Rabu, 26 Oktober 2011

Menciptakan Kebahagiaan

Sesungguhnya yang membuat kita bahagia bukanlah kenyataan-kenyataan indah yang sesuai dengan harapan dan keinginan kita, tapi bahagia itu diciptakan oleh diri kita sendiri dengan menemukan kenyataan-kenyataan indah yang bertebaran dalam kehidupan kita.

Dimanakah titik perhatian kita, itulah yang membuat kita bahagia atau menderita.  Bila titik perhatian kita berada dalam hal-hal yang membuat kita sedih, maka kitapun tak akan pernah bahagia. Saat kita tak bahagia dengan keadaan yang ada, maka ini akan membentuk 'rantai penderitaan' yang kita tak pernah sadari. 

Ingatlah ada hukum gaya tarik menarik di alam kuantum, dimana saat kita merasakan penderitaan, maka akan berdatanganlah penderitaan lain yang tak terbayangkan oleh kita.  Demikian pula sebaliknya, bila yang kita rasakan adalah kebahagiaan.  Makanya dalam tuntunan agama, kita diwajibkan untuk banyak bersyukur.

Rumahku yang di dekat bandara lokasinya terletak di ketinggian, dari sini terlihat perumahan dibawah, gunung, hutan, matahari pagi dan sore.....
Saat pagi datang, kubuka jendela dapur mungilku, maka aku akan disambut hembusan angin sejuk dan pemandangan indah di timur sana, gunung berjejer yang bermahkota langit merah dan mendung yang terbiaskan warna orange yang indah, di depannya kabut berseling di antara pepohonan hutan.  Mulutku tak henti mengucap syukur dan tasbih, "Subhanallah, indah sekali pemandangan yang Engkau ciptakan di pagi ini, Tuhanku".

Karena letaknya yang tinggi, perumahan ini jadi bermasalah di air.  Airnya menggunakan air PDAM sih, kalau pagi waktu sedang banyak-banyaknya orang mandi, airnya mampet deh, karena 'kalah' sama orang di perumahan bawah.  Siang nyala lagi, sore mampet lagi, untungnya saat malam hari airnya selalu lancar, jadi bisa nandon air saat malam.  Tapi sering terjadi saat siang hari mampet pet sepanjang hari, maka kami hanya mengandalkan air tandon.

Suatu hari pas ngobrol bertiga dengan tetangga kanan kiriku, tetanggaku itu mengeluhkan soal air yang byar pet itu.
"Kamu enak bu, kamar mandinya besar, sedang punyaku kamar mandinya asli pemberian perumahan, kecil, susah kalau siang air mati", begitu kata ibu A pada ibu B.  Kudengar ibu A tak henti-hentinya mengeluhkan soal air, seolah-olah hanya dia seorang yang mengalami kesulitan air, sedang orang lain tidak.
"Kalau yang punya tandon besar sih enak", katanya lagi, nah kan? dia selalu merasa orang lain lebih beruntung dibanding dirinya .......

Tipe orang seperti ibu A ini banyak sekali jumlahnya, merasa paling menderita, merasa orang lain lebih beruntung.  Dan umumnya orang seperti ini hidupnya dipenuhi berbagai kesulitan, dari kesulitan ekonomi, kesehatan, hubungan dengan keluarga .... dll.
Padahal, seperti kuceritakan tadi, perumahan ini lokasinya bagus sekali, dimanjakan dengan pemandangan indah layaknya sebuah resort.  Masalah air sebenarnya bukan masalah besar, karena tiap malam musti mengalir, dan tidak pernah 'pet' selama berhari-hari.  Tinggal penduduknya saja yang musti pintar menyiasati keadaan ini, toh sudah hafal dengan ritmenya.

Ibu A adalah orang yang menjadikan titik perhatiannya pada kesulitan-kesulitan hidup, hingga keindahan-keindahan dalam hidup ini tak tampak lagi olehnya.  Seberapapun nikmat Allah terlimpah, bila kita tak bisa melihat dan tak pandai mensyukurinya, maka yang terasakan hanyalah penderitaan.....  Berarti, orang yang menderita, bukanlah orang yang tidak memperoleh kenikmatan dari Tuhannya, melainkan orang yang tak pandai melihat nikmat Tuhannya.

"Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim [14]: 7)
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar