Sabtu, 29 Juni 2013

Alni Naik Kelas

 Aku lamaaa ya perginya,  aku ke Yogya minggu lalu menyaksikan pagelaran busana karya anak cantikku Zelika sebagai bagian dari Tugas Akhirnya di ISI Yogya, lanjut nginap di Ngantang.  Lama gak ngeblog , jadi susah nulis juga ... hm hm ... kemarin aku tinggalkan tulisan yang belum sempat aku selesaikan, ini saja yang aku suguhkan untuk kalian semua. Semoga bermanfaat.

22 juni 2013

Pagi ini mengambil rapot Alni.  Tidak seperti saat dulu mengambil rapot tiga kakak Alni, yang sudah aku tahu pasti naik kelasnya, alternatifnya cuma ranking satu atau dua.  Buat Alni, naik kelas sudah bagus ..... hehehe, bukan karena dia tidak pandai, tapi dia agak unik saja.



si cantikku Alni di rumah mbahnya di ngantang, jadi spiderman makan nasi goreng

Aku sih sebenarnya tidak pernah menuntut atau meminta anak-anakku jadi juara kelas, mereka saja juara-juara sendiri. Sampai terkenal di lingkungan tetangga kalau anak-anakku pintar semua, bahkan aku sering dimintai tips bagaimana caranya punya anak pintar.

Sebenarnya nih, aku punya rahasia .... hmmm ... rahasianya ...   Bagiku yang penting adalah mengajari anak-anak berhati baik dan lembut, perkara nilai akademisnya, mereka tahu sendiri apa yang musti dikerjakan kok.

Aku tidak suka anak-anakku ikut les pelajaran ini itu di luar sekolah, karena aku kasihan bila otak mereka terlalu diforsir.  Kalau lesnya les menari sih boleeeh, kayak aku dulu .... hehehe, kan ini bikin seneng.

Menjelang test masuk perguruan tinggi dulu, Aden dan Zeli juga gak pernah ikut bimbingan tes di luar sekolah , tapi mereka berdua bisa masuk perguruan tinggi negri lewat jalur test.

Yang utama itu mengajari mereka berbuat baik, itu saja, nanti semuanya akan mengalir sendiri.  Banyak jalan dan cara mengajari anak berbuat baik, lewat hal yang kecil-kecil, yang bisa mereka fahami dengan sederhana.

Mungkin caraku mengajari Alni berbuat baik bisa dicontek.  Begini,  Alni itu kalau ke sekolah harus membawa bekal, tapi dia masih minta uang saku 3000 rupiah.  Kadang uang sakunya kembali 2000, aku suruh menabungkannya di sebuah wadah plastik. Aku bilang begini :"Nanti kalau sudah ngumpul banyak, dikasih ke anak yatim di pesantrennya om Irin ya ".  Alni mengangguk setuju.

Mengajari anak-anak untuk tidak pelit itu bagiku penting, karena Allah tidak suka orang yang mencintai harta benda / dunia.  Aku ingin anak anakku dicintai dan mencintai Allah. Aku juga suka mendoakan anak-anak yang aku temui menjadi anak-anak shaleh salihah yang dicintai dan mencintai Allah.

Aku sering heran melihat bagaimana hidup anak-anakku berlimpah kemudahan, yang kemudian diterjemahkan oleh ustadz Virien itu karena kebaikan hati mereka.

Tadi di sekolah, Alni juga menerima tabungan Rp 255.000. Tapi aku lihat ada 5 orang wali murid belum membayar iuran sumbangan gedung, gak banyak sih sumbangan gedungnya, minimal Rp 250.000/siswa.

Uang tabungan Alni lalu aku serahkan ke bendahara untuk membantu mereka mencicil sumbangan gedung itu, dibagi orang 5, jadi masing masing orang menerima sumbangan dari Alni Rp 50 000.

Bagi mereka, uang Rp 50 000 itu banyak sekali loh, mereka amat berterima kasih padaku, sampai perlu menyalamiku segala.  Dan dengan halus kubilang, itu dari Alni.

Alni sendiri, ketika kuberi tahu bila uang tabungannya sudah disumbangkan untuk temannya yang belum lunas membayar uang sekolah, dia cuek saja ..... hahahaha, tidak merasa kehilangan dan tidak pula merasa menjadi pahlawan.

Bagiku lebih mudah memberi pengertian ke Alni dibandingkan dengan memberi pengertian ke ibu-ibu pengurus Paguyuban wali murid, ini beneran loh !!! Tadi saat aku mengatakan akan menyumbangkan uang tabungan Alni, beberapa ibu pengurus kompak 'menawar'.

"Disumbangkan langsung ke sekolah sajalah bu, keenakan mereka, wong mereka itu orang-orang yang mbulet kalau soal uang", kata seorang ibu.
 "Tapi aku sudah menyumbang lebih kok", kataku.  Mereka tersenyum karena sudah tahu, disuruh nyumbang 250 ribu, akunya malah nyumbang 1 juta ... hehehe.
 "Biar saja uang itu buat membantu mereka", kataku.
"Ntar jadi kebiasaan loh bu", kata ibu di sebelahnya.

Begitulah, banyak orang berargumentasi dan pintar menggunakan logikanya bila berbuat baik.  Dengan dalih : ntar jadi kebiasaan, ntar keenakan ,   mereka itu sebenarnya mampu tapi .... , mereka memang orang yang mbulet kok soal uang,  ......dll.

Argumentasi yang lahir dari perasaan memiliki uang, bukan pemikiran bahwa kita ini tidak memiliki uang, kita cuma berhak  mengelola uang.  Indah pernah membahas soal ini  di tulisanku sebelumnya.

Menurut Indah nih ,  bila kita memberi, jangan memakai logika , tapi pakai hati, dengan hati yang penuh kasih sayang.  Nanti hati kita akan 'bunyi' sendiri, orang ini perlu dibantu atau tidak, hingga  berapa jumlah uang yang perlu kita ulurkan juga akan terasa di hati.

Inilah yang coba aku tanamkan dalam diri anak-anakku, aku ingin mereka menjadi orang yang lembut hati dan penyayang. 

Biarpun Alni terlihat cuek, dia cukup menyerap pelajaran juga.  Buktinya, waktu aku nyari kue pastel basahku yang cuma satu yang tiba tiba menghilang dari tempatnya, dia bilang begini : "Sudah Alni kasih ke mbak mbaknya .... kasihan sih, makanannya mbak mbak cuma sedikit "....... hahaha ..... yang dia maksud mbak mbak itu adalah karyawanku yang ngumpul makan siang di teras, dan perihal makanannya yang sedikit itu karena ada yang diet .....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar