
" Kamu ikut gratis kan?  Aku ini bayar dan aku bayar untuk satu stand yang kupakai sendiri. Mengapa orang dinas memasangkan aku sama kamu ? ", itu salah satu kata-katanya, dan telunjuknya itu lo, menuding-nuding aku seolah-olah aku ini telah merebut suaminya.
" Ga tahu lah, aku kan hanya dikasih tahu orang dinas seperti itu ".
"Pak siapa namanya ?", dia bertanya menyelidik.
Sungguh respon yang luar biasa tak kuduga.  Biasanya sih, kalau aku pameran berdua seperti ini, kami yang jadi wakil kabupaten akan janjian, berangkatnya naik apa, maketkan barang lewat apa, nginapnya dimana ... dll.  Kali ini aku betul-betul kaget, dan bukan hanya itu ulah bu X yang sangat menyakitiku.  Sewaktu makan malam dia bicara dengan bapak dari dinas, pasti membicarakan aku karena telunjuknya menunjuk-nunjuk padaku.
Aku merasa terpukul dan malu sekali, aku menelpon suamiku sambil menangis, sampai dia tidak bisa tidur semalaman memikirkan aku katanya.

Selepas pelatihan, aku segera melupakan insiden memalukan itu, mungkin karena kesibukan pekerjaan, lagi pula aku tak pernah bertemu dengan ibu X lagi hingga sekarang. Aku hanya mendengar kabarnya secara kebetulan sewaktu aku ada keperluan menemui pak Nanang, salah seorang pegawai dinas Koperasi Kabupaten Malang.  Pak Nanang sebenarnya hanya bermaksud menasehatiku untuk berhati-hati bila melakukan ekspor sendiri, terutama masalah pembayaran.
" Jangan sampai mengalami seperti yang menimpa ibu X, dia rugi seratus jutaan gara-gara eksport ke negara ... (aku lupa) ", kata pak Nanang padaku. Saat itu uang seratus juta banyak sekali, BBM belum naik dua kali lipat, presidennya masih bu Mega dan ekonomi stabil.
Kontan memoriku memutar ulang perlakuannya dulu padaku dan hatiku bilang, Allah sudah membalasnya .

Lega karena sudah membuktikan bahwa Allah tak pernah menutup mata bila ada hambaNya didholimi , dan lega karena melihat orang yang mendolimi aku menderita.  Duh malunya bila mengingat perasaanku yang begitu kejam saat itu.

Belakangan aku mulai mengerti betapa salahnya aku memilih perasaan itu.  Bila kutahu betapa amat besar karunia Allah  yang kuperoleh bila mau sedikit saja memaafkan, maka aku pasti sudah memaafkannya sejak detik pertama dia ngamuk-ngamuk. Memaafkan ternyata bisa memperbaiki semuanya.  Aku menulis pengalaman indahku dalam memaafkan di note FB ku 'Keajaiban Memaafkan', pengalaman nyata yang melukiskan betapa karunia Allah sangat besar kepada orang yang memaafkan, bahkan telah merubah secara ajaib perilaku teman yang telah mendholimi kita. Indah bukan?

Perlahan-lahan aku mulai mengerti, pada saat Allah menurunkan cobaan berupa didholimi orang, sebenarnya Allah sedang memberi peluang kita untuk bisa merubah dunia. Dimulai dari diri kita sendiri, menyadari bahwa kita sedang dilatih Allah untuk menjadi orang yang pemaaf dan lapang dada. Setelah kita memaafkan maka menimbulkan perasaan kasih di hati kita kepada siapapun, bahkan kepada orang yang telah menjahati kita.  Perasaan seperti ini adalah perasaan yang derajatnya tinggi di hadapan Allah dan di hadapan manusia.  Lewat ketinggian inilah kita bisa melihat segala sesuatu lebih luas, lebih sempurna, lebih detail dan tentu saja lebih indah.  Pada titik ini karunia Allah berdatangan, baik berupa materi dan hal lain yang Dia kehendaki.

Pilihan ada di tangan kita, mau mengambil peluang ini atau mengabaikannya.  Allah memang membalas setiap kesalahan hambaNya, tapi kita tak memperoleh apa-apa selain rasa puas melihat orang yang telah menyakiti kita menderita.

Duhai hati, berhentilah menjadi raja tega.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar