Kamis, 06 Oktober 2011

Anak-anak adalah .... (4) Anak Seperti Yang Allah Mau

Yang sering kita temukan di masyarakat adalah orang tua yang menginginkan anaknya menjadi orang seperti yang orang tuanya mau, bukan menjadi orang seperti yang Allah mau.
Contohnya begini nih, orang tuanya dokter, kepingin anaknya meneruskan profesi orang tuanya menjadi dokter juga.  Orang tuanya pegawai negeri, ingin anaknya jadi pegawai negri juga.  Kadang orang tuanya guru, tapi ingin anaknya tidak menjadi guru ......  Orang tua sering sekali terlibat terlalu jauh dalam mengatur kehidupan anak-anaknya, sehingga terkesan memaksa dan bukannya mengarahkan saja.

Kadang orang tua juga menginginkan anaknya bersekolah di sekolah favorit, karenanya dia dileskan berbagai macam pelajaran sepulang dari sekolah.  Keputusan orang tua untuk mengikutkan anaknya ke berbagai macam les ini dipicu oleh kekhawatirannya akan masa depan anak-anaknya, sering kan kita mendengar kalimat ini,"Jaman sekarang kalau anak gak pintar, bisa kalah dalam persaingan  masuk kerja".

Kalau bagiku sih, mempersiapkan masa depan anak-anak bukan sekedar memberikannya pendidikan formal atau non formal,  musti tak boleh dilupakan pembentukan karakter dan kepribadian yang islami.

Soal paksa memaksa menjadikan anak seperti yang kita mau, pernah juga tergelitik di hatiku. Sebagai pengusaha yang merintis Cantiq dari nol hingga seperti ini, tentu aku ingin anak-anakku meneruskannya.  Aku merasa sudah menyekolahkan mereka, bila mereka lulus kuliah nanti kuharap mereka mau membantu ibunya mikirin Cantiq agar bisa lebih berkembang, bisa eksport sendiri misalnya.
Sebenarnya bila kupaksa, Aden dan Zeli mau-mau saja menuruti permintaan ibunya, tapiiiiii..... apakah ini sesuatu yang diinginkan oleh mereka berdua?

Ketika aku menggali keinginan kedua anakku yang gede-gede itu, tak ada satupun diantara mereka yang mau tinggal di Malang untuk mengurusi usaha ibunya.  Untungnya aku sudah menyiapakan hatiku untuk merelakan mereka menjadi seperti yang Allah mau, biar Allah saja yang menggerakkan hati mereka dalam mengambil keputusan.

Saat hatiku ikhlas dengan keputusan anak-anakku, aku jadi mengerti, bahwa Allahlah yang akan menuntun kehidupan mereka di masa depan, lebih dan lebih baik dari yang kupikirkan.  Bila kupikir lebih jauh, bagaimana mungkin Aden yang amat pintar itu bisa mengembangkan dirinya di usaha kecil milik ibunya? Dia akan lebih hebat di 'dunia luar' yang disiapkan Allah untuknya.  Juga Zeli yang ingin mendirikan 'bendera' sendiri di dunia mode, dia tentu akan lebih 'berjaya' dengan ciri khasnya sendiri, bukan bayang-bayang ibunya.

Apapun keputusan mereka, hal yang basic musti mereka pegang, bahwa mereka melakukannya karena Allah, mempersembahkan hidup dan karya mereka kepada Allah.

Menginginkan anak-anak menjadi seperti yang kita mau, hanyalah refleksi dari kesempitan cara berpikir orang tuanya.  Contohnya, seorang TNI menganggap bahwa kehidupan sebagai tentara itu enak dan terjamin masa tuanya, lalu mengharap anaknya akan mengikuti jejaknya.  Seperti katak dalam tempurung dong..... maaf... hehehe......  Yuuuuk, buka hati, buka mata, buka telinga, buka pikiran ...... peluang sukses yang Allah bukakan untuk anak-anak kita di dunia ini sungguh luar biasa jumlahnya.... tak sesempit ruang di otak kita.  Pasrahkan pada sang Penentu Kehidupan yang mempunyai sifat Al Wasii (Maha Luas Karunianya).  Di tanganNya, anak-anak akan lebih terjamin masa depannya, percayalah....

Sepertiku ini, meskipun kedua anak gedeku itu tak ada yang mau meneruskan usaha ibunya, secara tak terduga aku mendapati mereka ikut mikir juga.  Suatu hari Aden mengajakku bicara tentang masalah ini, dan tiba-tiba saja aku mendapatkan jawaban dari masalah 'penerus' usaha Cantiq butikku.

"Kan Cantiqnya ibuk sudah ISO, kalau Aden mau meneruskan usaha ibu, bukan berarti Aden menetap di Malang.  Aden bisa tetap berkarier di mana saja dan di bidang apa saja.  Aden cuma perlu belajar tentang sistem di Cantiq, jadi bisa melakukan audit internal.  Cantiq sudah punya sistem yang memungkinkan  ditinggal-tinggal pemiliknya kok. Aden bisa kunjungi Cantiq sebulan sekali,  Zeli juga.  Mungkin yang diperlukan Cantiq cuma desain yang banyak, karena sementara ini desainernya kan ibuk thok. Desain juga bisa dikirim lewat email atau diposkan saja", kataku panjang lebar pada Aden.

Akhirnya...... ketika hati kita ikhlas menerima, dan bukan hati yang memaksa karena kesempitan berpikir kita,  Allahpun bukakan jalan.  Alhamdulillah, Allahu Akbar.  Kurasakan, dengan cara terakhir ini, bila Cantiq kutinggal mati dan itu pasti terjadi, Cantiq tetap punya penerus dan tetap bisa memberi manfaat ke sekitar 50 orang karyawannya, Aden dan Zelipun tetap bisa berkarier di dunia yang menjadi pilihannya, yang akan memberi manfaat ke banyak orang juga.  Bila kubayangkan, manfaatnya jadi lebih meluas dan lebih indah..... 
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar