Minggu, 16 Oktober 2011

Dibalik Sebuah Cobek Batu

Tgl 13 sampai 15 oktober 2011 aku mengikuti Diklat Cinderamata di Batu yang diselenggarakan oleh dinas pariwisata propinsi Jawa Timur.  Banyak kisah lucu, njengkelin dan juga berkesan selama tiga hari berbaur dengan teman pengusaha cenderamata dari berbagai kota di Jawa Timur ini.

Pagi, di restorant hotel, sembari menyantap hidangan sarapan pagi terakhir di Batu, sekelompok ibu-ibu ketawa ketiwi dan saling bercerita dengan riang, aku adalah salah satu dari mereka.

"Kemarin ibu dapat harga berapa cobek batunya?", tanya ibu S padaku.  Kemarin memang acara kunjungan ke kampung wisata keramik Dinoyo dan belanja oleh-oleh saat pulangnya.
"Sepuluh ribu", jawabku.
"Hah?? Aku dapat harga enam ribu".
"Hahh???", aku yang kaget sekarang, tapi disusul oleh ketawa kami semua.  Kuingat aku dan ibu S beli cobek batu dengan ukuran yang sama, kami berdiri bersisian, bahkan ibu S membantuku memilih.  Tapi kok???

"Ibu kelihatan gak tegaan gitu sih sama orang, makanya dimahalin", komentar ibu yang lain.
"Gak tahu deh, aku sering mengalami kejadian begini, dimahalin sama yang jual", kataku.
"Ibu gampang kasihan sih sama orang".
"Kalau beli sesuatu, mikirnya... sulit nih bikinnya .... trus gak nawar".
Berbagai komentar pun bertaburan disusul tawa berderai.

"Anehnya, aku kok gak sakit hati ya walau tahu dimahalin, ikhlas saja", kataku akhirnya.
"Kalau semua orang seperti ibu, ya makmur dunia......". tawa kamipun berhamburan.

Kedengarannya lucu ya, dimahalin kok ikhlas....... Gini nih, pas aku belanja cobek batu itu, kami belanja bukan di toko, melainkan di rumah pengrajin yang sederhana, bahkan dagangan mereka 'nylempit' di emperan samping rumah.  Dagangannya murah banget menurutku, gak tegalah hatiku menawar, walaupun semuanya menawar dan dapat harga yang lebih murah.

Aku mikirnya gini sih, di balik bapak penjual alat dapur itu, tentulah ada anak-anak yang bersekolah dan keluarga yang perlu dibiayai.  Kalau kita tidak menawar, tentu ada beberapa ribu rupiah uang lebih yang bisa dia terima yang bisa menambah belanja keluarga sederhana itu.  Bagiku ini sebuah kebaikan yang membuatku bahagia.  Sedangkan teman-temanku yang lain (semuanya menawar lo), mereka mikirnya aku bisa berhemat sekian ribu bila aku menawar.

Orang sering lupa bahwa ada hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah) dan ada pula hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablun minannas).  Kedua pola hubungan itu terkait satu sama lain, kita tidak bisa menjalin hubungan baik dengan Allah tanpa menjalin hubungan yang baik dengan sesama.

Bila ingin disayang Allah, ya harus sayang pada sesama manusia.  Hubungan yang terjalin dengan sesama manusia dalam segala aktifitasnya mustinya didasari rasa kasih sayang.  Inilah caraku memaknai hablun minannas.  Dalam berjual belipun, tidak terlepas dari kasih sayang ini, baik berposisi sebagai penjual maupun pembeli.

Bagaimana dong bila kejadiannya kok kita sendiri yang berkasih sayang, sedang orang yang berinteraksi dengan kita tidak?  Hmm... gini nih, yang penting jangan merasa rugi memulainya dari diri sendiri.  Banyak orang yang luluh hati dengan kelembutan kasih sayang yang memancar dari sikap kita.  Bila orang yang berinteraksi dengan kita begitu menjengkelkan, maafkan saja dan jauhilah... mudah bukan?

Anda akan banyak mendapat limpahan kebahagiaan dengan lebih banyak memberikan kebahagiaan kepada orang lain.  Cobalah ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar